Lahirnya jaringan desentralistik di teknologi blockchain, misalnya Bitcoin adalah jawaban terhadap sistem keuangan konvensional sentralistik yang rentan terhadap sensor dan hantaman paksa oleh alat negara.
Jaringan desentralistik juga adalah jaminan dan jawaban terhadap aspek keamanan atas tindakan otoritas yang melampaui batas.
Jenis jaringan tak terpusat di satu entitas ini sangat mengusung kebebasan individu dan ketahanan terhadap sensor.
Di sektor aset kripto, sifat itu adalah syarat paling fundamental. Jika tidak ada akses terbuka dan ada titik gagal tunggal, maka sama saja dengan jaringan sentralistik yang mudah dikorupsi.
Lantas, mengapa sifat desentralistik dan langkah desentralisasi penting di kala banyak layanan sentralistik sudah mumpuni?
Jawabannya adala layanan sentralistik, seperti PayPal dan bank-bank dapat disensor oleh pemerintah dan organisasi politik yang bukan tanpa cela.
Sementara itu, Bitcoin relatif lebih netral dan terbuka bagi siapa saja. Selama semua partisipan menghormati aturan konsensus berdasarkan kode komputer, tidak ada siapapun yang bisa memblokir ataupun mensensor transaksi.
Saat ini ada banyak proyek blockchain-aset kripto yang mengklaim mengusung desentralisasi. Bitcoin memang menjadi patokan faktor desentralisasi ini, sebab jaringannya telah berkembang secara organik sejak ia lahir.
Bitcoin adalah sistem desentralistik paling tangguh dan terdistribusi, dengan waktu operasional 99,98 persen sejak Januari 2009.
Aturan dasar soal laju penerbitan Bitcoin baru dan suplai tetap sama sejak saat itu.
Dalam jaringan Bitcoin, siapapun bisa menjadi simpul (node) di jaringan, tanpa perlu meminta izin.
Setiap simpul dapat memverifikasi seluruh transaksi dan juga ikut serta mengamankan jaringan.
Simpul-simpul tersebut tersebar di seluruh dunia, sehingga mencegah kegagalan teknis tunggal dan sensor politik.
Tidak ada sosok pimpinan yang bisa mendikte arah pengembangan protokolnya. Biayanya juga relatif murah, cukup menyewa satu komputer, misalnya cloud server.
Dibanding Bitcoin, sebagian besar aset kripto lain memiliki kekurangan dari sisi sifat desentralistiknya. Terkadang, ada fitur menarik, tetapi disertai keamanan lebih rendah dan mudah dicampuri secara politik.
Contohnya Ethereum, jaringan blockchain terbesar kedua di dunia. Ethereum mirip Bitcoin dari sisi terbuka, tahan sensor dan terdistribusi.
Kendati demikian, Ethereum memiliki sosok-sosok pendiri yang tenar, sehingga menjadi titik gagal tunggal.
Mereka bisa memutuskan untuk memilih arah pengembangan tertentu secara final. Pemerintah yang berkepentingan dapat mendesak para pendiri untuk mengubah bahkan memutarbalikkan data di blockchain, seperti yang terjadi pada tahun 2016, yaitu peretasan DAO.
Selain itu, menjalankan simpul penuh di blockchain Ethereum sangat berat, sekalipun bagi laptop canggih masa kini.
Yayasan Ethereum pun tidak menyimpan riwayat transaksi penuh Ethereum yang berlangsung sejak awal. Sebab menjalankan simpul sangat berat, desentralisasi Ethereum akan terhambat.
Faktor lain yang menyoroti kurangnya desentralisasi Ethereum sebagai platform DeFi dan dApps adalah premine (penambangan awal) sejumlah 72 juta ETH, dimana 12 juta ETH disimpan pengembang dan 60 juta ETH dijual melalui ICO.
Karena itu, Ethereum acapkali dikritik oleh pegiat kripto yang menjunjung desentralisasi.
Bagaimana dengan proyek aset kripto lain yang mengklaim lebih baik daripada Bitcoin? Contohnya Litecoin, Dogecoin, Zcash, Dash dan Bitcoin Cash. Kendati merupakan salinan Bitcoin, semua proyek ini memiliki sosok pimpinan yang aktif dan yayasan yang memiliki pengaruh besar.
Selain itu, jaringan mereka tidak sebesar Bitcoin, sehingga desentralisasinya masih kurang dan lebih mudah diserang oleh pelaku kriminal. Lihatnya kasus 51 percent attack terhadap blockchain Ethereum Classic.
Ada juga “tiruan” Ethereum, yakni Tron, EOS, Tezos, NEO dan Cardano. Kendati mereka menaikkan skalabilitas dan kecepatan transaksi, dari sisi desentralisasi mereka masih kalah dengan Ethereum. Itu pun mengingat Ethereum pernah melanggar sifat immutable demi menyelamatkan dana pengguna.
Jaringan desentralistik dalam wujud blockchain merupakan penemuan yang penting dalam sejarah peradaban manusia. Untuk pertama kalinya, kita memiliki teknologi yang benar-benar menyediakan perlindungan bagi individu dari kuasa pemerintah yang berlebihan dan koersif (memaksa).
Tetapi perlu diingat, kedaulatan tersebut disertai dengan tanggung jawab besar. Tidak ada pihak ketiga yang akan melindungi pengguna dan setiap kesalahan harus ditanggung dan diselesaikan sendiri. [blog.trezor.io/ed]