Sebagai kelas aset baru berwujud digital, Bitcoin kerap disalahpahami ataupun sengaja disalahmengerti oleh banyak pihak. Perusahaan Galaxy Digital pimpinan Michael Novogratz, belum lama ini memaparkan apa dan mengapa makna Bitcoin selalu bersilangsengkarut.
Ada 10 kategori salah paham soal Bitcoin yang dipaparkan Galaxy Digital pada awal Juni 2020 itu. Satu hal menarik adalah anggapan bahwa Bitcoin sebagai bubble.
Lazimnya bubble dianggap momok yang mengerikan ketika value (nilai) sebuah objek terlalu tinggi lalu meledak, kemudian turun drastis.
Bitcoin telah mengalami momok itu dan memang telah terjadi, setidaknya ketika harga Bitcoin menyentuh harga tertinggi pada Desember 2017, US$19 ribu. Sejak saat itu, harga Bitcoin mengalami peluruhan hingga lebih dari 83 persen per Desember 2018.
Sejak itu pula harga Bitcoin berfluktuasi dan hari ini (3 Juni 2020) diperdagangkan di level US$9 ribu-an dan masih berjuang melampaui harga Desember 2017 itu.
Saat ini pula bermunculan perusahaan-perusahaan baru yang mengatasnamakan proyek blockchain dan aset kripto. Mereka menawarkan aset kripto yang dianggap memiliki valuasi tinggi.
Sebagian bangkrut dalam satu malam dan ada pula yang pura-pura bangkrut karena niatnya memang hanya menipu investor.
Menurut Galaxy Digital, tafsir bubble sejatinya terjadi di sektor industri dan bisnis apa saja yang dianggap berpeluang besar tumbuh di masa depan.
Internet bubble alias dot-com bubble misalnya berpangkal pada tahun 1991. Ketika itu banyak perusahaan berspekulatif berlebihan terhadap potensi teknologi Internet. Kala itu perusahaan berbondong-bondong membuat website dan menjual apa saja yang terkait dengan Internet. Di sana banyak sekali hype.
Harga saham-saham perusahaan yang terkait Internet pun melonjak. Perusahaan-perusahaan rintisan pun bermunculan. Hingga akhirnya pada tahun 1997-1999 puncaknya mulai terjadi.
Pada tahun 1999, 39 persen dari semua investasi modal ventura masuk ke perusahaan Internet. Tahun itu 295 dari 457 IPO (initial public offering) terkait dengan perusahaan Internet, diikuti oleh 91 pada kuartal pertama tahun 2000 saja. Peristiwa terbesar adalah megamerger AOL Time Warner pada Januari 2000, yang tercatat sebagai merger paling gagal dalam sejarah.
Pada akhir tahun 2001, sebagian besar saham perusahaan dot-com telah bangkrut. Bahkan harga saham dari saham teknologi blue-chip seperti Cisco, Intel dan Oracle kehilangan lebih dari 80 persen nilainya. Butuh waktu 15 tahun bagi Nasdaq untuk mendapatkan kembali puncak dot-com, yang terjadi pada 23 April 2015.
Namun, sebagian besar dari perusahaan justru bertahan dari nestapa saham itu. Perusahaan itu, Cisco, Intel dan Oracle masih tetap bertahan hingga detik. Termasuk pula Amazon, E-bay dan lain sebagainya.
Dan di saat yang sama, Internet yang kita rasakan saat ini sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia dan memunculkan bernaneka ceruk bisnis, mulai dari toko online, peer-to-per lending, big data dan lain sebagainya.
“Internet bubble tiba ketika teknologi baru masuk ke ranah sosial dan banyak pihak berdecak kagum terhadap potensinya. Kombinasi dari sikap lahiriah manusia dan sikap ‘overinvestment‘ menegaskan itu. Namun, kita bisa belajar banyak dari Internet bubble, bahwa Bitcoin saat ini adalah sistem ekonomi alternatif dan aset langka yang membawa peralihan paradigma baru di peradaban modern,” sebut Galaxy Digital.
Dalam kesimpulannya, Galaxy Digital menyoroti soal ketidakpastian kebijakan moneter bank sentral dan kebijakan fiskal pemerintah di banyak negara.
“Sejarah mengajarkan kita, bahwa ada dampak buruk dari kebijakan seperti itu, salah satunya adalah menurunnya kepercayaan terhadap nilai mata uang tertentu. Nah, aset kripto seperti Bitcoin berperan sebagai unsur demokratisasi dan perantara nilai-nilai baru. Seluruh struktur pasar dunia kelak bisa bermuatan aset peer-to-peer itu agar terjadi peralihan paradigma,” sebut Galaxy Digital.
Jadi, berkaca pada Internet bubble di masa lalu, “crypto bubble” adalah kekinian kita saat ini. Kelak lebih banyak perusahaan akan berluruhan, bangkrut, lari dan menipu. Dan sebagian kecil bertahan karena serius dan semakin yakin dengan potensi teknologi di balik itu, yakni blockchain.
Maka, tak heran perusahaan-perusahan “senior” kelas dunia mulai masuk ke ranah ini. Sebut saja Google, IBM, Facebook, Intel, Samsung dan lain sebagainya. Semuanya dimulai dari Bitcoin yang mengubah dunia. [red]