Platform informasi perdagangan Coinglass mengungkap sebanyak 109.133 Bitcoin senilai US$1,8 milyar telah ditarik dari crypto exchange dalam sebulan ini. Apa penyebab penyusutan aset kripto wahid setara Rp27 triliun itu?
Dilansir dari Watcher Guru, saldo aset BTC itu dengan cepat mulai menipis sejak pertengahan awal bulan November 2022.
“Dengan perdagangan Bitcoin pada US$17.300 saat berita ini ditulis, saldo di bursa kini berada di ambang 2 juta BTC,” demikian disampaikan oleh media daring tersebut, pada Senin (5/12/2022).
Menyusul penarikan masif aset Bitcoin tersebut, sejumlah crypto exchange memperoleh inflow (arus dana masuk) dalam jumlah besar.
Binance, crypto exchange terbesar berdasarkan volume perdagangan, mencatat arus masuk terbanyak. Selama sebulan terakhir, pasokan pertukaran mencatat perubahan positif sekitar 95.000 BTC.
Kemudian OKX membuntuti, dengan saldonya mencatat kecenderungan naik sekitar 33.000 BTC. Bursa seperti Poloniex, Coinone, dan Huobi ikut serta dalam perahu yang sama.
Sebaliknya, dari Coinbase Pro, Bitfinex, Gemini, Kraken, Bitmex, Bybit, dan Gate, BTC meninggalkan crypto exchange itu.
Dengan total arus keluar yang melampaui arus masuk, jumlah bersih tetap negatif menunjukkan bahwa pengguna menambahkan aset kripto terbesar ke portofolio mereka.
Harga Bitcoin telah anjlok cukup dalam, dan pihak investor coba mengambil keuntungan dari tren saat ini.
“Faktanya, seperti yang diuraikan dalam artikel sebelumnya hari ini, jumlah investor yang memiliki lebih dari 1 BTC mencapai rekor tertinggi sepanjang masa di 958.909, membenarkan narasi tersebut,” terang Watcher Guru.
Media tersebut juga mencatat bahwa jumlah alamat yang memiliki lebih dari 0,1 koin juga mencapai rekor tertinggi sepanjang masa di 4.109.602 pada Senin kemarin.
Pergerakan aset BTC dalam jumlah besar selalu berhasil mencuri perhatian investor dan pengamat, terlebih jika Bitcoin tersebut berasal dari dompet lama, sekitar 5 sampai 9 tahun lalu, dan hanya dormant.
Seperti dilaporkan oleh Bitcoin News, perihal 348 BTC dipindahkan oleh pemiliknya pada tanggal 29 November 2022, yang dulu dibeli saat harganya masih US$1.000 per koin.
Dalam temuan dari Btcparser menunjukkan bahwa, 299 dari 348 BTC ada kemungkinan pemiliknya adalah orang yang sama.
Pemilik aset Bitcoin dalam jumlah besar mau tak mau kerap jadi sorotan pengamat, karena mereka dapat menggerakan pasar kripto jika menjual sebagian besar kepemilikan mereka.
Bisa dimaklumi, karena investor yang membeli Bitcoin dalam jumlah banyak saat harga rendah, bahkan jika di saat harganya masih US$100 per BTC, bisa mendulang kekayaan di tahun 2022 ini.
Penarikan BTC dari Bursa, Karena Guncangan di Industri Cryptocurrency
Industri cryptocurrency termasuk Bitcoin memang sangat terguncang, yang disebabkan oleh tekanan dolar sejak awal 2022, hingga keruntuhan bursa kripto FTX yang mengejutkan pada medio November 2022.
Imbas jatuhnya harga Terra LUNA kemudian disusul melemahnya situasi keuangan beberapa perusahaan kripto lain, seperti Gemini dan Genesis.
Sejak skandal FTX bergulir, kekhawatiran mulai terbentuk di antara investor, dengan sebagian dari mereka memutuskan untuk melikuidasi kepemilikan kripto mereka.
Krisis kepercayaan pun membayangi pasar kripto, sehingga beberapa upaya mulai coba dilakukan, seperti mengungkap dana cadangan BTC yang dimiliki bursa ke publik lewat mekanisme Proof-of-Reserve.
Karena faktor-faktor tersebut, bank multinasional Standard Chartered berpendapat harga Bitcoin (BTC) bisa jatuh menjadi US$5 ribu atau setara dengan Rp77 juta pada tahun 2023.
“Penurunan harga Bitcoin lebih lanjut sekitar 70 persen menjadi US$5 ribu pada tahun depan adalah di antara skenario kejutan, bahwa pasar mungkin masih sangat bearish,” kata Eric Robertsen, Kepala Penelitian Global di Standard Chartered kepada Bloomberg, Selasa (5/12/2022).
Eric menyorot kasus skandal FTX turut meruntuhkan kepercayaan pelanggan terhadap pasar kripto. Dan, getahnya juga menulari perusahaan kripto yang lain.
Meski demikian, tidak semua pihak bersikap pesimis akan prospek harga Bitcoin. Salah satunya dari investor modal ventura Amerika, Tim Draper yang memprediksi harga BTC akan mencapai US$250 ribu pada pertengahan tahun depan.
Sebelumnya, pendiri Draper Venture Network itu meramalkan bahwa Bitcoin akan mencapai US$250.000 pada akhir tahun 2022, tetapi pada awal November, pada konferensi teknologi Web Summit di Lisbon lalu.
Namun kemudian mengoreksinya, bahwa akan memakan waktu hingga Juni 2023 untuk mewujudkan prediksi harga BTC tersebut.
“Saya telah memperpanjang prediksi saya selama enam bulan. US$250 ribu per BTC adalah sasaran saya,” kata Draper kepada CNBC, Senin (5/12/2022).
Untuk mewujudkan prediksi ‘hiperbolis’ itu, maka harga BTC perlu lejitan hingga 1400 persen dari harga saat ini sekitar US$17 ribu.
Padahal sejak awal tahun 2022, karena dolar menguat dampak dari kenaikan suku bunga, BTC sudah anjlok lebih dari 60 persen. [ab]