Fakta yang tidak terbantahkan, Bitcoin (BTC) sebagai kelas aset baru justru tampil merekah lagi-lagi karena ketidakpastian ekonomi global. Kripto nomor wahid itu mampu moncer 100 persen sepanjang tahun 2023 ini yang dinilai kian ampuh melawan inflasi. Investor kelas kakap pun mengakuinya dan bagaimana mereka memandang masa depannya?
Dalam dunia yang ditandai oleh volatilitas ekonomi dan ketegangan geopolitik, pasar kripto muncul sebagai tempat perlindungan bagi investor yang mencari alternatif terhadap aset tradisional. Bitcoin pun mengalami kenaikan harga yang luar biasa, sebagai alternatif dari saham dan emas. Selama sebulan terakhir, nilai Bitcoin telah meningkat sekitar 25 persen, menarik perhatian trader dan investor. Kenaikan cepat ini telah memunculkan pertanyaan tentang faktor-faktor yang mendorong kenaikan meteorik ini dan peran potensialnya sebagai lindung nilai (hedging) terhadap inflasi dan penyimpanan nilai (store of value) .Â
Lonjakan Harga Bitcoin
Lonjakan harga Bitcoin baru-baru ini sungguh luar biasa. Kripto ini, yang penerbitan whitepaper-nya genap berusia 15 tahun per 31 Oktober 2023 lalu, selama ini ditandai dengan volatilitas harga ekstrem sepanjang eksistensinya, sekali lagi melampaui ekspektasi banyak pihak.Â
Dalam waktu hanya satu bulan saja, nilainya telah naik sekitar 25 persen. Kenaikan harga yang tiba-tiba dan substansial ini telah memicu spekulasi tentang kemungkinan “gempa harga” yang akan datang, dengan para trader memposisikan diri untuk potensi keuntungan yang signifikan. Namun, apa saja faktor pendorong kenaikan terbaru Bitcoin ini?
BTC Naik Kelas Jika Spot Bitcoin ETF Direstui
Beberapa faktor berkontribusi pada lonjakan ini, dan salah satunya adalah munculnya minat kembali dari investor institusional dan ritel dalam pasar kripto. Institusi keuangan tradisional, hedge fund alias perusahaan manajemen investasi, dan investor perorangan semakin memperhatikan Bitcoin sebagai kelas aset dengan potensi keuntungan yang signifikan.
Pengakuan yang semakin meningkat terhadap kripto sebagai investasi yang sah bukan hanya mendorong permintaan untuk Bitcoin tetapi juga menyebabkan peningkatan adopsi, yang pada gilirannya menopang terkereknya harga Bitcoin.
Salah satu yang menonjol adalah semakin gencarnya perusahaan manajemen investasi AS untuk memperbarui proposal Spot Bitcoin ETF mereka ke SEC. Blackrock dengan produk ETF andalan mereka, iShares misalnya ticker IBTC sudah tertambat di situs DTCC, perusahaan kliring ternama di negeri Paman Sam. Selain raksasa BlackRock ada perusahaan ternama lainnya, yakni VanEck, Fidelity, Grayscale dan lain sebagainya.
Spot Bitcoin ETF diyakini sebagai pintu masuk utama bagi investor besar di luar sana yang ingin berinvestasi di Bitcoin secara tidak langsung melalui bursa efek dan menjadikannya setara dengan komoditas besar lainnya, seperti emas. Asal tahu saja, AS adalah pasar exchange-traded fund ETF terbesar di dunia. Jika jenis ETF baru ini direstui, akan melengkapi kendaraaan investasi bernilai kripto yang sudah ada sebelumnya, seperti Bitcoin Futures di CME, Bitcoin Futures ETF di Nasdaq dan lain sebagainya. Singkatnya, kripto kian menjadi industri luas dan kelak menggapai khalayak yang lebih banyak.
Pertumbuhan Pasar Kripto
Lonjakan harga Bitcoin tidak terjadi secara terisolasi tetapi merupakan bagian dari tren lebih luas dalam pasar kripto. ETH, XRP, dan kripto lainnya secara kolektif telah menambahkan nilai sekitar US$300 miliar sejak pertengahan September 2023.Â
Pertumbuhan luar biasa ini menggambarkan tingkat adopsi dan integrasi aset digital ini ke dalam lanskap keuangan global yang semakin meluas.
Pertumbuhan ini tidak hanya didorong oleh sikap spekulatif, tetapi juga oleh adopsi teknologi blockchain dan aplikasi keuangan terdesentralisasi (DeFi). Ethereum, khususnya, memainkan peran sentral dalam memfasilitasi proyek DeFi, memungkinkan pinjaman peer-to-peer, pertukaran terdesentralisasi, dan layanan keuangan inovatif lainnya. Hingga detik ini, konsep itu belum sirna dan masih terterapkan.Â
Ekspansi cepat ruang DeFi telah menambah nilai pada blockchain Ethereum, yang pada gilirannya turut berkontribusi pada pertumbuhan pasar kripto secara keseluruhan.
