Bitcoin ransomware menyerang data milik pemerintah Argentina. Peretas meminta tebusan 50 BTC atau setara dengan US$370.000 (Rp5 Miliar).
Ransomware diketahui menyerang sebuah data center pada Senin, 25 November 2019 lalu. Namun, baru diungkap kepada publik pada awal Desember 2019.
Menurut surat kabar lokal di Argentina, ada ribuan GB data yang terjangkiti, di sebuah data center. Sebagian dari data itu adalah milik pemerintah.
“90 persen data sudah dapat dipulihkan, namun tidak dengan data yang berukuran sekitar 7.700 GB. Data penting sebesar itu setara dengan data yang dikumpulkan selama 10 tahun lamanya,” kata Alicia Bañuelos, Menteri Sains dan Teknologi Argentina.
Pengelola data center memang memiliki antivirus untuk menangkal serangan semacam itu, sebab ransomware biasanya memiliki pola-pola tertentu yang dengan cepat dikenali. Saat itulah, akses Internet bisa dihentikan seketika agar dampaknya tidak meluas. Tapi, tidak pada kasus ini.
“Peristiwa itu terjadi pada Senin. Tetapi, kami baru mendapatkan informasi pada Selasa, setelah ada pemutakhiran data antivirus, karena antivirus ternyata tak mengenali pola ransomware itu. Ini sangat mengkhawatirkan, karena bisa terjadi pada perusahaan data center yang besar,” kata sang menteri. [Thenextweb/red]