Society For Interbank Financial Telecommunication (SWIFT) mulai memblokir akses terhadap transfer internasional bagi para anggota bank Iran, sebagai akibat berlakunya sanksi dari Amerika Serikat (AS), Bitcoinist melansir, Senin (12/11).
Dikutip dari Reuters, 10 November menandakan hari pertama di mana langkah-langkah itu dilakukan untuk menendang institusi finansial tertentu dari sistem SWIFT. SWIFT adalah layanan yang memfasilitasi permintaan pembayaran lintas batas bagi lebih dari 200 negara.
Melalui pernyataan pada 7 November di sebuah acara di Paris, ketua eksekutif SWIFT Gottfried Liebbrandt menyesali langkah tersebut, tetapi menjelaskan hal itu perlu demi kepentingan kestabilan dan integritas sistem keuangan global.
Diperkirakan akan terjadi kerusuhan signifikan di Iran akibat pemberlakuan sanksi tersebut yang sebelumnya dicabut di masa pemerintahan mantan Presiden AS Barack Obama.
Hal ini menjadi pengingat tentang kekuatan sistem perbankan global yang terpusat. SWIFT tampak menjadi perpanjangan hukum federal AS, meskipun badan tersebut berbasis di Belgia.
Seperti dilaporkan Bitcoinist sebelumnya, pengumuman sanksi baru terhadap Iran memicu spekulasi terhadap potensi peran Bitcoin dan kripto di masa depan bagi warganya. Bitcoin, sebagai mata uang yang tidak dikendalikan pemerintah dan netral, berperan semakin penting di tengah tekanan AS yang ingin mencegah Iran mengakses rekening banknya.
Dalam kasus seperti inilah kripto menjadi semakin menggoda, menurut Juan Villaverde, analis Weiss Cryptocurrency Ratings.
“Di masa lalu, ketika pemerintah korup mendevaluasi mata uang lokal mereka atau menyita aset dari warganya, investor beralih ke dolar AS atau emas. Kini, banyak orang yang beralih ke kripto, di mana kekayaan mereka tersimpan dalam distributed ledger yang tidak bisa disentuh bank sentral atau pemerintah manapun,” kata Juan.
Sebelumnya, pihak berwenang Iran mendekati industri kripto dengan hati-hati, dan pada April 2018 melarang bank melayani bisnis kripto. Tetapi, belakangan ini terjadi perubahan arah diskusi menuju pembahasan penerbitan mata uang digital bank sentral sebagai metode penghindaran sanksi, sambil menunggu digodoknya regulasi formal.
Perkembangan terbaru, pada September regulator di Iran mengakui penambangan Bitcoin sebagai industri yang sah. Menurut data harga energi, Iran merupakan negara paling murah ketiga sebagai lokasi untuk menambang Bitcoin.
Kemudian, pada Oktober, Financial Crimes Enforcement Network (Fincen) AS mengulang kembali kekhawatiran mereka tentang penggunaan kripto oleh Iran sebagai kebijakan untuk menghindari sanksi.
Fincen menulis dalam sebuah panduan, “Institusi sebaiknya mengkaji ulang pembukuan blockchain untuk menjaga terhadap aktivitas yang berasal atau selesai di Iran.”
Institusi juga diharapkan sadar bahwa industri uang virtual internasional sangat dinamis, bisnis uang virtual baru mungkin terdaftar atau beroperasi di Iran tanpa pemberitahuan atau secara diam-diam.
Penggunaan kripto untuk menghindari sanksi sudah dipelopori oleh Venezuela, dimana pemerintahnya mulai bertransaksi menggunakan kripto nasional, Petro yang kontroversial. [ed]