Organisasi Teroris Lebih Suka Uang Fiat Daripada Kripto

Subkomite Kongres Amerika Serikat (AS) tentang Terorisme dan Keuangan Ilegal telah melakukan sidang dengar pendapat mengenai beragam metode pendanaan terorisme menggunakan kripto, menurut rilis yang dikeluarkan Komite Layanan Keuangan Dewan Perwakilan Rakyat AS pada Jumat, 7 September 2018, seperti dilansir dari cointelegraph.com.

Untuk mengawasi ancaman dan metode pendanaan terorisme, sidang tersebut meninjau metode utama transfer dana oleh teroris, termasuk institusi keuangan tradisional dan metode semi-formal. Kelompok teroris terus-menerus beradaptasi dan menyesuaikan metode mereka dengan sumber daya yang tersedia dalam lingkungan mereka berada, dan hal ini termasuk sistem keuangan seperti sistem pertukaran hawala yang digunakan di kalangan Muslim dan juga kripto.

Walau begitu, sidang Kongres tersebut menyimpulkan belum ada kelompok teroris yang berhasil menggalang dana dalam jumlah signifikan melalui kripto, baik itu al-Qaeda, ISIS, atau kelompok teroris lainnya.

Yaya Fanusie, Direktur Pengkajian dari Foundation for Defense of Democracies (FDD) tentang Sanksi dan Keuangan Ilegal menekankan bahwa sebagian besar teroris, terutama yang berada di medan perang, hidup dalam lingkungan di mana kripto tidak dapat diakses. Artinya, uang fiat masih digemari sebagai alat tukar untuk membeli beragam kebutuhan.

Fanusie menunjuk uang fiat sebagai metode paling anonim untuk pendanaan, dan menekankan bahwa fiat masih sangat populer di antara para kelompok teroris, bukan kripto.

Walau Fanusie mengatakan bahwa kripto adalah sebagai alat pembayaran selayak uang tidaklah cocok bagi para teroris dan uang fiat masih merajai. Dalam sebuah artikel di Forbes ia mengakui bahwa ada beberapa kasus pendanaan teroris menggunakan uang kripto.

Sebagai contoh pendanaan terorisme yang gagal, Fanusie menyebut, adalah kelompok teroris Mujahideen Shura Council (MSC) di Yerusalem yang hanya berhasil mengumpulkan dua “sumbangan” dengan total nilai sekitar US$500, setelah melakukan kampanye selama berminggu-minggu.

Fanusie menjelaskan lebih lanjut bahwa untuk memerangi kemungkinan suksesnya pendanaan teroris menggunakan kripto, lembaga pemerintah AS yang bertanggung jawab atas penyelidikan pendanaan terorisme harus lebih lihai menganalisa transaksi uang kripto.

“Dengan bersiap-siap untuk menghadapi penggunaan kripto yang semakin meningkat oleh teroris, AS dapat mencegah mata uang digital menjadi suaka untuk keuangan ilegal,” ujar Fanusie.

Pada saat ini, Fanusie merekomendasikan bahwa pihak otoritas sebaiknya fokus kepada bursa kripto kecil yang memperdagangkan token alternatif atau privacy coin, bukan kepada bursa kripto besar yang sudah meningkatkan kebijakan anti pencucian uang dan know-your-customer (KYC) selama beberapa tahun terakhir.

Awal tahun ini, perusahaan manajemen resiko LexisNexis bermitra dengan bursa kripto Blockbid untuk memperkenalkan solusi keamanan bagi bursa yang disebut “Trade with Confidence” yang diharapkan dapat mencegah pendanaan terorisme dan kegiatan keuangan ilegal lainnya.

Pada Januari 2018, wakil rakyat Ted Budd dari Komite Layanan Keuangan AS mensahkan undang-undang yang bertujuan memerangi terorisme dengan menawarkan imbalan untuk informasi yang menghasilkan hukuman bagi terorisme yang didanai kripto. [ed]

Terkini

Warta Korporat

Terkait