IKLAN

BTC Berpotensi Capai Puncak Harga Tahun 2026, Bukan 2025

Pergerakan harga Bitcoin saat ini sangat menarik untuk dipantau, pasalnya pada Rabu lalu BTC memulai kembali rally-nya dan mencapai rekor tertingginya pada level US$124.400, namun sayangnya terkoreksi kembali ke rentang US$118.000 hingga US$119.000 pada Kamis malam.

Data PPI Menjadi Pemicu Gejolak di Pasar Bitcoin

Data Producer Price Index (PPI) yang dirilis oleh Badan Statistik Tenaga Kerja AS pada Kamis (14/08/2025), menunjukkan kenaikan 0,9 persen pada Juli, jauh di atas ekspektasi ekonom yang hanya memprediksi 0,2 persen. Ini menjadi lonjakan terbesar sejak Mei 2022.

Kenaikan PPI yang lebih tinggi dari perkiraan terutama terjadi pada komponen perdagangan, yang menjadi sinyal waspada bagi The Fed. Data ini menunjukkan tekanan inflasi yang lebih kuat dan dapat memengaruhi rencana bank sentral terkait pemotongan suku bunga di masa depan.

Sebelum PPI dirilis, CME FedWatch Tool dari CME Group memperkirakan The Fed akan 100 persen menurunkan suku bunga pada pertemuan FOMC September. Namun setelah lebih tinggi dari perkiraan, peluang The Fed menahan suku bunga justru naik menjadi 7,9 persen, menunjukkan pasar kini lebih berhati-hati terhadap langkah bank sentral.

BACA JUGA  Mungkinkah AS Menjadikan Bitcoin sebagai Aset Cadangan Resmi?
CME FedWatch - CME Group
CME FedWatch – CME Group

Dampaknya langsung terlihat di pasar kripto. BTC turun lebih dari 5 persen ke US$118.000, Ethereum melemah 3,3 persen, dan XRP bahkan terjun 6 persen. Kenaikan PPI membuat investor khawatir potensi pemotongan suku bunga berkurang, sehingga aset berisiko mengalami tekanan.

Bitcoin Belum Capai Puncak Siklus Bullish

Penurunan yang terjadi saat pasar kripto memulai rally besar tampaknya tidak akan bertahan lama. Pandangan ini sejalan dengan proyeksi Yonsei Dent lewat analisis yang diunggah di CryptoQuant pada Selasa (13/08/2025).

Dalam analisis tersebut, Dent memproyeksikan bahwa meskipun terjadi penurunan sementara, tren jangka panjang Bitcoin tetap menunjukkan potensi kenaikan lebih lanjut. Salah satu indikator dalam menentukan puncak siklus adalah Net Unrealized Profit/Loss (NUPL).

NUPL membandingkan keuntungan dan kerugian yang belum direalisasi oleh pemegang Bitcoin. Saat nilainya di atas 0, lebih banyak koin berada dalam posisi untung dibanding yang rugi. Semakin tinggi NUPL, semakin besar dorongan investor untuk mengambil keuntungan, yang berpotensi menimbulkan tekanan jual di pasar kripto.

BACA JUGA  Narasi Bitcoin Halving Mulai Bersemi
Bitcoin NUPL - Yonsei Dent
Bitcoin NUPL – Yonsei Dent

Berdasarkan data historis, puncak siklus pasar sering kali bertepatan dengan puncak NUPL. Pada siklus 2017, NUPL membentuk satu puncak, sedangkan pada siklus 2021, indikator ini membentuk dua puncak.

Namun pada siklus kali ini, NUPL tampaknya sedang berusaha mencapai puncak ketiganya. Berbeda dengan siklus sebelumnya, pergerakan pasar saat ini cenderung bergerak dalam gelombang bertahap yang didorong oleh fundamental yang lebih solid.

“Berbeda dengan siklus sebelumnya, pasar bergerak dalam gelombang bertahap, sebuah pergeseran yang sebagian besar disebabkan oleh masuknya modal institusional, terutama melalui ETF berbasis AS,” jelasnya.

Teori Ekonomi Menunjukkan Tren Serupa

Selain indikator NUPL, teori ekonomi lain juga memberikan sinyal bahwa 2026 berpotensi menjadi tahun bullish bagi Bitcoin dan pasar kripto secara keseluruhan, salah satunya adalah Benner Cycle

Teori ini membagi setiap tahun menjadi tiga kategori: A untuk krisis, B untuk harga tinggi yang ideal dijual, dan C untuk harga rendah yang tepat dibeli. Tahun 2026 masuk kategori B, menandakan potensi puncak harga sebelum koreksi besar.

Puncak Harga BTC di 2026, Lalu Crash? Cek Dulu Sinyal Ini!

Benner Cycle menawarkan perspektif historis dari pola harga sebelumnya, membantu investor memperkirakan momentum pasar jangka menengah hingga panjang. Pola ini menunjukkan bahwa meski terjadi koreksi, tren bullish secara keseluruhan cenderung bertahan.

BACA JUGA  Arah Pasar Kripto Pasca Kasus Binance, Pelaku Pasar Merasa Lega

Selain itu, teori 4 tahunan Bitcoin halving juga mendukung proyeksi ini. Sejak pertama kali BTC diluncurkan, siklus halving—di mana jumlah Bitcoin yang ditambang berkurang setengah setiap empat tahun—sering memicu kenaikan harga jangka menengah hingga panjang.

Meski pasar kripto tetap fluktuatif dan koreksi jangka pendek bisa terjadi, indikator teknikal dan teori ekonomi mendukung pandangan bahwa siklus bullish Bitcoin kemungkinan besar akan tetap bertahan hingga 2026 mendatang. [dp]


Disclaimer: Seluruh konten yang diterbitkan di Blockchainmedia.id, baik berupa artikel berita, analisis, opini, wawancara, liputan khusus, artikel berbayar (paid content), maupun artikel bersponsor (sponsored content), disediakan semata-mata untuk tujuan informasi dan edukasi publik mengenai teknologi blockchain, aset kripto, dan sektor terkait. Meskipun kami berupaya memastikan akurasi dan relevansi setiap konten, kami tidak memberikan jaminan atas kelengkapan, ketepatan waktu, atau keandalan data dan pendapat yang dimuat. Konten bersifat informatif dan tidak dapat dianggap sebagai nasihat investasi, rekomendasi perdagangan, atau saran hukum dalam bentuk apa pun. Setiap keputusan finansial yang diambil berdasarkan informasi dari situs ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pembaca. Blockchainmedia.id tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung, kehilangan data, atau kerusakan lain yang timbul akibat penggunaan informasi di situs ini. Pembaca sangat disarankan untuk melakukan verifikasi mandiri, riset tambahan, dan berkonsultasi dengan penasihat keuangan profesional sebelum mengambil keputusan yang melibatkan risiko keuangan.

Terkini

Warta Korporat

Terkait