Bappebti Kembali Tegaskan Kripto Diatur Sebagai Digital Asset

Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) masih terus menggodok peraturan mengenai perdagangan kripto di Indonesia. Pembuatan peraturan ini dilakukan bersama kementerian dan lembaga lain. Tak hanya itu, pelaku industri kripto terutama perusahaan exchange juga dilibatkan. Namun, Bappebti menegaskan kripto bukanlah sebagai alat pembayaran.

“Yang disebut cryptocurrency itu tidak diakui sebagai mata uang (currency) berwujud digital, makanya kami akan membuat aturannya dan digolongkan sebagai digital asset,” kata Kepala Bappebti Indrasari Wisnu Wardhana di Jakarta, Selasa (27/11), seperti dikutip dari katadata.co.id.

Tidak dijelaskan kapan regulasi kripto sebagai aset digital ini akan diluncurkan. Namun, Wisnu mengatakan saat ini masih sedang menyusun draf peraturan berasama sejumlah lembaga, terutama dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

“Masih kami susun drafnya. Ya, mudah mudahan bisa cepat,” ujarnya seperti dilansir Republika.co.id.

Pimpinan sebuah perusahaan exchange di Jakarta mengatakan saat ini belum lagi ada undangan dari Bapapebti untuk membahas aturan tersebut. Sebelumnya, berdasarkan sejumlah sumber BlockchainMedia, pada Agustus dan September lalu, Bappebti bersama beberapa exchange beberapa kali mengadakan pertemuan untuk membahas regulasi terkait perdagangan kripto ini.

Menurut sumber BlockchainMedia, sejumlah hal utama yang dibahas dalam berbagai pertemuan itu antara lain terkait perlindungan konsumen, pencegahan transaksi ilegal, tata cara perdagangan dan perpajakan. Namun, belum ada hal final yang dibahas dengan berbagai pelaku industri.

Terkait harga kripto yang fluktuatif, Wisnu mengatakan hal itu tidak menyurutkan minat masyarakat Indonesia pada aset berbasis blockchain ini. Justru, menurutnya, fluktuasi itu adalah sisi menarik dari kripto.

“Kalau enggak ada fluktuasi, apa menariknya investasi?” ujarnya seperti dikutip dari medcom.id.

Belakangan ini, harga kripto seperti Bitcoin, Ethereum dan lainnya turun tajam sejak pertengahan November lalu. Harga yang anjlok ini juga menyebabkan kapitalisasi pasarnya hilang sekitar US$ 80 miliar dalam waktu kurang lebih sebulan terakhir. [jul]

 

Terkini

Warta Korporat

Terkait