Uang fisik adalah metode pembayaran yang paling normal sepuluh tahun yang lalu. Kemudian, di saat teknologi informasi semakin berkembang, pembayaran berbasis kartu diperkenalkan untuk mengurangi masalah keamanan saat membawa uang fisik, terutama dalam jumlah besar. Jika saya tak keliru, perlu bertahun-tahun hingga pembayaran berbasis kartu menjadi lazim seperti sekarang ini.
Dimaz Ankaa Wijaya
Peneliti di Blockchain Research Joint Lab Universitas Monash, Australia
Kartu debit ataupun kartu kredit adalah metode pembayaran yang tidak terlalu sulit digunakan. Cukup dengan menempelkan kartu fisik ke alat EDC, maka pembayaran selesai dilakukan. Apabila dilihat dari sisi kenyamanan, model pembayaran ini relatif lebih mudah dibandingkan dengan uang fisik.
Bagaimana dengan bitcoin?
Para evangelis mata uang kripto tidak henti-hentinya berpromosi tentang kemudahan penggunaan bitcoin. Namun sejatinya, bitcoin itu sulit digunakan. Mengapa demikian?
Bitcoin menganut teknologi yang barangkali cukup asing di telinga orang awam: kriptografi. Meskipun dunia perbankan dan teknologi finansial juga telah lama menerapkan teknik kriptografi untuk mengamankan informasi dari jangkauan para penjahat, namun mereka menerapkannya di belakang antarmuka pengguna. Dengan demikian, para pengguna tidak pernah tahu model kriptografi apa saja yang digunakan.
Sangat berbeda dengan bitcoin atau mata uang kripto lainnya, di mana teknik kriptografi yang digunakan terekspos semaksimal mungkin. Bahkan mata uang kripto memberikan pengalaman kriptografi tingkat lanjut bagi semua penggunanya. Hal ini dapat dengan mudah terlihat dari alamat Bitcoin yang merupakan turunan dari kunci publik (public key) atau lebih teknisnya lagi, versi singkat dari kunci publik milik si pengguna Bitcoin. Jikalau biasanya transaksi finansial melibatkan alamat tujuan yang direpresentasikan dengan cara semudah mungkin, hal ini tidak diterapkan di dalam sistem mata uang kripto pada umumnya.
Meskipun teknik kriptografi merupakan teknologi inti dari mata uang kripto, aspek-aspek teknis yang ada di dalamnya cukup mempersulit orang awam dalam menggunakan mata uang kripto tersebut. Karena segala sesuatu yang berhubungan dengan uang harus dilakukan dengan kehati-hatian ekstra, maka hal ini menjadi salah satu ganjalan bagi adopsi bitcoin yang lebih luas lagi.
Tren ini jelas terlihat ketika bitcoin pertama kali diadopsi oleh mereka yang berkecimpung di dunia komputer. Ekspansi bitcoin ke ranah yang lebih luas barangkali lebih disebabkan karena melonjaknya harga bitcoin, ditambah lagi bumbu-bumbu cerita suspens seputar bitcoin yang menjadi bahan tulisan berbagai media di seluruh penjuru dunia. Saya akan menyebut beberapa permasalahan yang menghindarkan lebih banyak orang menggunakan mata uang kripto.
Kompleksitas kriptografi
Teknik kriptografi memang menyajikan solusi baru terhadap permasalahan rumit yang umumnya dialami dalam kehidupan sehari-hari, seperti yang dilakukan dalam teknologi blockchain (atau lebih tepatnya teknologi mata uang kripto). Namun kompleksitasnya justru menjadi senjata makan tuan bagi teknik kriptografi yang terlalu “telanjang” di mata penggunanya. Bayangkan saja, untuk mengirim bitcoin, seorang pengguna harus mengetik setidaknya 34 karakter yang tampak acak, seperti contoh berikut: 1ESuXuXBQauyXBxhoh8ubarwUWd13ozMWP
Jika dibandingkan dengan nomor rekening bank yang hanya 12-13 karakter, tentu saja alamat bitcoin ini jauh lebih panjang, 2 hingga 3 kali lipat. Ditambah lagi, si pengirim tidak dapat mengetahui apakah alamat ini benar atau salah, mengingat bahwa tidak akan ada model pengecekan kebenaran nomor rekening, seperti pada saat seseorang mengirim uang lewat transfer antarbank. Jika ada satu karakter saja yang salah tulis, maka bisa dipastikan bitcoin tersebut tidak akan sampai ke pihak penerima.
