Perang dagang dan perang mata uang antara Amerika Serikat (AS) dan Tiongkok semakin menegang. Hal itu semakin menekankan kemungkinan datangnya resesi ekonomi di AS dan merambat ke banyak negara di dunia. Sejumlah investor melihat aset kripto sebagai lentera baru yang menyelamatkan.
Bitcoin secara khusus adalah aset kripto yang maha penting dijadikan oleh investor untuk melindungi nilai uangnya, sebab nilai Bitcoin tidak tertaut langsung dengan kekuatan politik yang saat ini sedang menekan pasar saham, obligasi dan mata uang. Bitcoin yang desentralistik dan tidak dikendalikan oleh pemerintah negara manapun, maka Bitcoin bukan sasaran kebijakan bank sentral ataupun pemimpin politik tertentu.
“Dalam perlambatan ekonomi dan saat ini setiap negara kian terhubung satu sama lain, hanya sedikit pilihan aset yang tidak tertaut langsung dengan politik,” kata Evan Kuo, CEO Apmpleforth kepada Markets Insider.
“Pun demikian, Bitcoin bukanlah sasaran dari kekuatan yang biasa berdampak pada mata uang seperti dolar AS. Ini adalah alasan orang-orang kurang percaya kepada pemerintah dan mencari alternatif aset lain,” kata Aries Wong, Pendiri bursa kripto Bibox.
Meyoal volatilitas harga Bitcoin, Kuo berpendapat justru itu adalah nilai tambah terhadap Bitcoin.
“Selama Bitcoin tidak tertaut langsung dengan kekuatan yang melemahkan pasar saham dan obligasi, maka Bitcoin adalah aset yang bernilai dan mendapatkan imbal hasil yang lebih tinggi, bahkan daripada emas,” kata Kuo.
Menurut Daniel Dixon, pendiri Interdax, di sejumlah negara yang mengalami pelemahan mata uang, seperti Venezuela dan Argentina, Bitcoin dihargai lebih tinggi daripada harga rata-rata global.
“Ketegangan politik di Venezuela dan Argentina misalnya berdampak pada inflasi yang tinggi dan tingkat kemiskinan yang tinggi. Di dua negara itu, Bitcoin diperdagangkan lebih tinggi,” kata Dixon. [Business Insider/vins]