Dengan langkah yang percaya diri untuk buang dolar AS, aliansi BRICS kini semakin banyak peminat, ada 19 negara ingin bergabung.
Sebelumnya, aliansi yang beranggotakan Rusia, Brasil, India, Tiongkok dan Afrika Selatan tersebut menggaungkan untuk menghilangkan dolar AS di perdagangan internasional mereka, siap usung mata uang baru sebagai alternatif.
Saat ini, semua perdagangan internasional wajib menggunakan dolar AS, bahkan jika itu terjadi bukan antar AS, mengharuskan mereka melakukan konversi mata uang dan mengikuti nilai tukar yang fluktuatif.
19 Negara Ingin Buang Dolar AS?
Berdasarkan laporan Watcher News, saat ini ada 19 negara yang mengajukan permintaan untuk menjadi anggota BRICS, jelang pertemuan puncak tahunan aliansi ini.
Acara tersebut akan diadakan di musim panas tahun ini di Afrika Selatan, dan tampaknya akan memiliki banyak anggota baru saat acara dilaksanakan.
Karena nilai total PDB para anggota BRICS melampaui nilai total anggota G7, kemungkinan BRICS dapat terus melebarkan sayap untuk menggeser keseimbangan kekuatan global.
Melihat geliat para negara yang melirik dedolarisasi, Menteri Keuangan AS (Menkeu) Janet Yellen pun melihat ada ancaman jangka panjang bagi hegemoni atau dominasi dolar AS.
“Yang akan dibahas [dalam pertemuan tahunan] adalah perluasan BRICS dan modalitas bagaimana ini akan terjadi… Selain itu, ada tiga belas negara telah secara resmi meminta untuk bergabung dan enam negara lainnya telah meminta secara informal. Aplikasi baru diajukan setiap hari,” ujar Duta Besar Afrika Selatan, Anil Sooklal.
Meski begitu, ada kekhawatiran di antara para anggota BRICS tentang pengaruh mereka yang seperti kurang berdampak. Ini karena PDB Tiongkok sudah dua kali lebih besar dari total empat anggota BRICS Lainnya.
Bagaimanapun, adanya 19 negara yang meminta untuk masuk sebagai anggota dapat membuat pertumbuhan BRICS tak terhindarkan.
Dolar AS yang telah lama menikmati keuntungan dari penggunaannya di pasar internasional tampaknya akan goyah, bahkan jatuh, jika langkah BRICS dan beberapa negara lainnya kian gencar untuk dedolarisasi.
Terlebih, kebutuhan akan dolar AS juga dianggap beberapa analis sebagai penyebab krisis di negara-negara lain saat AS mengalami keruntuhan ekonomi. [st]
Disclaimer: Seluruh konten yang diterbitkan di Blockchainmedia.id, baik berupa artikel berita, analisis, opini, wawancara, liputan khusus, artikel berbayar (paid content), maupun artikel bersponsor (sponsored content), disediakan semata-mata untuk tujuan informasi dan edukasi publik mengenai teknologi blockchain, aset kripto, dan sektor terkait. Meskipun kami berupaya memastikan akurasi dan relevansi setiap konten, kami tidak memberikan jaminan atas kelengkapan, ketepatan waktu, atau keandalan data dan pendapat yang dimuat. Konten bersifat informatif dan tidak dapat dianggap sebagai nasihat investasi, rekomendasi perdagangan, atau saran hukum dalam bentuk apa pun. Setiap keputusan finansial yang diambil berdasarkan informasi dari situs ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pembaca. Blockchainmedia.id tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung, kehilangan data, atau kerusakan lain yang timbul akibat penggunaan informasi di situs ini. Pembaca sangat disarankan untuk melakukan verifikasi mandiri, riset tambahan, dan berkonsultasi dengan penasihat keuangan profesional sebelum mengambil keputusan yang melibatkan risiko keuangan.