Analis dari Fairlead Strategies, Katie Stockton mengatakan, bahwa support terkuat harga Bitcoin adalah US$27.200. Ini menegaskan pasar masih sangat bearish dan akan disusul pelemahan berikutnya.
“Pasar kripto saat ini sedikit senyap, termasuk Bitcoin (BTC). Berdasarkan kajian kami, harga Bitcoin (BTC) akan menemui support terkuatnya di kisaran US$27.200,” kata Stockton kepada CNBC, Kamis (5/5/2022) ketika harga Bitcoin di kisaran US$39.500, naik cepat dibandingkan hari sebelumnya, pasca The Fed mengumumkan kenaikan suku bunga acuan.
"It feels a little eerily quiet right now in the #bitcoin market or #crypto in general," says @StocktonKatie "But the bitcoin chart is broken by my measures … it puts next support around $27,200." pic.twitter.com/R9qbKCFss9
— Squawk Box (@SquawkCNBC) May 5, 2022
Kenaikan cepat harga Bitcoin dan sejumlah kripto lainnya itu juga selaras dengan penguatan harga saham di pasar AS.
Stockton menyatakan bahwa secara teknikal, pergerakan sisi panjang Bitcoin cukup mampu menembus support level saat ini.
Support Terkuat Harga Bitcoin adalah US$27.200
Berdasarkan indikator Fibonacci, dia menyebut US$27.200 sebagai kemungkinan harga di mana Bitcoin dapat menemukan support berikutnya ketika mulai turun.
Ini, menurut Stockton, sebagai faktor utama melemahnya pasar kripto saat ini.
“Ada korelasi yang kuat antara Bitcoin dan Nasdaq 100, dan indeks S&P 500, yang turun saat ini, menyatakan bahwa Bitcoin harus dianggap sebagai aset berisiko, karena mungkin mengikuti gerak saham tersebut,” tegasnya.
Bahkan ia memastikan, untuk pasar saham, belum ada katalis positif yang dari sisi analisis teknikal.
Ketika artikel ini ditulis, Kamis (5/5/2022) pukul 22:13 WIB, harga Bitcoin cepat merosot 7 persen kurang dari 2 jam, dari US$39.454 menjadi US36.594.
Meninjau proyeksi Stockton, berdasarkan analisis teknikal di TradingView, support memang bisa menyentuh kisaran US$27 ribuan itu, namun pada skala mingguan (weekly).
Dampak Terus Menguatnya Dolar AS
Melemahnya pasar kripto saat ini ditengarai karena semakin menguatnya dolar, karena The Fed melakukan intervensi pasar untuk menarik dolar dari pasar untuk menyelamatkan AS dari terjangan inflasi yang saat ini mencapai 8,5 persen. Caranya adalah dengan menaikkan suku bunga acuan dan kelak merampingkan neraca mereka dengan menjual aset-asetnya. Lihatlah pada 26 April 2022, indeks dolar (DXY) mencapai lebih dari 103, melampaui tertinggi Januari 2017. Menguatnya dolar akibat kenaikan suku bunga akan membuat produk tabungan di perbankan akan lebih menarik, termasuk imbal hasil obligasi pemerintah AS.
Namun, di saat yang sama kebijakan itu berpeluang munculnya resesi yang bisa memaksa The Fed menggelontorkan dana lagi ke pasar, sehingga melemahkan lagi dolar. Ini adalah saat ini di mana pasar kripto bisa diuntungkan dan pasar saham sebaliknya, jika memang terjadi decoupling.
Perihal bilakah resesi diperkirakan terjadi, kita bisa berkaca pada pendapat Bank of America belum lama ini, termasuk Deutcshce Bank. Mereka meramalkan resesi bisa terjadi pada tahun depan.
Proyeksi waktu ini selaras dengan rata-rata hitung resesi, jika pelemahan ekonomi terjadi selama dua kuartal berturut-turut, pasca kebijakan bank sentral digelar. [ps]