Harga Bitcoin (BTC) dipastikan akan naik lebih tinggi lagi setelah beberapa hari lalu melejit lebih dari US$12 ribu (Rp180 jutaan). Hal itu berdasarkan model Stock-to-Flow oleh PlanB, mengikuti pola historis bull run tahun 2016 silam.
“Berdasarkan skor Indeks Kekuatan Relatif (relative strength index/RSI) 64, bullish Bitcoin telah dipastikan,” sebut PlanB melalui Twitter, 18 Agustus 2020 lalu.
#Bitcoin looking strong, RSI 64, bull market confirmed pic.twitter.com/gbbHyHm7oR
— PlanB (@100trillionUSD) August 18, 2020
RSI digunakan untuk menentukan apakah Bitcoin overbought atau oversold pada titik harga tertentu. Tren harga saat ini meniru siklus Bitcoin Halving sebelumnya, pada tahun 2012 dan 2016, skor RSI-nya yang juga solid, menyertai penurunan harga tak lama setelah Halving itu sendiri.
Kurs Bitcoin terhadap dolar AS cukup mengejutkan ekosistem aset kripto, karena bertahan cukup lama di atas US$12 ribu, pada malam 17 Agustus 2020.
Sejumlah pengamat bahwa meramalkan harga Bitcoin bisa menjulang sekitar US$13-14 ribu per BTC, sehingga memastikan menuju harga tertinggi sepanjang masa, US$19 ribu.
Gegara Dolar Melemah
Melemahnya nilai dolar AS ditengarai sebagai faktor pendongkrak beralihnya banyak orang ke Bitcoin, termasuk emas.
Mati Greenspan Analis eToro mengatakan nilai dolar saat ini berada di tingkat terendah dalam dua tahun.
The U.S. dollar's slow bleed continues, with the Dollar Index breaking below 92.50 for the 1st time since May 2018. Once the Jan. low is breached (4 handles lower), a larger wound will open and the blood loss will accelerate. Once it breaks the 2008 low the dollar will bleed out.
— Peter Schiff (@PeterSchiff) August 18, 2020
Bahkan pembela emas, Peter Schiff menggambarkan dolar AS lebih mengerikan lagi. Katanya, perlambatan dolar AS berlanjut, dengan Indeks Dolar menembus di bawah 92,50 untuk pertama kalinya sejak Mei 2018. [red]