Bitcoin disebutkan bisa menguat US$11 ribu per BTC berkat dua faktor utama, kata Clem Chambers, CEO di ADVFN dalam artikelnya di Forbes.
“Menurut saya Bitcoin masih di wilayah naik dan belum mengalami penurunan besar. Level berikutnya adalah US$$11.000. Dua hal yang mendorong itu adalah ketidakpastian akibat wabah Virus Corona dan Bitcoin Reward Halving,” kata Chambers.
Bitcoin dianggap sebagai safe haven dalam peristiwa wabah Virus Corona. Itu yang menciptakan banyak permintaan terhadap Bitcoin, tegas penulis buku Trading Cryptocurrencies itu.
“Tetapi, jikalau wabah itu kelak terkendali penuh, sebaliknya bisa terjadi terhadap Bitcoin,” ujarnya.
Bitcoin Reward Halving pada Mei 2020 disebutkan tidak akan membuat harga Bitcoin menjadi lebih murah daripada sebelumnya.
“Halving mengurangi imbalan kepada penambang dari 12,5 BTC menjadi 6,25 BTC per blok transaksi. Idealnya, itu bisa mendorong harga meningkat dua kali lipat dari sekarang. Dan jika permintaan terhadap Bitcoin tetap konstan, seiring waktu harga akan naik,” ungkapnya.
Inflasi
Chambers juga menyoroti soal tingkat inflasi di Amerika Serikat yang sama dengan inflasi di Eropa dan dibandingkan dengan tingkat inflasi Bitcoin setelah Halving nanti.
“Ada sesuatu yang menarik bagi saya, karena ini belum pernah saya lihat sebelumnya. Tingkat Inflasi di AS, Eropa dan Inggris serupa: AS (1,9 persen), Uni Eropa (1,93 persen) dan Inggris (1,94 persen). Sedangkan tingkat inflasi Bitcoin setelah Halving nanti hampir serupa dengan itu, yakni 1,83 persen,” paparnya.
Bagi Chambers, momen Halving terlihat memiliki benang merah dengan kebijakan moneter yang dibuat oleh negara, yang berdampak pada tingkat inflasi negara-negara itu.
Kelak, setiap Halving terjadi, maka tingkat inflasi Bitcoin akan semakin kecil dibandingkan dengan mata uang fiat. Inflasi yang kecil menjelaskan soal keunggulan nilainya. [red]