Jantung blockchain Giwa dari crypto exchange Upbit terbilang unik, tapi mungkin tak istimewa. Artikel ini membedah dan menjelaskannya secara sederhana.
Di Korea, kata “giwa” (기와) merujuk pada genteng tradisional yang sudah digunakan sejak berabad-abad lalu. Genteng ini terbuat dari tanah liat yang dibakar, berwarna abu-abu kehitaman, dengan bentuk melengkung khas.
Ia bukan sekadar penutup rumah, melainkan juga simbol perlindungan, harmoni, dan keterhubungan manusia dengan alam.
Dalam rumah tradisional Korea atau hanok, giwa menjadi bagian penting yang menjaga keluarga dari panas, hujan, maupun dingin, sekaligus menghadirkan keindahan visual yang selaras dengan lanskap sekitar.
BACA JUGA: Upbit Hadirkan Blockchain GIWA, Testnet Sudah Bisa Dicoba Publik
Mengenal Blockchain Giwa dari Upbit
Di era yang sama sekali berbeda, nama yang sama kembali muncul dengan makna baru: blockchain Giwa. Ia bukanlah material bangunan, melainkan sebuah infrastruktur digital yang mencoba menjadi fondasi bagi dunia Web3.
Giwa di sini adalah singkatan dari Global Infrastructure for Web3 Access, sebuah jaringan keuangan baru yang dikembangkan dengan tujuan menyediakan akses lebih mudah, lebih cepat, dan lebih efisien ke ekosistem blockchain alias Web3.
Saat ini, blockchain yang dikembangkan langsung oleh Upbit dari Dunamu Group ini, masih dalam tahapan testnet. Kendati demikian, publik sudah bisa mencicipinya dan mengujicobanya dengan menerbitkan smart contract di dalamnya.

Keduanya, meski berasal dari konteks berbeda, memiliki persamaan yang cukup menarik. Genteng giwa Korea bekerja dengan prinsip sederhana namun efektif: setiap keping genteng harus disusun rapi, saling menopang, agar atap rumah menjadi kuat. Bila satu bagian rapuh, keseluruhan struktur bisa terganggu. Prinsip ini serupa dengan jaringan blockchain, di mana setiap node berperan menopang keamanan dan kepercayaan sistem.
Blockchain Giwa sendiri dibangun menggunakan OP Stack, teknologi modular dari Optimism, yang juga digunakan oleh beberapa proyek Layer-2 populer di ekosistem Ethereum seperti Base dan Zora.
Dengan pendekatan ini, Giwa memanfaatkan konsep Optimistic Rollup, yaitu cara menggabungkan banyak transaksi ke dalam satu paket sebelum dikirim ke jaringan utama Ethereum. Hasilnya, transaksi bisa diproses lebih cepat dengan biaya yang lebih rendah, sambil tetap menjaga keamanan yang “diwariskan” dari Ethereum.
Rincian Transaksi Blockchain
Secara teknis, Giwa memang belum mencapai angka ribuan transaksi per detik seperti yang diklaim Solana. Namun, pendekatan rollup secara teoritik menawarkan kestabilan dan kompatibilitas yang sering kali menjadi pertimbangan utama bagi pengembang aplikasi. Dalam konteks biaya, gas fee pada Giwa bisa jadi jauh lebih rendah dibanding Ethereum mainnet, meskipun detail angka pastinya masih bergantung pada kondisi jaringan dan fase pengembangannya.
Namun sekilas, kita bisa mempelajari secara langsung rincian transaksi di blockchain itu. Di bawah ini adalah rincian beberapa transaksi di satu block di Giwa.

Block ini tercatat di block height 4.052.464 dan baru saja diproses pada 9 September 2025 pukul 12:59:40 WIB (UTC+7). Ukurannya relatif kecil, yakni hanya 1.145 byte, dengan total 3 transaksi yang berhasil masuk ke dalam block.
Pihak yang bertugas sebagai “penambang” atau lebih tepatnya sequencer adalah SequencerFeeVault, yang sesuai namanya menjadi tempat penampungan biaya transaksi.
Dari sisi penggunaan gas, block ini hanya memanfaatkan 88.132 gas dari total batas 60 juta gas yang tersedia. Artinya, tingkat pemanfaatannya sangat rendah, hanya sekitar 0,15 persen, bahkan tercatat turun hampir 99,71 persen dibanding block sebelumnya.
