Dimaz Ankaa Wijaya
Peneliti pada Blockchain Research Joint Lab Universitas Monash, Australia
Apabila Anda mahir cara menyalin (copy) dan melekatkan (paste) sebuah informasi elektronik dalam komputer, maka saya harus mengucapkan selamat kepada Anda, karena Anda telah memiliki kemampuan dasar untuk membuat blockchain!
Kode sumber (source code) mata uang kripto yang di dalamnya tersemat teknologi blockchain, umumnya tersedia secara gratis dalam sistem manajemen kode terbuka seperti Github. Biasanya mata uang kripto memang dikelola sedemikian, sehingga ia dapat menerima masukan dari para pengembang manapun yang mau berkontribusi terhadap kode sumber, baik itu berupa penambahan fitur secara fundamental ataupun sekadar penambalan (patch) persoalan yang berhasil dikenali sebelumnya.
Dengan menggunakan fitur Pull Request (PR), seorang kontributor akan dapat “mendorong” kode sumber yang ia tulis agar dapat dipertimbangkan untuk diterapkan ke dalam sistem utama. Tentu saja kebanyakan di antara PR ini harus melalui berbagai saringan, analisis mendalam, dan ujicoba sebelum benar-benar diterima secara resmi sebagai bagian dari kode sumber cabang utama.
Dengan menggunakan metode ini, akun repositori Bitcoin telah memiliki setidaknya 616 kontributor, yang umumnya tersebar di seluruh dunia. Umumnya, para kontributor ini tidak dibayar atas kontribusi mereka, baik besar maupun kecil. Meskipun barangkali pemrogram utama berhak atas imbalan yang memadai karena besarnya beban yang ia tanggung.
Bagi masyarakat awam, tentu saja kode sumber terbuka yang ada pada sebagian besar mata uang kripto membuat siapapun mudah menerbitkan mata uang kripto mereka sendiri sebagai sebuah platform baru. Bahkan mata uang kripto terkenal seperti Litecoin dan Dogecoin, termasuk Zcash mengambil asas awal sistem mereka dari kode sumber Bitcoin.
Membuat blockchain itu mudah?
Faktanya, membuat blockchain tidak cukup dengan menyalin dan menempel sembari mengganti label lama dengan yang baru. Dibutuhkan pengetahuan yang luar biasa banyak untuk setidaknya menambahkan nilai tawar mata uang kripto baru tersebut kepada para calon konsumen.
Hal inilah yang membuat proyek-proyek mata uang kripto “serius” seperti Cardano membutuhkan waktu bertahun-tahun sebelum meluncurkan sistem utama mereka. Demikian juga dengan Zilliqa, HCash, dan Ucot yang erat menjalin kerjasama dengan universitas-universitas ternama di dunia, misalnya dalam rangka riset model kriptografi baru yang lebih aman, lebih cepat, dan memiliki lebih banyak fitur ketimbang yang sudah ada sekarang.
Saat ini amat banyak ditemukan klaim para pengembang amatiran yang menyatakan bahwa mereka sedang mengembangkan blockchain baru, barangkali setelah sukses menyelenggarakan ICO. Namun, saya amat yakin bahwa mayoritas di antara mereka ini hanyalah sekedar menyalin dari sistem yang sudah ada dengan penyesuaian sebelumnya.
Membuat blockchain itu tentu saja tidak mudah! Salah satu komponen utama yang paling krusial adalah pengetahuan tentang model kriptografi yang digunakan, serta bagaimana model tersebut diterapkan ke dalam sebuah sistem.
Bahkan sistem sekelas Monero saja hingga saat ini masih menerapkan kode fungsi hash bernama Keccak, alih-alih SHA-3 yang telah terstandarisasi. Ini artinya masih terdapat celah keamanan yang barangkali di masa depan menjadi krusial. Kode fungsi hash ini diturunkan dari aktivitas salin-tempel yang dilakukan oleh “pendiri” Monero yang asal-usulnya didapatkan dari Bytecoin.
Jika proyek-proyek mata uang kripto berskala besar seperti Monero yang disebutkan di atas atau juga skandal IOTA yang mencuat beberapa tahun yang lalu saja masih terjadi, maka bayangkan bencana apa yang bisa muncul ketika pengembang lokal nan amatir mencoba membuat blockchain!
Saya yakin biayanya bisa mencapai puluhan juta dolar AS untuk membuat sebuah sistem baru yang menarik dan berbeda dari yang sudah ada. Tidak hanya dana yang besar, tim yang mumpuni plus waktu yang mencukupi harus ada untuk mewujudkan cita-cita para CEO proyek mata uang kripto dalam membuat platform independen mereka sendiri. []