Tahun Baru Imlek pada 12 Februari 2021 nanti, disebut seorang analis bisa menjadi faktor menekan harga Bitcoin ke bawah lagi. Penambang Bitcoin asal Tiongkok bersiap-siap?
“Dengan liburan Tahun Baru Imlek yang akan datang, kami memperkirakan tekanan jual terhadap Bitcoin akan berlanjut dalam jangka pendek. Ini sekaligus memberikan peluang masuk yang baik bagi pelaku pasar. Kami juga memperkirakan volatilitas ini akan bertahan dalam beberapa minggu mendatang, menambah tekanan pada koreksi lebih lanjut untuk harga Bitcoin,” kata Lennard Neo analis dari Stack Funds, dilansir dari Cointelegraph belum lama ini.
Menurut Stack Funds, tekanan jual yang sedang berlangsung pada harga Bitcoin kemungkinan akan berlanjut dalam jangka pendek karena penambang Bitcoin asal Asia semakin banyak melepas dana mereka di tengah liburan selama Tahun Baru Imlek seminggu yang akan datang.
Dengan lebih dari 60 persen penambang Bitcoin global berada di Tiongkok, Lennard Neo berspekulasi akan banyak tekanan jual datang dari penambang Tiongkok.
Konsumsi Listrik Tambang Bitcoin Lampaui Belanda, Dekati Uni Emirat Arab
Ia menyoroti bahwa indeks posisi penambang atau MPI, telah mengalami lonjakan besar baru-baru ini, yang menunjukkan kemunduran harga Bitcoin berikutnya. MPI sebelumnya melonjak ke level tertinggi sejak 2019 pada pertengahan Januari 2021.
Lennard Neo menyimpulkan bahwa aksi jual yang sedang berlangsung bertepatan dengan liburan yang akan datang, menunjukkan bahwa harga support belum terlihat.
Konsumsi Listrik Tambang Bitcoin Lampaui Belanda
Kini tingkat konsumsi listrik tambang Bitcoin sudah melampaui Belanda dan dekati Uni Emirat Arab, yakni 109,89 Terawatt jam per tahun. Sentra tambang Bitcoin masih di Tiongkok
Beberapa waktu lalu disebutkan bahwa total konsumsi listrik tambang Bitcoin secara global hampir melampaui Belanda, yakni 103,36 Terawatt jam per tahun.
Berdasarkan data terbaru dari Cambridge Bitcoin Electricity Consumption Index, konsumsi listrik tambang Bitcoin sudah melampaui Negeri Kincir Angin itu, yakni 109,89 Terawatt jam per tahun.
Peningkatan itu hampir melampaui Uni Emirat Arab, yakni 113,20 Terawatt jam per tahun. Artinya, hanya terpaut 4,4 Terawatt jam per tahun dengan Bitcoin.
Total Konsumsi Listrik Tambang Bitcoin Kini Hampir Setara Belanda
Data konsumsi listrik negara dilansir Cambridge dari data terakhir tahun 2016 oleh Central Intelligence Agency (CIA).
Tingkat konsumsi listrik ini memang selaras dengan peningkatan hash rate penambangan Bitcoin secara global, sejak Desember 2020.
Peningkatan konsumsi listrik penambangan Bitcoin dan hash rate, dapat ditafsirkan sebagai cerminan peningkatan permintaan terhadap Bitcoin di pasar aset kripto.
Sementara itu, tingkat profitabilitas yang diperoleh oleh para penambang juga meningkat pesat sejak 18 Oktober 2020.
Tiongkok Masih Mendominasi
Penambangan Bitcoin juga masih didominasi oleh Tiongkok, mencapai 65,08 persen, disusul oleh Amerika Serikat, lalu Rusia. Wilayah Asia diwakili oleh Malaysia (4,33 persen) di peringkat ke-5.
Di Tiongkok sendiri terjadi perubahan besar sentra tambang Bitcoin, dari Sichuan menjadi Xinjiang.
Peralihan ini dimulai sejak November 2020, sebab Xinjiang didapuk sebagai kota industri baru dengan tarif listrik yang lebih murah dan lebih ramah lingkungan, dibandingkan di Sichuan, yang praktis mengandalkan tenaga air yang sangat bergantung pada musim dan diesel.
Prediksi Harga
Pada 9 Januari 2021, harga Bitcoin mencapai 42 ribu per BTC (Rp593 juta). Itu adalah rekor terbaru tertinggi masa.
Bloomberg Intelligence memrediksi bahwa harga Bitcoin bisa mencapai lebih dari US$50 ribu (700 juta) pada tahun ini. [red]