Seiring meningkatnya permintaan terhadap stablecoin, yaitu kripto yang diklaim memiliki nilai stabil, banyak perusahaan di Barat, terutama di Amerika Serikat, meluncurkan stablecoin masing-masing. Tidak terdengar banyak soal hal ini dari perusahaan-perusahaan di Timur, khususnya Jepang dan Korea Selatan yang jauh lebih maju dalam hal teknologi dan adopsi kripto. Tetapi kini tren tersebut mulai berubah, sebab First Bank of Toyama di Jepang telah meluncurkan proyek rintisan untuk menguji coba stablecoin besutannya.
CoinGape melaporkan, menurut pengumuman terbaru dari Jepang, First Bank of Toyama telah memulai proyek rintisan untuk menguji coba stablecoin bernama First Bank Coin (FBC), di mana komersialisasi token ini akan dilaksanakan pada Oktober 2019. Disinyalir stablecoin tersebut akan dipatok terhadap mata uang nasional Jepang, yen, dengan rasio 1:1. Jika berjaya, FBC akan jadi salah satu stablecoin langka yang tidak dipatok terhadap dolar AS.
Menurut laporan itu, stablecoin baru ini awalnya akan digunakan di dalam lingkungan bank. Para pegawai First Bank of Toyama bisa membelanjakannya di markas bank sebagai alat pembayaran. Pegawai-pegawai tersebut juga bisa memakai stablecoin FBC untuk kebutuhan pengiriman uang melalui aplikasi ponsel.
First Bank Coin bukanlah stablecoin pertama yang diluncurkan di Jepang. Pada April silam, Mitsubishi UFJ Financial Bank, salah satu bank terbesar di Jepang, menguji coba stablecoin MUFG yang memungkinkan pegawainya membeli barang kebutuhan di sebuah toko serba-ada “tanpa pegawai” di dalam lingkungan bank tersebut.
Dalam uji coba itu, yang kini sudah memasuki tahap lanjut, para pegawai bank hanya butuh melakukan pemindaian terhadap produk yang ingin mereka beli menggunakan aplikasi ponsel MUFG, dan pembayaran dilakukan secara otomatis.
Pada awal Oktober, GMO Internet Group, sebuah perusahaan Internet terbesar yang juga salah satu operator bursa kripto berlisensi di Jepang, juga mengungkapkan rencana untuk meluncurkan uang virtual yang stabil terhadap nilai yen pada tahun depan. Perusahaan ini mengklaim bahwa proyek mereka mengalami progres yang bagus dan mendapat sokongan dari sejumlah bank di Jepang.
Masih perlu dilihat bagaimana stablecoin akan diterima dari segi regulasi uang kripto Jepang. Pekan lalu, regulator keuangan Jepang Financial Services Authority (FSA) mengatur bahwa stablecoin tidak termasuk kategori uang kripto.
“Pada prinsipnya, stablecoin yang dipatok terhadap mata uang legal tidak termasuk kategori ‘mata uang virtual’ menurut Akta Layanan Pembayaran,” jelas FSA.
FSA menambahkan bahwa perusahaan yang meluncurkan stablecoin tidak wajib mendaftarkan diri ke organisasi manapun. Industri kripto Jepang diberikan hak untuk meregulasi dirinya, dan keputusan FSA tentang stablecoin berarti stablecoin akan memiliki aturannya sendiri.
Stablecoin digadang-gadang sebagai penyelamat industri kripto, sebab kripto ini dipatok ke aset yang stabil, sehingga terlindungi dari volatilitas yang menghambat adopsi mainstream Bitcoin sebagai nilai simpan yang terpercaya dan alat pembayaran.
Namun, salah satu stablecoin ternama, Tether (USDT) disorot media akibat kontroversi beberapa bulan terakhir. Stablecoin ini kehilangan nilai 1:1 terhadap dolar AS akibat sentimen negatif dan pernah turun hingga mencapai nilai di bawah US$0,90. [ed]