Pasar kripto longsor pada Kamis (25/04), menyusul pernyataan Jaksa Agung New York yang menuduh pemilik bursa kripto Bitfinex melakukan transaksi ilegal untuk menyamarkan dana yang hilang senilai US$850 juta.
Tuduhan itu berdasarkan sebuah dokumen sepanjang 23 halaman, di mana Bitfinex menarik cadangan stablecoin Tether (USDT), yang diklaim didukung satu banding satu terhadap dolar AS, untuk membayar pengguna yang melakukan penarikan dana dari bursa kripto itu.
Tuduhan itu berdampak pada longsornya harga Bitcoin (BTC) hingga 6 persen, ke harga US$5.100, Ini sekaligus memunculkan pertanyaan mengenai keabsahan USDT, yang digunakan oleh banyak investor sebagai pengganti dolar AS agar mudah masuk dan keluar pasar kripto.
Jaksa Agung menyatakan, dana yang diambil dari Tether bernilai US$850 juta. Menurut Chad Cascarilla, kepala Paxos yang merupakan rival pembuat stablecoin Paxos Standard (PAX), angka tersebut sekitar 27 persen dari total cadangan dolar Tether.
Alih-alih dolar AS, dana US$850 juta itu didukung oleh jalur kredit dari bursa Bitfinex. Tetapi, dokumen legal terkait menyatakan Bitfinex sendiri juga berutang sejumlah yang sama demi menutup kerugian yang dialaminya.
Dokumen legal tersebut juga mengungkap pesan tertulis dari seorang eksekutif Bitfinex pada Agustus 2018 lalu yang memohon penambahan modal dari sebuah perusahaan pemroses pembayaran asal Panama yang telah menerima dana dari Bitfinex.
“Situasi ini sangatlah buruk. Kami memiliki lebih dari 500 penarikan yang tertunda, dan semakin bertambah. Terlalu banyak uang yang disimpan di perusahaan Anda dan kami sedang di ujung tanduk,” tulis eksekutif Bitfinex tersebut yang menggunakan nama samaran “Merlin”.
Merlin sekaligus mengingatkan “rekan Panama-nya”, bernama “Oz,” bahwa situasi tersebut adalah ancaman terbesar terhadap industri kripto keseluruhan dan Bitcoin bisa ambruk sampai di bawah US$1.000 jika mereka tidak bertindak cepat.
Identitas perusahaan pemroses pembayaran asal Panama, Crypto Capital, pun tidak jelas. Menurut Jaksa Agung, Bitfinex, yang terdaftar sebagai perusahaan di Kepulauan Virgin Inggris, menggunakan jaringan agen keuangan yang mencurigakan, termasuk teman-teman pegawai Bitfinex yang rela meminjamkan rekening bank pribadi mereka untuk proses transfer dana ke klien Bitfinex.
Dokumen itu juga menyatakan urusan perbankan Bitfinex menjadi kacau balau pada Maret 2017, setelah Wells Fargo menegaskan tidak akan lagi memfasilitasi transfer uang antara Bitfinex dan Tether.
Operasional Bitfinex, termasuk kaitannya dengan Tether, telah lama menjadi sumber desas-desus dan kontroversi. Kendati para eksekutif mengklaim kedua perusahaan tersebut menjaga jarak, Jaksa Agung New York membantah klaim tersebut dan menyoroti bahwa individu-individu yang sama mengendalikan keduanya.
Tuntutan Jaksa Agung tersebut bersifat perdata. Tetapi mengingat Jaksa Agung seringkali bermitra dengan FBI dan agensi federal lain, bila terbukti benar maka tuntutan itu bisa menjadi pidana.
Dampak peristiwa ini bagi investor belum terlihat. Cascarilla menyatakan, investor yang terdampak Tether sebagian besar berada di Asia. Krisis kepercayaan terhadap Tether dapat menyebabkan masalah likuiditas jangka pendek di pasar kripto. Ia menyarankan investor kripto menggunakan bursa dan stablecoin yang menaati regulasi AS. [fortune.com/ed]