Pengembang BlockDAG Network mengklaim sebagai proyek crypto dari dan untuk rakyat, karena dibangun tanpa dana dari perusahaan modal ventura alias VC.
Di saat proyek-proyek kripto besar seperti Ethereum dan Solana bergantung pada modal ventura (VC) dan “jaringan orang dalam”, muncul satu nama yang justru melawan arus. Tanpa bantuan satu pun perusahaan modal ventura, tanpa investor awal rahasia, tanpa diskon pembelian BDAG untuk influencer, BlockDAG berhasil meraup lebih dari 299 juta dolar AS—atau setara hampir Rp5 triliun—langsung dari publik. Ini bukan sekadar angka. Ini adalah tanda perubahan arah industri.
Perihal tanpa bantuan VC ini ditegaskan oleh CEO BlockDAG, Antony Turner, sebagaimana yang dilansir dari FinanceFeeds.com, pada 28 Maret 2025 lalu.
“Sampai saat ini, kami memiliki lebih dari 750 ribu pengguna yang menambang, mendapatkan penghasilan, dan terlibat dengan kami. Strategi adopsi massal ini mengubah cara mendapatkan kripto yang sering kali memerlukan pengetahuan teknis dan perangkat keras yang mahal. Sebaliknya, BlockDAG membuat akses ke ekosistem semudah mengunduh aplikasi atau memainkan gim. Pendekatan inilah—tanpa hambatan, gamifikasi, dan menguntungkan—yang mendorong pertumbuhan komunitas viralnya dan mengukuhkan BlockDAG sebagai pesaing serius di ruang Layer 1,” sebutnya.
Apa Sebenarnya Peran VC di Proyek Crypto?
VC, atau venture capital, selama ini berperan sebagai motor uang di dunia startup dan crypto. Mereka adalah perusahaan yang mendanai proyek sejak awal, sering kali dengan imbalan kepemilikan token dalam jumlah besar dengan harga diskon.
Skenario ini membuat publik yang datang belakangan harus membeli dengan harga jauh lebih tinggi—tanpa jaminan bahwa ekosistemnya akan berkembang adil. BlockDAG menolak jalan ini. Mereka memilih satu hal yang jarang dilakukan: mempercayai investor biasa sejak hari pertama.
Kita coba bandingkan ketika Ethereum diluncurkan, sebagian besar token awal dikunci untuk pengembang, pendiri, dan mitra eksklusif. Solana bahkan lebih jelas: mereka didorong oleh dana dari raksasa VC seperti a16z dan Alameda Research. Ini membuat kedua blockchain ternama tersebut, meski mengusung semangat desentralisasi, justru dimiliki dan dikendalikan oleh segelintir orang sejak awal. Siapa yang menang? Mereka yang sudah punya akses duluan, yakni VC.
Di sisi lain, dari sejumlah sumber, BlockDAG justru memulai dari nol atau setidaknya diklaim oleh mereka begitu. Semua orang, siapa pun, bisa ikut berpartisipasi di presale sejak batch pertama. Mereka mengklaim tidak ada back door, tidak ada alokasi khusus, tidak ada perlakuan istimewa. Token pun dijual bertahap, dan saat ini sudah memasuki batch ke-29 dengan harga US$0,0276. Di situs resminya disebutkan, bahwa lebih dari 21,9 miliar token BDAG telah terjual. Dan pada 13 Juni 2025 akan diumumkan secara resmi di crypto exchange mana saja BDAG akan diperdagangkan.
Mereka juga mengklaim bahwa aplikasi penambangan BlockDAG, X1 Miner, sudah digunakan oleh lebih dari 1,5 juta orang. Berdasarkan pernyataan resmi, disebut bahwa cukup dengan ponsel, pengguna bisa mulai menambang dan mendapatkan BDAG.
Berdasarkan klaim itu, publik mungkin mudah menafsirkan bahwa BlockDAG adalah proyek crypto dari, oleh rakyat dan untuk rakyat, karena tidak lahir dan berawal dari dukungan VC.
Produk Lahir Sebelum Presale Selesai
Dan lagi, berbeda dengan proyek lain yang meluncurkan produk dan fitur mereka setelah tokennya diperdagangkan, BlockDAG justru menyiapkan semuanya sejak awal. Ini dapat diverifikasi dari blockchain mereka sudah masuk tahapan testnet yang membuktikan bahwa produk memang benar sedang dikerjakan, bukan ketika setelah presale selesai dan masuk ke crypto exchange.
Di titik ini, pemegang BDAG menanti pengumuman resmi dari pengembang kapan mainnet blockchain akan diluncurkan, sekaligus daftar crypto exchange yang siap untuk memfasilitasi perdagangan BDAG. [ps]