Barclays merilis analisis terbaru mengenai prospek Rupiah yang diperkirakan menghadapi tekanan dalam beberapa bulan ke depan.
Berdasarkan laporan Investing, bank investasi asal Inggris tersebut memperkirakan nilai tukar USD/IDR akan bergerak di kisaran Rp16.600 hingga Rp16.900 per dolar AS dalam periode satu tahun. Prediksi ini disampaikan sebagai respons atas meningkatnya ketidakpastian fiskal dan politik di Indonesia.
Menurut Barclays, pelemahan Rupiah dipicu oleh sejumlah faktor utama, termasuk perombakan kabinet yang mencopot Menteri Keuangan, sehingga memicu spekulasi pasar terkait arah kebijakan fiskal.
Selain itu, pemerintah diperkirakan merevisi defisit anggaran 2026 ke level yang lebih tinggi. Kondisi ini berpotensi mengikis keyakinan investor terhadap ketahanan fundamental perekonomian Indonesia.
Independensi Bank Indonesia Jadi Sorotan
Dalam laporannya, Barclays menyoroti independensi Bank Indonesia (BI) sebagai salah satu aspek krusial bagi stabilitas Rupiah.
Bank sentral diperkirakan akan membiarkan Rupiah berfungsi sebagai “shock absorber” atau penyangga guncangan eksternal, dengan intervensi hanya dilakukan jika depresiasi berlangsung terlalu cepat atau menimbulkan volatilitas tinggi.
“Bank Indonesia kemungkinan tidak akan agresif menahan Rupiah, selama pelemahannya masih dalam batas wajar. Namun intervensi bisa dilakukan bila pasar bergerak terlalu liar,” tulis Barclays dalam analisisnya.
Barclays menambahkan, langkah BI menjaga volatilitas akan menjadi penentu utama dalam mempertahankan kepercayaan pasar. Meski demikian, risiko tetap terbuka lebar jika investor menilai kebijakan moneter terlalu longgar atau dipengaruhi oleh tekanan politik.
Investor Asing Mulai Lepas Aset Indonesia
Selain faktor kebijakan, Barclays mencatat aliran modal asing yang mulai keluar dari pasar keuangan domestik. Data menunjukkan, investor asing mencatat penjualan bersih atau net sell terhadap saham dan obligasi Indonesia dengan nilai mencapai sekitar US$2,6 miliar dalam periode terkini.
Kondisi ini memperbesar tekanan terhadap Rupiah, terutama jika tren tersebut berlanjut dalam jangka menengah.
Aksi profit taking pada obligasi pemerintah jangka panjang juga disebut berpotensi menjadi hambatan tambahan.
Barclays menilai imbal hasil atau yield obligasi yang meningkat dapat mengurangi daya tarik aset Indonesia di mata investor global, khususnya di tengah kompetisi dengan pasar negara lain yang menawarkan imbal hasil serupa dengan risiko lebih rendah.
Kondisi Rupiah yang tertekan juga memiliki dampak langsung bagi pelaku pasar domestik. Saat USD/IDR menguat, beban impor barang dan jasa meningkat.
Di sisi lain, sebagian investor lokal beralih pada aset lindung nilai seperti emas maupun Bitcoin. Kenaikan nilai tukar dolar AS membuat pemegang Bitcoin merasakan keuntungan tambahan karena aset digital ini dihitung dalam dolar AS, sehingga dapat membantu menjaga daya beli di tengah pelemahan Rupiah.
Secara keseluruhan, Barclays menilai Rupiah masih menghadapi tantangan dari kombinasi ketidakpastian politik, tekanan fiskal, serta aliran modal global.
Bagaimana Bank Indonesia menyeimbangkan intervensi pasar dan menjaga independensi kebijakan akan menjadi faktor penentu dalam stabilitas Rupiah di sepanjang tahun 2025 hingga 2026. [st]
Disclaimer: Konten di Blockchainmedia.id hanya bersifat informatif, bukan nasihat investasi atau hukum. Segala keputusan finansial sepenuhnya tanggung jawab pembaca.