Amankah Bitcoin Jika Komputasi Kuantum Semakin Canggih?

World Economic Forum (WEF) dalam laporan teranyarnya, November 2020, menyoroti ancaman besar perkembangan komputasi kuantum di masa depan terhadap sistem kriptografi asimetris, yang notabene digunakan oleh dompet Bitcoin.

“Komputasi kuantum mengancam kriptografi asimetris yang banyak digunakan saat ini. Padahal perusahaan dan ekonomi digital sangat bergantung pada sistem kriptografi itu,” sebut WEF dalam laporannya.

Menurut WEF, sejumlah penelitian saat ini belum bisa merancang penangkal ampuh jikalau komputasi kuantum semakin canggih.

“Jika komputasi kuantum kelak mampu menebas sistem kriptografi asimetris, sebelum ekosistem digital telah mencapai transisi yang diperlukan menangkalnya, maka itu akan menciptakan risiko keamanan siber yang besar,” sebut WEF.

Betapa seriusnya masalah itu, WEF sangat menyarankan beberapa negara-negara besar untuk bekerjasama merancang dan menciptakan sistem ampuh guna menangkal keunggulan komputasi kuantum itu.

Wacana ancaman komputasi dan perangkat komputer kuantum di ranah Bitcoin sebenarnya bukanlah hal baru. Tetapi yang cukup menonjol dan sempat menjadi buah bibir adalah pada September 2019 lalu.

Google kala itu mengklaim telah membuat komputer kuantum yang mampu memecahkan perhitungan matematika yang sebelumnya mustahil. Pengumuman itu mengakibatkan sejumlah pihak merasa Bitcoin bisa menjadi sasaran. Google menyebutnya sebagai “Quantum Supremacy”, karena menjadi kekuatan komputasi kuantum yang tertinggi saat ini.

Rincian “supremasi kuantum Google”, yang berarti solusi mereka mampu melakukan perhitungan yang tidak bisa dilakukan komputer biasa, diunggah ke situs NASA sebelum kemudian dicabut.

Komputer kuantum Google itu disebutkan mampu melakukan komputasi 10 ribu tahun hanya dalam 200 detik saja, sehingga berpotensi memecahkan enkripsi yang menjadi landasan keamanan jaringan Bitcoin.

Bitcoin, kriptografi dan enkripsi mengandalkan persoalan matematika rumit dan fundamentalnya menjadi dasar bagi Internet serta kepercayaan komunikasi digital. Komputer yang cukup kuat bisa memecahkan persoalan tersebut dengan cepat untuk meretas bukan hanya Bitcoin tetapi juga enkripsi yang menjadi landasan Internet.

Membludaknya investor Bitcoin dan harga Bitcoin beberapa tahun terakhir membuat banyak pihak khawatir kekayaan kripto mereka terancam oleh komputer kuantum. Kendati demikian, ada langkah-langkah yang bisa ditempuh untuk mencegah Google atau komputer kuantum lain memecahkan Bitcoin dan komunikasi digital.

Charles Hayter, ketua eksekutif situs data kripto CryptoCompare, kala itu menjelaskan, “Kripto bisa diperbarui dengan teknologi anti kuantum. Hal ini hanya merupakan kelanjutan perseteruan lama antara peretas dan pengenkripsi.”

Menurut sejumlah ahli, Google masih jauh dari berhasil membangun komputer kuantum yang bisa mengancam Bitcoin atau enkripsi lain. Dragos Ilie, periset komputasi kuantum, berkata komputer Google hanya memiliki 53 qubit.

Qubit atau quantum bits adalah unit hitung dasar informasi kuantum yang menggunakan sifat-sifat sistem kuantum, seperti polarisasi foton atau putaran elektron, sedangkan komputer biasa menyimpan dan memroses serangkaian data berbentuk angka 1 dan 0.

“Agar berdampak kepada Bitcoin atau sistem keuangan lain, dibutuhkan setidaknya 1,500 qubits dan sistem itu harus mampu menyatukan semuanya,” jelas Ilie.

Google bahkan tidak semaju yang dikira banyak orang, dengan adanya laporan susulan yang menyebut pengumuman supremasi kuantum itu dicabut sebab belum dikonfirmasi. Di sisi lain, membuat komputer kuantum yang besar adalah tantang sulit menurut Ilie.

