Bursa kripto WazirX berhasil membekukan aset kripto yang dicuri dalam insiden peretasan besar pada tahun lalu. Langkah ini menandai pencapaian awal yang signifikan dalam upaya pemulihan platform, yang sebelumnya kehilangan lebih dari US$230 juta dalam bentuk cryptocurrency Keberhasilan ini menunjukkan komitmen mereka untuk memulihkan dana bagi para pengguna yang terdampak.
Aset Curian Berhasil Diamankan
Berdasarkan laporan yang dilansir dari CNBC pada Jumat, 17 Januari 2025, WazirX, salah satu platform crypto exchange terbesar di Asia, mengumumkan keberhasilannya membekukan aset curian senilai US$3 juta atau sekitar Rp48 miliar dalam bentuk USDT.
Langkah ini dilakukan sebagai bagian dari upaya pemulihan pasca insiden peretasan besar yang menimpa platform pertukaran kripto tersebut pada Juli 2024.
Nischal Shetty, pendiri WazirX, menyampaikan bahwa pencapaian ini merupakan langkah awal yang sangat penting dalam proses panjang pemulihan dana kepada para penggunanya.
“Ini baru permulaan. Kami berkomitmen penuh untuk memulihkan dana yang dicuri dan tidak akan meninggalkan satu pun langkah terlewat untuk memaksimalkan pemulihan bagi pengguna yang terdampak,” ujarnya.
Menurut Jason Kardachi, Managing Director di Kroll, proses pemulihan aset kripto yang dicuri dari platform bursa kripto tersebut melibatkan investigasi forensik blockchain serta jalur hukum untuk mengejar pihak ketiga yang terlibat.
“Upaya untuk memulihkan Aset yang Dicuri sedang berjalan sepenuhnya dan bergerak ke arah yang benar – melalui pekerjaan forensik on-chain dan jalur hukum terhadap pihak ketiga yang terlibat dalam peretasan dan penyebaran aset berikutnya,” jelasnya.
Jejak Peretasan dan Peran Tornado Cash
Pada Juli 2024, serangan siber besar-besaran mengguncang platform WazirX, dengan pemerintah Amerika Serikat, Korea Selatan, dan Jepang mengonfirmasi bahwa kelompok peretas Lazarus Group yang berasal dari asal Korea Utara bertanggung jawab atas insiden yang menimpa pertukaran kripto tersebut.
Setelah Indodax, Siapa Korban Keganasan Lazarus Group Berikutnya?
Insiden ini cukup menarik perhatian karena tingkat kecanggihan tinggi yang digunakan untuk mengeksploitasi celah dalam sistem keamanan multi-layer milik WazirX, yang sebelumnya dianggap sangat sulit ditembus.
Peretasan yang menimpa WazirX tercatat sebagai salah satu yang terbesar dalam sejarah dunia kripto. Para peretas berhasil membobol dompet digital yang dikelola dengan teknologi multi-signature oleh WazirX dan Liminal, mencuri lebih dari US$230 juta (sekitar Rp3,5 triliun) dalam bentuk aset kripto, termasuk Ethereum (ETH) dan Shiba Inu (SHIB).
Namun, meskipun dana tersebut berhasil dicuri, proses mencairkannya tidak berjalan mulus. Sebagian besar dana mengalir melalui Tornado Cash, aplikasi mixer yang dirancang untuk mengaburkan jejak transaksi kripto.
Meskipun tidak secara eksplisit diciptakan untuk tujuan ilegal, fitur anonim yang ditawarkan Tornado Cash menjadikannya alat yang sering dipilih oleh peretas untuk mencuci dana hasil kejahatan.
Bursa Kripto Masih Rentan
Kasus peretasan WazirX hanya satu dari sekian banyak insiden lainnya yang menimpa bursa kripto di seluruh dunia. Sepanjang tahun 2024, berbagai peretasan besar yang cukup mencemaskan telah terjadi, bahkan crypto exchange asal Indonesia, Indodax, juga menjadi salah satu korbannya.
Dengan kerugian yang mencapai miliaran, atau bahkan hingga triliunan dolar, kasus peretasan ini tentu menjadi masalah besar yang menghantui dunia kripto saat ini. Selain merugikan platform bursa kripto, insiden seperti ini juga dapat menurunkan kepercayaan pengguna.
Oleh karena itu, penting bagi pertukaran kripto untuk terus memperkuat sistem keamanan dengan teknologi terbaru, serta meningkatkan transparansi dengan pengguna untuk melindungi mereka dari ancaman yang terus berkembang dan semakin kompleks. [dp]