Mantan CEO BitMEX, Arthur Hayes, baru-baru ini merilis esai menarik yang menyoroti kemungkinan konsekuensi dari kebijakan moneter AS terhadap bank-bank Jepang.
Berjudul Shikata ga nai, sebuah frasa Jepang yang berarti tidak bisa dihindari, esai ini menyoroti dilema yang dihadapi bank-bank tersebut dan menjelaskan rangkaian peristiwa yang dapat mempengaruhi pasar keuangan global, terutama menguntungkan Bitcoin dan kripto lainnya.
Bank Jepang dan Perdagangan Carry Dolar-Yen
Cryptopolitan melaporkan bahwa, bank-bank Jepang telah lama terlibat dalam perdagangan carry dolar-yen untuk mendapatkan imbal hasil yang lebih tinggi.
Ini melibatkan meminjam yen dari penabung lokal dengan hasil mendekati nol dan menginvestasikannya di Treasuri AS (UST) yang menawarkan pengembalian lebih baik bahkan ketika dilindungi terhadap risiko mata uang. Namun, lanskap ekonomi telah berubah drastis akibat kebijakan moneter AS baru-baru ini.
Inflasi di AS melonjak akibat pembayaran stimulus yang besar dan tindakan penguncian selama pandemi COVID-19.
Sebagai tanggapan, The Fed menaikkan suku bunga dengan kecepatan yang belum pernah terjadi sebelumnya, mirip dengan tahun 1980-an. Kenaikan suku bunga yang agresif ini sangat merugikan pemegang UST, menyebabkan pasar obligasi terburuk sejak Perang 1812.
Efek riak dari kebijakan ini kali pertama dirasakan di sektor perbankan AS. Pada Maret 2023, tiga bank besar runtuh dalam rentang dua minggu, yang memerlukan bailout untuk semua UST yang dimiliki oleh bank AS. Krisis ini menyebabkan lonjakan dramatis dalam nilai Bitcoin, yang meningkat lebih dari 200 persen.
Peran Fasilitas Repo FIMA
Hayes menekankan pentingnya fasilitas repo FIMA Federal Reserve dalam skenario ini. Didirikan pada Maret 2020, fasilitas repo FIMA memungkinkan bank sentral menjaminkan UST untuk likuiditas dolar AS semalam.
Hayes menjelaskan bahwa peningkatan aktivitas dalam fasilitas repo FIMA menghasilkan likuiditas dolar AS yang lebih besar di pasar global, secara tidak langsung menguntungkan Bitcoin dan kripto lainnya.
Bagi bank-bank Jepang, fasilitas repo FIMA menawarkan jalan keluar. Dengan memanfaatkan fasilitas ini, Bank of Japan (BOJ) dapat membantu bank-bank ini menghindari kerugian pasar dengan membeli UST langsung dari mereka.
Ini memungkinkan BOJ untuk mengelola risiko suku bunga USD tanpa menghadapi kendala kecukupan modal yang sama seperti bank komersial.
Hayes memperkirakan bahwa bank-bank Jepang akan segera menjual sejumlah besar obligasi asing, terutama UST. Langkah ini diharapkan mendorong BOJ untuk beralih ke fasilitas repo FIMA, sehingga meningkatkan likuiditas dolar AS.
Hayes percaya bahwa bentuk pencetakan uang yang terselubung ini akan terus menguntungkan pasar kripto.
Esai ini menyoroti keterkaitan dalam sistem keuangan global. Hayes menegaskan bahwa Menteri Keuangan AS, Janet Yellen, kemungkinan akan mendukung fasilitas repo FIMA untuk mencegah lonjakan imbal hasil UST, yang dapat merugikan ekonomi AS.
Fasilitas ini awalnya dibuat selama rush for cash pada Maret 2020 untuk membantu menstabilkan pasar Treasuri dengan memungkinkan bank sentral mengumpulkan uang tunai tanpa harus menjual UST secara langsung.
Dengan perkembangan ini, Hayes berencana untuk meningkatkan investasinya dalam kripto, mengantisipasi peningkatan likuiditas dolar AS dari penjualan UST oleh bank-bank Jepang.
Dia menyarankan investor kripto untuk membeli saat harga turun atau buy the dip, karena peningkatan pasokan dolar sangat penting untuk mempertahankan sistem keuangan saat ini.
“Ini hanyalah pilar lain dari pasar bull kripto. Pasokan dolar AS harus meningkat untuk mempertahankan sistem keuangan berbasis dolar Pax Americana saat ini. Katakan dengan saya, Shikata Ga Nai, dan buy the dip!” ungkap Hayes. [st]