Apakah Bitcoin Bisa Tembus US$444.000? Ini Kata Ilmuwan

Sebuah makalah akademik yang terbit di Journal of Risk and Financial Management memicu perdebatan luas di kalangan pelaku pasar kripto. Studi bertajuk “A Supply-and-Demand Framework for Bitcoin Price Forecasting” itu memproyeksikan bahwa harga Bitcoin berpotensi mencapai US$444.000 pada pertengahan 2026.

Makalah tersebut ditulis oleh Murray Rudd dan Dennis Porter, dan menjadi bahan pembahasan dalam video terbaru dari analis kripto dan kreator kanal YouTube, Lark Davis.

Dalam ulasannya, Davis menyoroti bahwa proyeksi tersebut tidak berpegang pada grafik teknikal atau narasi pasar, melainkan pada model matematis sederhana berbasis penawaran dan permintaan.

“US$444.000 untuk satu BTC pada 2026 terdengar gila, tetapi inilah skenario paling optimistis menurut hitungan permintaan dan penawaran,” ujar Lark Davis.

Pasokan Bitcoin yang Terbatas dan Permintaan Institusi

Makalah tersebut menekankan bahwa dari total 21 juta BTC yang tersedia, hanya sekitar setengah yang benar-benar dapat diperdagangkan. Sejumlah besar koin telah hilang secara permanen atau berada di dompet milik pemegang jangka panjang yang tidak pernah melakukan transaksi.

Selain itu, setiap siklus halving, yang terakhir terjadi pada April 2024, secara otomatis mengurangi pasokan baru Bitcoin yang masuk ke pasar.

Dalam situasi tersebut, tekanan permintaan meningkat dari berbagai pihak, termasuk perusahaan publik, pengelola dana dan negara bagian yang mulai menambahkan BTC ke dalam neraca mereka sebagai cadangan strategis.

Rudd dan Porter menggunakan kurva permintaan constant elasticity of substitution untuk memodelkan hubungan antara pasokan yang semakin menyusut dan permintaan yang meningkat. Model ini dikalibrasi dengan asumsi harga Bitcoin sekitar US$65.000 pasca-halving April lalu dan pasokan cair sekitar 11 juta BTC.

Proyeksi Hingga 2045

Proyeksi US$444.000 bukan satu-satunya angka yang diajukan dalam makalah tersebut. Penulis juga memperkirakan kemungkinan harga BTC dapat menembus US$1 juta pada 2027, dan bahkan mencapai US$5 juta pada awal 2030-an jika tren permintaan institusional berlanjut, sementara pasokan likuid terus menyusut hingga di bawah dua juta koin.

Proyeksi ini juga sejalan dengan prediksi dari beberapa lembaga keuangan besar. Strategy, misalnya, memiliki model internal yang mematok harga BTC di angka US$13 juta pada tahun 2045. Sementara itu, Ark Invest milik Cathie Wood menyebut rentang harga Bitcoin antara US$1,5 juta hingga US$3,8 juta sebelum akhir dekade ini.

Meski terdengar optimistis, sejumlah analis dan ekonom menilai proyeksi ini terlalu menyederhanakan dinamika pasar. Salah satu kelemahan model ini adalah anggapan bahwa permintaan akan tumbuh secara stabil dan dapat diprediksi.

Dalam praktiknya, pergerakan harga kripto kerap dipengaruhi oleh faktor makroekonomi global seperti suku bunga, likuiditas sistem keuangan, hingga sentimen pasar yang berubah-ubah.

Selain itu, ketidakpastian jumlah koin yang benar-benar hilang atau kemungkinan koin lama kembali beredar juga menjadi variabel yang sulit diukur secara akurat.

Kemungkinan perubahan sikap institusi terhadap Bitcoin juga menjadi pertimbangan. Lonjakan harga yang terlalu cepat bisa memicu aksi ambil untung atau bahkan penundaan pembelian lebih lanjut dari pihak institusi.

Meski terdapat kelemahan pada asumsi model, proyeksi ini telah menambah narasi bullish dalam ekosistem Bitcoin. Terlepas dari ketepatan angkanya, makalah ini menegaskan pentingnya dinamika pasokan terbatas dan peningkatan permintaan sebagai faktor utama dalam pembentukan harga.

Saat ini, Bitcoin dipandang semakin serius sebagai aset penyimpan nilai jangka panjang, dan adopsi institusional terus meningkat. Namun, perkembangan pasar tetap bergantung pada berbagai faktor eksternal yang dinamis dan tidak selalu dapat diprediksi dengan model matematis semata. [st]

Terkini

Warta Korporat

Terkait