Biaya dasar (base fee per gas) yang dikenakan hampir mendekati nol, yakni 0,000000000000000251 ETH (0,000000251 Gwei), setara Rp0,0075, sehingga total biaya yang dibakar (burnt fees) juga sangat kecil, sekitar 0,00000000022121132 ETH. Tidak ada pembakaran signifikan yang terjadi di block ini, ditandai dengan persentase 0 persen.
Meski begitu, terdapat sedikit insentif tambahan berupa priority fee atau tip sebesar 0,000084 ETH, yang diberikan kepada sequencer. Jika dikonversi ke nilai sekarang, jumlah itu setara sekitar US$0,36 atau kurang lebih Rp6.000.
Singkatnya, block #4052464 ini menunjukkan aktivitas yang sangat ringan: hanya tiga transaksi, biaya gas hampir nol, dan pembakaran ETH yang tidak berarti. Kondisi ini bisa menjadi gambaran jaringan dalam keadaan sepi, dengan beban transaksi rendah, sehingga biaya transaksi bagi pengguna juga nyaris gratis. Tapi mungkin akan berbeda cerita dalam transaksi super banyak sekaligus.
Filosofi Mendalam dalam Tantangan
Ringkasnya, sejauh ini tujuan utama blockchain Giwa bukan semata mengejar angka tinggi dalam transaksi per detik, melainkan menyediakan akses yang inklusif dan efisien ke dunia Web3.
Nama panjangnya, Global Infrastructure for Web3 Access, menegaskan ambisi tersebut. Ia mencoba menempatkan dirinya sebagai “atap digital” yang melindungi sekaligus memfasilitasi berbagai aktivitas: mulai dari keuangan terdesentralisasi, NFT, hingga aplikasi berbasis blockchain yang lebih luas.
Menariknya, jika genteng giwa Korea mencerminkan filosofi harmoni dengan alam, blockchain Giwa membawa filosofi yang sejalan ke ranah digital: harmoni antara skalabilitas, keamanan, dan keterjangkauan.
Tiga hal ini sering kali menjadi dilema di dunia blockchain—dikenal sebagai scalability trilemma. Dengan mengandalkan OP Stack, Giwa berusaha mencari titik temu agar ketiganya bisa berjalan beriringan.
Sejauh ini, Giwa masih dalam tahap pengembangan, dengan testnet yang menjadi laboratorium uji coba berbagai fitur.
Dari block pertama hingga kini, testnet tersebut berfungsi seperti fondasi awal sebuah bangunan, menunggu untuk diperkuat, diuji, dan disempurnakan sebelum benar-benar dihuni. Hal ini mengingat dalam konteks tantangan kekinian, banyak blockchain yang jauh lebih superior, karena komunitas yang mendukung, tak hanya unggulan dari efisiensi.
Unik Tapi Tak Istimewa
Seperti dijelaskan di atas, Giwa dibangun menggunakan OP Stack, teknologi modular dari Optimism yang sama digunakan oleh proyek Layer-2 populer seperti Base dan Zora.
Artinya, Giwa tidak menghadirkan teknologi baru yang benar-benar berbeda, melainkan mengandalkan fondasi yang sudah ada.
Strategi Optimistic Rollup yang digunakannya untuk mempercepat transaksi dan menekan biaya gas juga bukan hal baru; banyak proyek Ethereum Layer-2 lain yang menawarkan prinsip serupa dengan kinerja lebih teruji.
Namun demikian, giwa punya akar filosofis yang menarik sebagai genteng Korea maupun blockchain Giwa sama-sama berbicara tentang perlindungan dan struktur.
Satunya menjaga rumah dari panas dan hujan, satunya menjaga jaringan transaksi dari biaya tinggi dan keterbatasan akses. Keduanya juga mengandung pesan filosofis: bahwa keberlanjutan, harmoni, dan keterhubungan hanya bisa tercapai bila setiap elemen, sekecil apa pun, disusun dengan rapi dan saling menopang.
Di sinilah menariknya sebuah kata sederhana: giwa. Ia menjembatani dua dunia yang tampak tak berhubungan—arsitektur tradisional dan teknologi mutakhir—namun menyimpan makna serupa. Dari atap rumah hanok di Korea hingga infrastruktur Web3 di dunia digital, giwa tetaplah tentang menciptakan ruang yang aman, efisien, dan penuh harmoni.
Blockchain Giwa akan terasa istimewa jika didukung oleh komunitas yang luas dan developer mengembangkan banyak aplikasi di dalamnya. [ps]
Disclaimer: Konten di Blockchainmedia.id hanya bersifat informatif, bukan nasihat investasi atau hukum. Segala keputusan finansial sepenuhnya tanggung jawab pembaca.