Silkroad Eight Akan Ajukan Izin ke OJK Sebagai Penyelenggara Crowdfunding Berbasis Blockchain

Pelaku industri berbasis blockchain di Indonesia langsung bergerak usai Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menerbitkan Peraturan OJK No 37 tahun 2018. Dalam aturan yang dirilis 31 Desember 2018 ini, uruna dana (crowdfunding) berbasis teknologi informasi boleh menggunakan teknologi blockchain.

Silkroad Eight, sebagai perusahaan yang bergerak di bidang crowdfunding berbasis blockchain akan mengajukan izin ke OJK untuk menjadi perusahaan penyelenggara crowfunding. Namun, menurut Achmad Hidayat, CEO Silkroad Eight, pihaknya kini masih menyiapkan sejumlah kelengkapan administrasi sebagaimana diatur dalam POJK itu.

“Kami masih terus berdiskusi. Tapi untuk mengajukan izin crowdfunding, kami masih melakukan beberapa perbaikan administrasi perusahaan, karena semua mesti disesuaikan dengan aturan yang ada,” ujar Achmad, Kamis (17/1) melalui Telegram.

Selain terkait administrasi perusahaan, menurutnya, sebelum mengajukan izin, aplikasi juga harus sudah siap.

“SET platform kami rencanakana akan pada April tahun ini. Dan setelah itu, kami akan mulai proses pendaftaran ke OJK,” ujarnya.

Terkait hal ini, lanjutnya, pihaknya akan mendirikan perseroan terbatas (PT) baru sebagai penyelenggara crowdfunding. Sementara sejumlah mitra strategis yanng sekarang sudah ada akan berperan sebagai penerbit,” tandasnya.

POJK itu memungkinkan perusahaan rintisan alias startup (disebut sebagai Penerbit) untuk menggalang dana dari masyarakat (Pemodal) untuk dijadikan modal perusahaan melalui perusahaan penyedia layanan teknologi informasi (Penyelenggara). Artinya, masyarakat bisa memiliki saham di perusahaan itu dan mendapatkan profit (bagi hasil) di masa depan.

Tapi, saham yang dimaksud ini bukanlah saham yang akan diperdagangkan di bursa efek. Itulah sebabnya perusahaan konglomerasi juga dilarang ikut dalam bisnis yang satu ini. Dalam peraturan itu disebutkan, syarat utama Penerbit, selain berbentuk perseroan terbatas atau koperasi, adalah: “(1) Penerbit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 bukan merupakan: a. perusahaan yang dikendalikan baik langsung maupun tidak langsung oleh suatu kelompok usaha atau konglomerasi; b. perusahaan terbuka atau anak perusahaan terbuka; dan c. perusahaan dengan kekayaan lebih dari Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah), tidak termasuk tanah dan bangunan.”

Di bagian penjelasan untuk Pasal 47 diterakan: “Contoh layanan pendukung berbasis Teknologi Informasi antara lain big data analytic, aggregator, robo advisor, atau blockchain.” Yang dimaksud dengan “Blockchain” adalah layanan pembukuan transaksi keuangan berbasis Teknologi Informasi yang mencatat dan menyimpan data bukti transaksi atau ledger yang terdistribusi melalui jaringan komputer baik secara private maupun public.”

Pengertian blockchain itu kurang lebih serupa dengan pengertian blockchain yang kita pahami saat ini.

Kemudian disematkan pengelompokan blockchain private ataupun public yang boleh digunakan untuk menggalang dana dari masyarakat. Jikalau diletakkan pada pengertian blockchain publik itu, maka sangat memungkinkan penggalangan dana itu menggunakan coin atau token sebagai representasi nilainya. Namun, yang pasti aturan main yang lebih terperinci akan dikeluarkan oleh OJK. Ditunggu. [jul]

Terkini

Warta Korporat

Terkait