Harga Bitcoin (BTC) kembali menjadi sorotan setelah dua kali gagal menembus area penting US$124.000. Kondisi ini memunculkan kekhawatiran di kalangan trader dan investor bahwa reli BTC sudah mencapai puncaknya. Namun, apakah sinyal bearish ini mengisyaratkan akhir siklus, atau justru jeda sebelum lonjakan berikutnya?
Tekanan Bearish di Level US$124.000 Masih Kuat
Berdasarkan analisis yang diunggah Bull Theory di X pada Kamis (04/09/20250), pergerakan harga Bitcoin menunjukkan sinyal teknikal yang patut diwaspadai. Beberapa pola tersebut biasanya menjadi tanda bahwa momentum bullish mulai melemah.
“Divergensi bearish pada RSI, Crossover bearish MACD. Sekilas, ini adalah peringatan yang valid karena sering kali menandakan kelelahan di puncak,” jelasnya.
Grafik mingguan menunjukkan potensi pola double top dengan neckline di sekitar US$109.000. Jika level ini jebol, BTC berisiko melanjutkan koreksi menuju support kuat di US$98.000. Kedua area tersebut kini menjadi penentu arah pergerakan harga jangka pendek.

Meski demikian, riwayat bull run BTC menunjukkan bahwa sinyal bearish tidak bertahan lama. Pada Januari 2024, misalnya, BTC sempat membentuk pola bearish sekaligus mencatat penurunan. Namun alih-alih breakdown, BTC justru melonjak lebih dari 70 persen hanya dalam dua bulan.
“Jika hanya melihat ketiga sinyal teknikal ini, memang terlihat momentum bearish. Namun, Bitcoin memiliki sejarah yang dapat membatalkan sinyal bearish seperti ini selama sentimen pasar bullish,” tambahnya.
Tren Jangka Panjang Bitcoin Masih Bullish
Dari sisi makro, struktur tren besar BTC masih membentuk higher highs dan higher lows, menandakan bull market tetap terjaga. Saat ini, harga diperkirakan tengah berada di Wave (5) Elliott Wave, fase yang secara historis menjadi bagian paling eksplosif dalam siklus Bitcoin.
Sejumlah model turut mendukung pandangan ini. Stock-to-Flow, log regression, hingga data on-chain menunjukkan bahwa puncak siklus belum tercapai. Mayoritas proyeksi menempatkan puncak siklus BTC pada awal 2026, sehingga ruang untuk reli masih terbuka lebar.
Faktor eksternal juga memperkuat prospek bullish. Pemangkasan suku bunga, stimulus fiskal, dan kenaikan suplai uang (M2) global diyakini akan mendorong aliran dana ke aset berisiko, termasuk kripto.
Pandangan Bull Theory sejalan dengan analis lain. RLinda, dalam proyeksi yang diunggah pada Kamis ini, menyoroti bahwa berdasarkan siklus empat tahunan, pasar bearish bisa dimulai pada Oktober dengan penurunan hingga US$50.000 pada 2026. Namun, ia menekankan bahwa kondisi saat ini berbeda.
“Siklus pasar Bitcoin saat ini berbeda karena permintaan dari investor institusional (ETF), yang menantang model tradisional,” jelasnya.

BTC saat ini menguji resistance tren turun. Jika tembus ke bawah, harga Bitcoin bisa menguji US$100.000 sebagai titik krusial bagi bull. Namun, lonjakan permintaan institusi menimbulkan keraguan apakah siklus masih berlaku, atau Bitcoin kini bergerak dengan pola baru.
Target BTC ke US$200 Ribu Masih Realistis
Dengan posisi harga BTC saat ini di kisaran US$112.000, BTC tampak tengah melakukan konsolidasi sehat ketimbang breakdown. Selama support di US$109.000 dan US$98.000 tetap bertahan, tren naik jangka panjang dipandang masih aman.
Proyeksi Wave (5) menempatkan target harga BTC di rentang US$160.000 hingga US$200.000 pada kuartal pertama 2026. Artinya, sinyal bearish jangka pendek lebih tepat dilihat sebagai “uji kesabaran” pasar ketimbang tanda berakhirnya siklus bullish. [dp]
Disclaimer: Konten di Blockchainmedia.id hanya bersifat informatif, bukan nasihat investasi atau hukum. Segala keputusan finansial sepenuhnya tanggung jawab pembaca.