Bikin Gerah! Harga BTC Bisa Turun Lagi

Secara teknikal, harga BTC masih berpeluang turun ke US$88.720. Namun ada sejumlah syarat agar kripto berkapitalisasi US$1,8 triliun ini tak masuk ke jurang zona merah itu lebih dalam.

Pasar crypto memang memiliki “sensasi’ tersendiri dibandingkan dengan kelas aset lain yang kurang berisiko. Di crypto, khususnya Bitcoin, volatilitas masih tinggi. Misalnya ketika sebagian trader berharap harga akan mencetak rekor tertinggi sepanjang masa di US$100.000, whale pun melawan arus dengan sejumlah price action-nya. Di sektor lain di meme coin, DOGE masih menjadi raja, karena memberikan return yang tak kalah gurih.

Berdasarkan pantauan Redaksi Blockchainmedia.id di pasar Bitstamp melalui TradingView, akhirnya BTC hanya sanggup bertengger sangat tipis dari sasaran angka psikologis itu, yakni US$99.790, pada Sabtu (23/11/2024) dini hari lalu, kemudian terkoreksi cepat. Terpantau pada Selasa pagi, harga Bitcoin menyentuh terendah lokal di US$92.579. Pada Selasa petang, ketika artikel ini ditulis, harga naik tipis di kisaran US$94.487.

Kendati terkoreksi, sentimen positif masih mendominasi, karena penurunan ini dianggap dalam jangka pendek saja. Bahkan sejumlah analis menilai puncak harga Bitcoin belumlah terjadi dalam konteks siklus Halving.

Menjelang akhir November 2024, harga Bitcoin telah mencatatkan kenaikan lebih dari 34 persen sejak awal bulan hingga saat ini. Ini sekaligus menandai kenaikan tertinggi dalam tiga tahun terakhir untuk bulan November. Berdasarkan data dari Coinglass, November tercatat sebagai bulan yang paling bullish, dengan rata-rata penutupan lebih dari 40 persen sepanjang satu dekade terakhir.

Financial Expert Ajaib Kripto, Panji Yudha mengatakan, dengan tren ini sangat besar kemungkinan BTC akan menutup bulan November 2024 dengan hasil yang positif. Namun dari data itu pula, Desember dan Januari adalah bulan bearish secara historis, karena hanya mencatat return rata-rata 5 persen.

return bulanan btc

Waspada Koreksi Harga BTC Bisa Menjadi US$88.750

“Bitcoin (BTC) mengalami penurunan dari level tertingginya (all-time high) di angka US$99.588 yang tercatat pada Jumat (22/11/2024), lalu turun mendekati US$93.000 pada Senin (25/11/2024). Pada Selasa (26/11/2024) pukul 10.00 WIB, BTC diperdagangkan di kisaran US$94.250, dengan indikasi rebound dari level US$93.000 dan potensi menguji kembali angka US$96.000 hingga ATH di US$99.588. Namun, jika BTC gagal bertahan di atas US$93.000, ada potensi koreksi menuju MA-20 dan support di US$88.750,” ujar Yudha dalam keterangan tertulisnya, Selasa (26/11/2024).

Prediksi Panji selaras dengan sentimen bearish jangka pendek dari analis lain sebelumnya. Indikator seperti TD Sequential oleh Ali Martinez ini misalnya memberikan sinyal jual, yang mengharuskan harga BTC ditutup di atas US$100.535 untuk membatalkan proyeksi bearish ini. Meski demikian, minat pasar tetap kuat dengan beberapa whale mengakumulasi Bitcoin dalam jumlah besar, yang dapat mendukung potensi kenaikan ke depan.

Koreksi harga ini juga dikaitkan dengan pola siklus pasca-halving Bitcoin, yang secara historis menunjukkan tren bullish dalam 12-18 bulan setelahnya. Dengan halving terakhir terjadi pada April 2024, analis memperkirakan puncak pasar berikutnya mungkin terjadi antara Juni hingga September 2025.

Selain itu, prediksi optimis dari berbagai analis memproyeksikan harga Bitcoin dapat mencapai kisaran US$150.000 hingga US$309.000 dalam beberapa tahun mendatang. Akumulasi oleh investor besar serta dinamika pasar pasca-halving menjadi faktor kunci yang terus memengaruhi pergerakan harga.

Faktor Perdagangan ETF Bitcoin

Tambah Panji lagi, pada pekan lalu, Spot Bitcoin ETF mencatatkan all-time high dari sisi total net inflow mingguan sejak pertama kali diperdagangkan pada 11 Januari 2024, dengan mencatat angka US$3,3 miliar pada periode perdagangan 18-22 November 2024.

Adapun, inflow harian tertinggi pekan lalu mencapai US$1 miliar pada 21 November 2024. Data ini mengindikasikan meningkatnya permintaan dari institusi keuangan tradisional untuk eksposur langsung terhadap Bitcoin.

Selain itu, peluncuran options untuk BlackRock’s iShares Bitcoin Trust ETF mencetak volume perdagangan sebesar US$1,9 miliar (Rp30,297 triliun) dalam satu hari pada 19 November 2024.

“Ini menunjukkan betapa cepatnya produk keuangan berbasis Bitcoin dipadukan ke pasar tradisional,” tambah Panji.

Sentimen Pasar Minggu Ini

Selain perkembangan dari sisi institusional, Panji Yudha juga mencatat bahwa beberapa data ekonomi dari Amerika Serikat minggu ini akan memainkan peran penting dalam pergerakan pasar kripto, termasuk Bitcoin (BTC).

Risalah Rapat FOMC (26 November 2024)

Risalah rapat Federal Reserve (Fed) pada November akan memberikan wawasan tentang pandangan bank sentral terhadap kondisi ekonomi dan potensi kebijakan moneter ke depan. Investor akan mencermati sinyal mengenai kemungkinan penurunan lebih lanjut pada suku bunga.

Data Klaim Pengangguran Awal (27 November 2024)

Angka klaim pengangguran akan menjadi indikator kekuatan pasar tenaga kerja AS. Jika data ini lebih baik dari ekspektasi, aset berisiko seperti kripto bisa mendapatkan dorongan positif.

Data Inflasi PCE (27 November 2024)

Sebagai indikator inflasi utama yang digunakan Fed, data PCE akan memberikan gambaran tentang arah kebijakan moneter. Jika inflasi lebih tinggi dari perkiraan, pelemahan dolar AS dapat mendorong permintaan terhadap Bitcoin yang sering dianggap sebagai lindung nilai inflasi.

Menurut Panji, momentum bullish ini membuka peluang besar bagi Bitcoin untuk mencetak rekor harga baru.

“Jika sentimen institusional tetap kuat dan data ekonomi mendukung, kemungkinan Bitcoin menembus US$100.000 semakin besar,” katanya.

Namun, Panji mengingatkan bahwa volatilitas tetap menjadi faktor utama di pasar kripto, termasuk sentimen terhadap harga BTC.

“Investor perlu tetap waspada terhadap fluktuasi harga yang bisa terjadi saat Bitcoin mendekati level psikologis yang signifikan ini,” tutupnya. [ps]

Terkini

Warta Korporat

Terkait