IKLAN

A16z: Bank Akan “Serang” Kripto Lewat Chokepoint 3.0

Pemerintah AS di era Biden sebelumnya dikenal dengan sikap ketatnya terhadap industri kripto. Banyak perusahaan dan proyek yang menjadi target, bahkan menghambat perkembangan industri ini melalui operasi yang dikenal dengan nama Chokepoint 2.0.

Namun, yang lebih mengkhawatirkan kini adalah munculnya narasi terkait Chokepoint 3.0 yang diungkapkan oleh a16z. Langkah baru ini berpotensi membawa dampak yang lebih besar bagi ekosistem kripto, baik di AS maupun secara global. 

Apa Itu Operasi Chokepoint 2.0?

Operasi Chokepoint 2.0 adalah langkah pemerintah AS untuk menekan industri dengan memperketat regulasi kripto dan membatasi akses perusahaan crypto ke layanan keuangan. Tujuannya adalah mengawasi aliran dana dan memastikan kepatuhan terhadap regulasi yang lebih ketat. 

Dampak dari kebijakan ini cukup besar. Menurut laporan sebelumnya, persentase pengembang kripto di AS telah menurun setiap tahun sejak 2018. Banyak pengembang yang merasa dibatasi oleh regulasi dan mencari lingkungan yang lebih mendukung inovasi, terutama di luar AS.

Urusan Aset Digital, AS Cukup Tertinggal

Tren penurunan ini juga berkaitan dengan kecenderungan developer untuk beralih menjadi pendiri perusahaan kripto. Dengan ruang gerak yang terbatas, banyak yang memilih untuk beroperasi di negara lain yang menawarkan kebijakan lebih ramah terhadap inovasi.

BACA JUGA  Pasca Kasus Terra LUNA, Korsel Akan Bentuk Badan Baru Awasi Kripto

Munculnya Narasi Chokepoint 3.0 yang Mengkhawatirkan

Setelah industri kripto sempat bernafas lega pasca kemenangan Donald Trump dalam pemilu AS, muncul kekhawatiran baru terkait “Chokepoint 3.0“. Banyak pihak mulai mencemaskan dampak kebijakan ini terhadap masa depan kripto.

Alex Rampell dari a16z memperingatkan dalam sebuah pernyataan pada Kamis (31/07/2025) bahwa meskipun “Chokepoint 2.0” telah berakhir, bank besar di AS kini berusaha mendorong penerapan kebijakan baru yang dapat menghambat perkembangan kripto lewat pembatasan dari berbagai sisi.

“Bank kini berusaha menerapkan Chokepoint 3.0 versi mereka sendiri — dengan mengenakan biaya tinggi untuk mengakses data atau memindahkan uang ke aplikasi kripto dan fintech — dan, yang mengkhawatirkan, memblokir aplikasi crypto dan fintech yang tidak mereka sukai,” jelasnya.

Rampell menjelaskan bahwa bank besar seperti JPMorgan mengenakan biaya tinggi untuk layanan dasar, seperti memindahkan uang ke aplikasi dari platform crypto exchange. Tujuannya bukan untuk mencari pendapatan baru, melainkan untuk menghambat persaingan.

BACA JUGA  Harga Bitcoin Terjun Bebas Dekati US$20.000, Terhantam Makro Ekonomi

“Jika biaya memindahkan US$100 ke Coinbase atau Robinhood menjadi US$10, mungkin sedikit orang yang melakukannya. Atau jika biaya untuk mendapatkan pinjaman lebih murah dari fintech menjadi US$10, mungkin pengguna terpaksa mengambil pinjaman yang lebih buruk dari JPM,” tegasnya.

Dalam kondisi ini, konsumen akan kesulitan memilih alternatif karena hampir semua bank besar akan menerapkan kebijakan serupa. Pemerintah perlu mencegah upaya manipulatif ini yang dapat menghambat persaingan dan mengurangi pilihan konsumen.

Operasi Chokepoint 3.0 Akan Beroperasi dalam “Bayangan”

Meskipun pemerintah AS kini lebih mendukung industri kripto, Chokepoint 3.0 diperkirakan akan bergerak di balik layar, jauh dari pengawasan publik. Sebelumnya, inisiatif Project Crypto dari SEC berusaha menata ulang industri ini agar lebih terstruktur, namun langkah bank besar bisa menjadi hambatan bagi perkembangannya.

Project Crypto: Inisiatif SEC untuk Menata Ulang Industri Kripto

Jika kebijakan ini berlanjut, persaingan akan semakin terbatas, memaksa konsumen memilih opsi yang ditawarkan oleh bank besar. Pemerintah harus memastikan kebijakan tidak membatasi inovasi dan persaingan sehat dalam industri ini. [dp]


Disclaimer: Seluruh konten yang diterbitkan di Blockchainmedia.id, baik berupa artikel berita, analisis, opini, wawancara, liputan khusus, artikel berbayar (paid content), maupun artikel bersponsor (sponsored content), disediakan semata-mata untuk tujuan informasi dan edukasi publik mengenai teknologi blockchain, aset kripto, dan sektor terkait. Meskipun kami berupaya memastikan akurasi dan relevansi setiap konten, kami tidak memberikan jaminan atas kelengkapan, ketepatan waktu, atau keandalan data dan pendapat yang dimuat. Konten bersifat informatif dan tidak dapat dianggap sebagai nasihat investasi, rekomendasi perdagangan, atau saran hukum dalam bentuk apa pun. Setiap keputusan finansial yang diambil berdasarkan informasi dari situs ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pembaca. Blockchainmedia.id tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung, kehilangan data, atau kerusakan lain yang timbul akibat penggunaan informasi di situs ini. Pembaca sangat disarankan untuk melakukan verifikasi mandiri, riset tambahan, dan berkonsultasi dengan penasihat keuangan profesional sebelum mengambil keputusan yang melibatkan risiko keuangan.

Terkini

Warta Korporat

Terkait