“Seiring bertambahnya qubit, sistemnya menjadi semakin tidak stabil, tetapi periset bisa mencari berbagai pendekatan untuk memecahkan masalah ini. Mungkin ada cara untuk meredam masalah tersebut, tetapi kita masih jauh dari bisa memecahkan Bitcoin,” tambah Ilie.

Cendekiawan Bitcoin terkemuka, Andreas Antonopoulos tidak khawatir dengan kekuatan komputer kuantum yang disebut-sebut mengancam jaringan blockchain, termasuk Bitcoin.

“Apakah komputer kuantum milik Google itu berdampak pada mekanisme penambangan Bitcoin dan mata uang kripto secara umum? Jawabnya tidak! Quantum Supremacy, sebagaimana yang disebut Google hanya sekadar menunjukkan terapan praktis bahwa komputer kuantum memang mampu menyelesaikan sejumlah persoalan matematis yang sangat rumit dan khusus (certain class). Persoalan matematis itu tidak serupa dengan persoalan yang kini kita hadapi dalam konteks kriptografi di blockchain,” tegas Andreas dalam wawancara dengan Cointelegraph, Kamis (10/10/2019).

Pendapat Andreas tampak bertolak belakang dengan pendapat pakar lain soal komputer kuantum Google itu.

Stewart Allan, COO IonQ, perusahaan pembuat komputer kuantum berpendapat akan butuh 10 tahun sebelum kriptografi pasca-kuantum menjadi persoalan penting. Menurutnya, saat itu akan ada seseorang yang berhasil menemukan blockchain yang tahan kuantum. Kendati demikian, pihak lain menyebutkan permasalahan ini justru memerlukan perhatian lebih mulai dari sekarang.

Selain terhadap Bitcoin, komputasi kuantum berpotensi menjadi ancaman terhadap keamanan data. Rob Campbell dari Med Cybersecurity mengatakan badan-badan pemerintah seringkali memiliki teknologi yang jauh lebih canggih dibanding umum. Pemerintah bisa saja sudah memiliki komputasi kuantum, tetapi dirahasiakan.

Campbell menjelaskan jika ada badan pemerintah oposisi yang mengumpulkan data terenkripsi saat ini, mereka bisa mendekripsinya di kemudian hari ketika sudah ada kekuatan komputer kuantum yang sudah mumpuni. Hal ini kelak menjadikan kriptografi tahan kuantum sebagai persoalan keamanan nasional dan menjadi isu global yang sangat penting.

Komputasi kuantum ini ibarat pedang bermata dua, di satu sisi dapat dimanfaatkan oleh peretas yang jahat, tetapi bisa dimanfaatkan oleh pakar kriptografi juga demi keamanan informasi. Informasi yang tahan kuantum akan tahan terhadap serangan man in the middle, di mana peretas mencegat pengiriman informasi tanpa harus mendekripsi kuncinya.

Sejumlah proyek blockchain mengklaim sudah menerapkan teknik tahan kuantum dalam sistem mereka, seperti Quantum Resistant Ledger, IOTA, HyperCash dan Starkware. Tetapi, sebelum ada algoritma tahan kuantum yang terbukti dan diterima oleh komunitas akademis, tidak ada jaminan proyek-proyek blockchain tersebut benar-benar tahan kuantum.

Agar sebuah blockchain desentralistik diperbarui, harus ada persetujuan dari mayoritas komunitas. Selain itu, jika terjadi pembaruan blockchain tahan kuantum, dompet-dompet yang belum tahan kuantum akan rentan diserang. Hal ini termasuk 1 juta Bitcoin yang tersimpan di dompet pencipta Bitcoin, Satoshi Nakamoto, bila tidak dipindahkan ke dompet tahan kuantum.

Potensi ancaman tersebut menekankan, meskipun komputasi kuantum baru akan muncul 10 tahun lagi menurut estimasi, tetap menjadi prioritas untuk meriset teknologi tahan kuantum demi mengurangi resiko terjadinya bencana keamanan data.

Prediksi yang lebih agresif datang dari Divesh Aggarwal dan kawan-kawan. Melalui penelitian, mereka memprediksi Bitcoin dapat diretas secara mudah dengan komputer kuantum pada tahun 2027. Bahkan mereka menyebutkan skema elliptic curve signature pada Bitcoin adalah yang paling rentang diretas.