Terlalu banyak pilihan
Hal lain yang juga menyulitkan pengguna baru adalah begitu banyaknya pihak yang menawarkan jasa terkait bitcoin, tidak seperti industri perbankan, di mana satu bank akan menyediakan (hampir) seluruh kebutuhan perbankan seseorang. Dalam dunia mata uang kripto, seorang pengguna harus memilih aplikasi wallet-nya sendiri. Mengingat bahwa tidak ada standarisasi aplikasi wallet, maka ada kemungkinan sang pengguna baru memilih wallet yang salah. Pengalaman buruk dapat membuat sang pengguna jera dan berhenti menggunakan mata uang kripto.
Regulasi yang rumit
Tidak hanya dalam hal wallet saja, membeli mata uang kripto juga bukan perkara mudah. Banyak hal yang harus dipenuhi untuk sekedar membuat akun, lalu melakukan deposit, dan membuat order di pasar. Mata uang kripto memang sesuatu yang amat membingungkan!
Meskipun tak dapat disangkal bahwa regulasi dibuat untuk melindungi pihak-pihak yang terkait, namun harus diakui pula bahwa aturan yang ada amatlah rumit untuk dipenuhi, lebih-lebih lagi jika tidak ada kantor fisik pasar mata uang kripto. Bagaimana mungkin industri mata uang kripto menyasar kaum awam yang tidak familiar dengan sistem yang ada, tanpa menyediakan infrastruktur yang memadai? Tidak salah bila saya sebut adopsi massal bitcoin adalah mimpi di siang bolong.
Berjenis-jenis mata uang kripto
Kita masih berbicara soal bitcoin. Padahal di dunia ini terdapat berjenis-jenis mata uang kripto; lebih dari 1600 jenis yang tercatat di Coinmarketcap.com. Masing-masing mata uang kripto memiliki “aturan” tersendiri, yang bisa sangat jauh berbeda satu dengan yang lainnya. Bandingkan dengan valuta asing yang meskipun berbeda jenis, namun perlakuannya serupa, yakni uang. Sedangkan mata uang kripto tidak demikian. Ada yang berupa koin, ada yang disebut token, ada yang layer pertama, pun juga layer kedua. Bingung? Wajar saja.
Pendapat otoritas
Banyak orang masih bergantung pada pendapat otoritas atas sebuah produk baru. Sayangnya, hanya ada beberapa otoritas saja yang ramah terhadap teknologi mata uang kripto. Memang hampir semua pemerintahan menyambut baik teknologi blockchain (yang mendasari mata uang kripto), namun ternyata mata uang kripto banyak mendapatkan ancaman dari mereka-mereka ini.
Simpulan
Berbeda halnya dengan pengembangan teknologi perbankan yang berfokus pada pemberian kemudahan pada pengguna, pengembangan teknologi mata uang kripto lebih cenderung kepada peningkatan fitur canggih dan keamanan yang lebih baik, dengan mengesampingkan pengalaman pengguna. Layanan yang berfokus pada pengguna juga amat terbatas, sehingga mata uang kripto barangkali hanya terakses oleh kaum milenial dan mereka yang memang fasih bermain teknologi. Adopsi massal bitcoin barangkali masih harus menunggu dua-tiga generasi mendatang. Itupun jika bitcoin memang masih mampu bertahan.
Atau, mungkin bitcoin akan bernasib sama seperti teknologi enkripsi surel PGP, yang hadir sejak puluhan tahun yang lalu namun tidak pernah mencapai puncak kejayaannya, mengingat betapa sulit PGP digunakan. Entahlah. Waktu yang akan menjawabnya. []