Pecahnya Bubble Mata Uang Kripto dan Blockchain yang Tiada Berguna

Dimaz Ankaa Wijaya
Peneliti pada Blockchain Research Joint Lab Universitas Monash, Australia


Tahun 2018 memang bukan tahunnya para investor mata uang kripto. Tidak seperti 2017 di mana mereka menikmati kenaikan harga aset kripto yang luar biasa tinggi, sejak awal 2018 pasar mata uang kripto mengalami kelesuan dengan kejatuhan harga antara 60 hingga 90%. Bitcoin yang di akhir 2017 diperdagangkan di angka US$20 ribu, kini mentok di harga US$6500. Penurunan harga yang signifikan ini tidak hanya dialami oleh bitcoin, namun juga hampir semua produk mata uang kripto yang diperdagangkan.

Nouriel Roubini pada artikelnya yang berjudul “The Big Blockchain Lie” menyebut bahwa bubble mata uang kripto telah pecah, dan kini aset kripto telah menunjukkan “aslinya”. Banyak dari proyek mata uang kripto yang menjual asa kekayaan instan kepada para penggunanya sekaligus menyelesaikan persoalan klasik dunia seperti kemiskinan dan wabah penyakit, ternyata tidak juga menunjukkan hasil yang berarti.

Jargon desentralisasi hanyalah bualan semata yang membuat para libertarian seolah mendapatkan angin segar bagi gerakan sosial mereka, padahal Roubini menemukan bahwa mata uang kripto justru dikontrol segelintir kecil orang, terutama mereka yang menguasai sebagian besar koin dan usaha penambangan yang terkonsentrasi di negara-negara tertentu saja.

Lebih lanjut lagi ia menunjukkan betapa tidak bergunanya konsep blockchain, di mana baginya konsep ledger yang terdesentralisasi tidak banyak memberikan manfaat di dunia nyata. Menurutnya, mempublikasi informasi-informasi penting semisal data transaksi kepada publik justru tidak menguntungkan bagi pemilik informasi, yakni korporasi-korporasi besar.

Bagi saya, Roubini tidak salah. Namun pendapatnya hanya sepotong kecil dari keseluruhan teknologi blockchain. Ekonom barangkali tidak memahami konsep keamanan informasi memang amat terbatas ketika memahami sesuatu yang baru ada sepuluh tahun yang lalu (bahkan ketika orang tersebut bergelar profesor). Memang konsep blockchain tidak benar-benar baru karena merupakan kombinasi dari berbagai teknologi yang sudah ada. Namun, bukankah tidak ada sesuatupun yang baru di bawah matahari?

Teknologi blockchain, bagi saya, bisa menjadi revolusi industri berikutnya. Setelah Internet yang mengubah wajah dunia, diikuti dengan perkembangan ponsel pintar yang serba ada, kini saatnya pengguna menuntut transparansi atas informasi yang disimpan para raksasa teknologi. Para pengguna juga dapat memastikan bahwa semua pemain dalam sistem tersebut berbuat jujur, dengan membuat semua informasi menjadi transparan dan dapat diakses oleh semua orang, serta adanya kepastian bahwa informasi tersebut tidak dapat diubah tanpa hak bahkan oleh pihak yang menyimpannya. Hal yang demikian amatlah sulit dicapai oleh sistem tradisional yang memfokuskan diri pada performa.

Teknologi blockchain justru dapat membatasi para korporasi besar memanfaatkan informasi yang bukan miliknya demi keuntungan pribadi. Isu ini menjadi sorotan dunia tatkala skandal Cambridge Analytica mencuat, di mana puluhan juta data pengguna Facebook dianalisis dan menjadi ujung tombak kampanye Donald Trump (dan Anda tahu sendiri, ia berhasil menjadi presiden AS). Kasus ini menjadi penanda bahwa data yang dimiliki oleh para korporasi ini dapat menyetir nasib sebuah negara, bahkan seluruh dunia. Dengan transparansi yang semakin baik dan dukungan teknologi kriptografi, maka pengguna dapat memiliki kontrol yang lebih baik terhadap informasi miliknya sendiri, sambil berharap bahwa tidak ada pemilik nuklir yang tanpa sengaja menekan tombol peluncuran rudal.

Keamanan siber yang semakin menjadi isu penting belakangan ini juga dapat memantik teknologi blockchain untuk dapat diterapkan di semua sektor ekonomi. Informasi transaksi keuangan mendapat jaminan ketersediaan (availability) dan integritas (integrity), tanpa adanya satu titik kelemahan (single point of failure). Jika menilik potensi solusi yang ditawarkan oleh teknologi blockchain, jika memang tidak dapat menyelesaikan persoalan kemiskinan, maka keamanan siber dunia barangkali akan bermasa depan cerah!

Terkini

Warta Korporat

Terkait