Bayar Pajak Seharusnya Semudah Beli Pulsa Telepon

Dimaz Ankaa Wijaya
Peneliti pada Blockchain Research Joint Lab Universitas Monash, Australia


Beberapa hari yang lalu saya menerima surat elektronik (surel) dari seorang mahasiswa doktoral dari Brazil. Inti surelnya adalah tentang potensi kolaborasi antara dua institusi kami terkait salah satu makalah yang saya publikasikan tahun lalu. Namun, di salah satu poin yang ia sampaikan adalah betapa kompleksnya perpajakan di Brazil.Di Indonesia juga, pikir saya.

Mempelajari perpajakan di Indonesia adalah usaha seumur hidup. Ada ratusan regulasi yang dikeluarkan dalam berbagai tingkatan, mulai dari tingkat undang-undang sampai tingkat surat edaran (SE) Direktur Jenderal Pajak. Masing-masing mengatur hal yang berbeda, dengan subjek pajak, objek pajak, dan kondisi yang amat berbeda pula. Jangan salah, regulasi memang dikeluarkan karena dibutuhkan. Tapi semuanya itu membuat perpajakan di hampir seluruh dunia menjadi bidang yang rumit dan tidak mudah diurai.

Mengapa tidak dipermudah?

Bagi saya, membayar pajak seharusnya semudah membeli pulsa telepon. Regulasi yang ada barangkali dapat dienkapsulasi ke dalam sistem informasi, yang membantu Wajib Pajak dalam menunaikan kewajibannya. Tentu saja tidak semua aturan dapat dikemas ke dalam sistem informasi; ada kalanya aturan-aturan tersebut harus dipangkas atau disesuaikan dengan cara sistem komputerisasi bekerja.

Bagaimana blockchain membantu perpajakan?

Blockchain dapat juga dilihat sebagai sebuah media untuk mengelola aset dengan sumber kebenaran tunggal. Dengan menggunakan blockchain, beberapa pihak yang berbeda akan melihat informasi yang identik yang disimpan di dalam blockchain.

Bayangkan ketika seorang Wajib Pajak dapat membeli kredit pajak, di mana saldonya dapat ia lihat dalam akun miliknya di blockchain, yang sewaktu-waktu dapat dia gunakan untuk membayar pajak apapun yang ia inginkan. Transaksi perpajakan dapat langsung dilihat di dalam blockchain (baik terenkripsi maupun tidak terenkripsi), dengan pengkreditan dan pendebetan akun secara instan.

Kontrak Pintar

Meskipun istilah “code is law” terasa kurang tepat, namun ide untuk menterjemahkan regulasi ke dalam kode sumber komputer bukanlah konsep yang buruk. Komputerisasi juga telah merambah semua lini kehidupan dengan berbagai bentuk, mulai dari super komputer, cloud computing, ponsel pintar, hingga sensor-sensor mikro yang ditanam di berbagai lokasi. Di masa depan, ketika kecerdasan buatan menjadi hal yang lumrah, mereka juga dapat menjadi subjek pajak, di mana komunikasi dengan para “makhluk pintar” ini mesti dilakukan dengan kode digital.

Kontrak pintar dapat dibuat untuk memetakan bagaimana seseorang terutang pajak, dengan data masukan berupa kondisi eksternal dan data keluaran berupa jumlah pajak terutang. Dengan bantuan komputer, maka peran para konsultan pajak dapat dikurangi, sehingga beban Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakan mereka juga semakin berkurang. Dengan demikian, kontrak pintar sebagai black box solusi perpajakan dapat menjadi tulang punggung pelaksanaan perpajakan di masa depan.

Menerka rupa perpajakan di masa depan

Ketika uang fisik sirna dari muka bumi dan tergantikan dengan kode biner: satu dan nol, maka perpajakan juga dapat bertransformasi dari kantor-kantor fisik dan auditor berbiaya mahal menjadi kode-kode digital dengan toleransi kesalahan yang rendah. Di saat jenis transaksi ekonomi semakin didominasi oleh robot dan kecerdasan buatan, maka perpajakan juga harus merespon dengan Pajak Pintar. Blockchain menjadi salah satu alternatif solusi menarik untuk memastikan bahwa keuangan negara terjamin hingga seabad mendatang yang penuh dengan tantangan. []

Terkini

Warta Korporat

Terkait