Apa itu komputer kuantum?
Komputer kuantum adalah komputer yang menerapkan teori mekanika kuantum. Dasarnya adalah bahwa energi tidak bergerak kontinu, tetapi diskrit alias berupa “paket” atau kuanta. Sebagai sebuah ilmu, mekanika kuantum berpusat pada tataran atom dan subatom (partikel: elektron, proton dan neutron) terhadap sebuah unsur. Di sinilah sebuah unsur, misalnya Hidrogen dijadikan bagian dari prosesor komputer kuantum. Nah, sifat kuantum dari partikel dapat digunakan untuk mewakili data dan struktur data dan untuk melakukan operasi komputasi dengan data ini.

Prosesor komputer kuantum Bristlecone milik Google.

Prosesor komputer biasa bergantung pada komponen penting yakni transistor yang bersifat semikonduktor. Bahan dasarnya biasanya adalah Germanium, Silikon, ataupun Gallium Arsenide. Informasi komputer disimpan dengan notasi 1 dan 0 alias bilangan binari (binary digit/bit). Bilangan itu mewakili keadaan benar/salah atau menyala/padam. Bilangan desimal 1 (satu) misalnya disimpan dengan bilangan binari 000 dan bilangan desimal 7 disimpan dengan bilangan binari 111. Perpaduan dari sejumlah bilangan binari itulah yang menghasilkan data dan informasi di komputer.

Nah, sedangkan pada komputer kuantum notasi 1 dan 0 bisa diolah sekaligus pada saat yang bersamaan, bukan bergantian. Di sini satuan informasi terkecil disebut qubit (quantum bit) dan kemampuan lebih olah informasinya disebut dengan “quantum superposition”. Karena itulah data dan informasi pada komputer kuantum berlangsung ribuan kali lipat daripada komputer biasa.

Image result for bit and qubit
Perbandingan antara bit dan qubit.

Sejumlah komputer kuantum saat ini menggunakan hasil modifikasi dari algoritma Shor yang diciptakan oleh Peter Shor pada tahun 1994 agar private key semakin sukar diretas.

Miruna Rosca menyebutkan komputer kuantum yang cukup hebat saat ini adalah komputer kuantum Bristlecone milik Google. Komputer itu masih berkekuatan 72 qubit. Katanya, perlu kekuatan 4.000 qubit untuk bisa meretas algoritma kriptografi yang dimiliki manusia saat ini, seperti SHA256 yang disematkan pada blockchain Bitcoin.

Sebenarnya bukan kali ini saja wacana soal ancaman komputer kuantum terhadap blockchain, khususnya Bitcoin.

Beberapa waktu lalu Alexander Lvovsky, Pakar Fisika Universitas  Oxford mendedahkan hal serupa.

“Komputer kuantum adalah ancaman terhadap semua jenis keamanan digital, di mana ada penerapan kriptografi public key di dalamnya. Blockchain juga tidak dapat mengelak, karena ada aspek anonimitas di dalamnya. Blockchain hanya dilindungi oleh kriptografi public key. Kalau di pengelolaan layanan perbankan biasa masih ada keterlibatan manusia, seperti melalui penggunaan kartu debit dan ATM, di blockchain Anda tidak perlu sebagai manusia untuk dapat menggunakannya,” tuturnya kepada Gizmodo.

Maksud Lvovsky adalah aspek otomatisasi lumrah terjadi di blockchain. Dan itu mampu berjalan tanpa kehadiran manusia, tetapi cukup dijalankan dengan robot berwujud peranti lunak.

IBM juga tak lupa menyampaikan kepada publik. Pada acara IBM Think 2019, Wakil Presiden Blockchain dan Uang Digital IBM Jesse Lund mengatakan komputer kuantum dapat mengungkap private key yang mengendalikan dompet kripto dengan cara meretas public key. Lund menyatakan, “Public key Anda menjadi sangat rentan dan saya pikir ini adalah ancaman yang dekat dan nyata.”

Bitcoin merupakan pembukuan (ledger) terbuka, sehingga siapapun bisa melihat public key mana yang menyimpan dana terbesar. Seorang oknum dapat mengincar public key dengan dana besar, lalu menggunakan komputer kuantum untuk mengungkap private key dari public key, tambah Lund.

Komputer kuantum diperkirakan dapat dipakai untuk mengungkap (reverse engineer) private key dari public key pasangannya, sehingga semua bentuk kriptografi public key menjadi rentan. Lund meyakini setidaknya setengah dari semua blockchain yang ada terbuka terhadap serangan ini. [red]

Terkini

Warta Korporat

Terkait