Kekhawatiran tentang Inflasi
Salah satu dinamika kunci yang mendasari lonjakan harga kripto baru-baru ini adalah kekhawatiran tentang inflasi akibat perang global. Seiring dengan meningkatnya ketidakpastian ekonomi dan ketegangan geopolitik, timbul kekhawatiran bahwa mata uang fiat tradisional, seperti dolar AS dapat mengalami depresiasi nilai karena tekanan inflasi.
Kekhawatiran ini mendorong beberapa investor untuk menjelajahi alternatif yang mungkin lebih baik untuk melindungi kekayaan mereka, dan kripto telah muncul sebagai pilihan yang dapat diterima.
Bitcoin, khususnya, telah menarik perhatian sebagai lindung nilai alias hedging potensial terhadap inflasi. Pasokan tetap Bitcoin sebanyak 21 juta unit dan sifat terdesentralisasi membuatnya tahan terhadap kebijakan inflasi yang diterapkan oleh bank sentral.Â
Meskipun harga Bitcoin bisa sangat volatil dalam jangka pendek, kelangkaannya dan sifatnya sebagai penyimpan nilai (store of value) yang dilihat oleh banyak orang sebagai lindung nilai jangka panjang terhadap devaluasi mata uang.
Stanley Druckenmiller Menyesal Tak Punya Bitcoin
Miliarder legendaris Stanley Druckenmiller, baru-baru ini mengakui menyesal karena tidak berinvestasi dalam Bitcoin lebih awal. Druckenmiller, mantan manajer perusahaan manajemen investasi dan pendiri kantor keluarga Duquesne Capital, mengakui daya tarik Bitcoin, meskipun saat ini tidak memiliki Bitcoin dalam portofolionya. Ia bahkan membandingkan Bitcoin dengan emas, karena memiliki “citra merek yang kuat” yang koheren dengan generasi muda.
Pengakuan Druckenmiller menggarisbawahi perubahan pandangan terhadap Bitcoin di kalangan investor yang sudah mapan. Secara tradisional, banyak orang di industri keuangan melihat Bitcoin dengan skeptis, seperti yang diucapkan berulang kali oleh Warren Buffett, tetapi ketangguhannya dan semakin berkembangnya antusiasme investor muda telah menantang pandangan ini. Pengakuan Bitcoin sebagai kelas aset yang sah oleh investor berpengalaman seperti Druckenmiller menandakan perubahan dalam cara kripto dipandang dan digunakan.
BTC Semakin Merekah Jika Ini Terjadi
Sementara itu, analis dari Jefferies menegaskan ada dampak potensial terhadap BTC akibat perubahan kebijakan moneter di masa depan, bahwa Federal Reserve alias Bank Sentaral AS mungkin terpaksa menghidupkan kembali mesin pencetak uangnya, yang dapat berdampak buruk pada dolar AS. Dalam skenario seperti itu, Bitcoin bisa semakin bernilai sebagai lindung nilai terhadap devaluasi mata uang, karena jumlah dolar AS yang beredar jauh lebih banyak daripada sebelumnya.
Ada pula Paul Tudor Jones, seorang manajer perusahaan hedge fund terkenal lainnya, sangat mendukung baik Bitcoin maupun emas sejak tahun 2020. Baru-baru ini ia menyatakan bahwa ketegangan geopolitik dan tantangan fiskal, termasuk konflik Israel-Hamas dan posisi fiskal AS, telah mendorongnya untuk mempertaruhkan kedua aset ini. Jones terkenal menyebut Bitcoin sebagai “kuda tercepat” untuk mengalahkan inflasi pada tahun 2020, menunjukkan keyakinannya jangka panjang pada kripto yang satu ini.
Saat ekonomi global menghadapi tantangan yang terus berlanjut, peran kriptokurensi, terutama Bitcoin, kemungkinan akan terus berkembang. Potensi untuk menjaga kekayaan, mengamankan kemandirian keuangan, dan melindungi diri dari tekanan inflasi mengundang lebih banyak peserta ke dalam pasar kripto. Namun, penting untuk diingat bahwa pasar kripto tetap sangat spekulatif dan volatil, dan investor sebaiknya berhati-hati dan melakukan penelitian menyeluruh sebelum berpartisipasi.
Secara keseluruhan, kebangkitan terbaru Bitcoin menunjukkan legitimasinya yang semakin meningkat dan daya tariknya sebagai lindung nilai terhadap inflasi dan penyimpan nilai. Dinamika pasar kriptokurensi, adopsi institusional, dan perubahan sikap investor dan analis yang terkemuka semua berkontribusi pada pentingnya kriptokurensi ini dalam lanskap keuangan yang lebih luas. [ps]