ARO Network, sebuah protokol berbasis Web3 asal Indonesia, mengusung misi besar untuk mendistribusikan ulang kepemilikan infrastruktur internet.
Proyek ini dibangun dengan prinsip desentralisasi dan dirancang untuk memungkinkan siapa saja menjadi pemilik dan penyedia layanan internet melalui teknologi blockchain.
Mengandalkan konsep dasar Web3, ARO Network menghadirkan solusi agar masyarakat tidak lagi hanya menjadi konsumen data, tetapi juga memiliki peran aktif dalam sistem yang menopang internet itu sendiri.
Bayangkan ARO ink seperti “Gojek”-nya dunia internet, bukan menggerakkan orang, tapi memobilisasi komputer rumahan yang menganggur menjadi bagian dari jaringan global.
Jika Netflix atau YouTube butuh server mahal dari Amazon, ARO justru membagi tugas itu ke ribuan pengguna biasa yang menyumbang ruang penyimpanan atau koneksi internet. Dengan sistem ini, data bisa disebar lebih cepat, murah dan tanpa pusat kendali, seraya memberi imbalan kripto bagi para kontributornya.
Disebut di situs resmi ARO Network, mereka menciptakan jaringan edge cloud yang terbuka dan terdesentralisasi, di mana publik dapat membagikan bandwidth yang tidak terpakai dan mendapatkan imbalan berupa token.
“Entitas perusahaan membeli sumber daya ini untuk menghadirkan konten—seperti video, game, dan layanan AI—dengan lebih cepat, cerdas, dan terjangkau kepada para pengguna mereka. Jadi, kontribusi Anda dilacak dan diberi imbalan secara adil,” sebut mereka.
Dengan ekosistem yang sedang tumbuh di Indonesia dan Asia Tenggara, ARO Network menargetkan pemerataan akses dan insentif yang lebih adil bagi para kontributor jaringan.
“ARO memungkinkan pengguna tidak hanya menikmati layanan internet, tetapi juga ikut memiliki dan mengembangkan infrastruktur digitalnya,” ujar Head of Marketing ARO Network, Adam Farhat, dalam keterangan tertulisnya belum lama ini.
Infrastruktur yang dikembangkan oleh ARO Network melibatkan mekanisme tokenisasi, edge nodes dan jaringan komunitas yang memungkinkan siapa pun berpartisipasi sebagai node operator.
Para pengguna yang berkontribusi akan mendapatkan imbalan berupa token sesuai dengan peran mereka dalam menjaga konektivitas dan mendistribusikan bandwidth.
Model insentif ini dinilai relevan di tengah tantangan konektivitas yang masih timpang di berbagai wilayah. Dalam sistem konvensional, perusahaan besar mendominasi akses dan distribusi internet, sedangkan ARO mencoba memecah dominasi tersebut dengan teknologi peer-to-peer yang terintegrasi dengan blockchain.
Menurut tim pengembangnya, ARO Network saat ini sudah berjalan secara nyata di beberapa lokasi di Indonesia.
Komunitas pengguna awal disebutkan telah mulai memasang node dan berkontribusi secara aktif. Hal ini menjadi bukti bahwa pendekatan mereka bukan sekadar teori.
“Kami ingin mengubah kepemilikan atas infrastruktur internet. Ini bukan sekadar teori, tetapi sudah berjalan dan terbukti menghasilkan,” ujar Adam Farhat.
Selain infrastruktur teknis, ARO Network juga membangun sistem ekonomi internal yang mendukung keberlanjutan proyek.
Token ARO misalnya digunakan sebagai alat tukar dan insentif dalam jaringan, sekaligus menciptakan peluang ekonomi baru bagi komunitas.
Penggunaan token ini juga diharapkan menjadi model ekonomi yang lebih transparan dan terdistribusi dibandingkan model konvensional.
Di saat dunia makin sadar akan pentingnya privasi, kontrol data dan keterbukaan akses digital, ARO Network menawarkan pendekatan berbeda yang bertumpu pada kepemilikan kolektif.
Dalam jangka panjang, proyek ini ingin mendorong kemandirian digital di tingkat lokal, sekaligus membuka peluang investasi baru di sektor infrastruktur.
“Visi kami sederhana. Jika semua orang bisa memiliki sedikit bagian dari internet, maka masa depan digital akan lebih adil dan merata,” ungkap Farhat.
ARO Network saat ini masih dalam tahap pengembangan awal, namun pertumbuhan komunitasnya menunjukkan tren positif.
Dengan pendekatan Web3 yang inklusif dan berbasis partisipasi, mereka berharap mampu membentuk ulang cara dunia membangun dan mengelola jaringan internet. [st]
Disclaimer: Seluruh konten yang diterbitkan di Blockchainmedia.id, baik berupa artikel berita, analisis, opini, wawancara, liputan khusus, artikel berbayar (paid content), maupun artikel bersponsor (sponsored content), disediakan semata-mata untuk tujuan informasi dan edukasi publik mengenai teknologi blockchain, aset kripto, dan sektor terkait. Meskipun kami berupaya memastikan akurasi dan relevansi setiap konten, kami tidak memberikan jaminan atas kelengkapan, ketepatan waktu, atau keandalan data dan pendapat yang dimuat. Konten bersifat informatif dan tidak dapat dianggap sebagai nasihat investasi, rekomendasi perdagangan, atau saran hukum dalam bentuk apa pun. Setiap keputusan finansial yang diambil berdasarkan informasi dari situs ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pembaca. Blockchainmedia.id tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung, kehilangan data, atau kerusakan lain yang timbul akibat penggunaan informasi di situs ini. Pembaca sangat disarankan untuk melakukan verifikasi mandiri, riset tambahan, dan berkonsultasi dengan penasihat keuangan profesional sebelum mengambil keputusan yang melibatkan risiko keuangan.