Sah kita mengatakan bahwa para pekerja lepas alias freelancers adalah pilar terpenting masyarakat modern. Layanan on-demand mustahil bertahan jikalau freelancer tidak ada. Bagi perusahaan yang memerlukan jasa freelancer mendapatkan manfaat besar, karena tersedia setiap saat, fokus pada satu pekerjaan, dan relatif cepat. Bahkan beberapa bersedia dibayar murah dengan hasil kerja yang bersaing. Bagi perusahaan, keberadaan freelancer berdampak pada efisiensi bisnisnya. Bagi para pekerja, fleksibilitas mengatur waktu adalah motif utama.
Di Amerika Serikat (AS), menurut Robert Reich Mantan Sekretaris Departemen Ketenagakerjaan AS, dalam beberapa tahun sekitar 40 persen tenaga kerja berstatus sebagai kontraktor. Sementara itu dalam satu dekade terakhir lebih banyak warga AS lagi berstatus seperti itu. Berdasarkan laporan dari Upwork and Freelancers Union, diperkirakan mayoritas warga AS akan bekerja sebagai freelancer.
Masalahnya, tidak semua freelancer mendapatkan bayaran yang besar dengan jumlah pekerjaan yang banyak dalam tempo satu bulan. Tentu saja itu sangat tergantung pada jenis pekerjaan yang didapatkan. Beberapa ada yang beruntung mendapatkan kontrak jangka panjang. Masalah lainnya adalah soal kompensasi asuransi atau biaya berlibur yang biasanya didapatkan oleh pekerja kantoran.
Nah, bagaimana misalnya blockchain mengatasi masalah itu, setidaknya menambah besaran penghasilan freelancer. Dengan blockchain, pembayaran lebih transparan, karena partisipan dapat mengawasi pembayaran ke pihak lain dan sebaliknya.
Will Lee, CEO Blue Whale Foundation mencontohkan perusahaan Uber yang menaikkan komisi kepada para mitra pengemudinya. Maka, Uber harus memotong margin laba dari merchant yang buka lapak di platform-nya.
“Cara ini mendorong kedua belah pihak agar bekerja lebih lama dan mendapatkan penghasilan yang tetap seperti sebelumnya. Namun demikian, kami ketahui, nyatanya tidak satu pihak pun yang puas dengan mekanisme itu,” kata Lee.
Blockchain mencoba mengatasi ini pada tiga matra, yakni keadilan, komisi lebih besar dan pembayaran lebih cepat. Dalam sistem desentralistik, blockchain menyediakan platform yang transparan, karena protokol disiapkan hingga semua pihak perannya setara. Tak ada bias pada pihak tertentu.
Soal komisi yang lebih besar sangat memungkinkan, karena sejatinya tidak ada pihak ketiga dalam prosesnya. Semuanya hanya diperantarai oleh sistem, di mana tak ada entitas perusahaan yang mengendalikannya. Karena blockchain memanfaatkan teknologi Internet, maka proses pembayaran lebih cepat. Tidak ada bank di sini.
CryptoTask, sebuah platfrom bagi freelancer, menyediakan solusi ketika terjadi perselisihan pekerjaan. Karena tidak ada entitas sentral pada sistem blockchain, maka pihak penggugat harus mendelegasikan gugatannya kepada pihak lain dalam sistem yang sama secara acak. Pihak lain ini berperan sebagai pengulas (reviewer). Ia dapat bertindak hanya berdasarka voting dari pihak lainnya. Proses voting pun berasaskan kriptografi, sehingga lebih aman dan tak dapat diretas.
“Mekanisme penyelesaian perselisihan adalah kunci utama dalam dunia freelancer. Di CryptoTask, pengulas akan diberikan imbalan sekitar 10 persen dari pemberi kerja dan pekerja,” kata Vedran Kajic, CEO CryptoTask.
Blockchain tentu saja bukan ajimat sakti bagi masalah yang dihadapi freelancer. Regulasi harus seiring berjalan dengan kelajuan teknologi itu. Namun demikian, harus disadari, bahwa potensi blockchain saat ini akan menjadi fondasi kuat bagi masalah lain yang dihadapi manusia. [forbes/vins]