Bull Run Kripto Belum Tamat, Ledakan AI Jadi Pemicu Berikutnya

Banner IUX

Pasar kripto kembali menjadi sorotan setelah sejumlah analis menilai bahwa bull run masih jauh dari kata selesai.

Dalam sebuah video terbaru di kanal YouTube Lark Davis, pembahasan difokuskan pada perbandingan lonjakan industri kecerdasan buatan (AI) dengan gelembung dotcom akhir 1990-an.

Perspektif ini menarik karena banyak investor belakangan ini merasa sudah terlambat masuk pasar, padahal data historis menunjukkan masih ada ruang untuk pertumbuhan.

Dari Dotcom ke AI: Pola yang Berulang

Davis mengingatkan kembali pada periode 1995 hingga 2000 ketika indeks NASDAQ melonjak lebih dari lima kali lipat sebelum akhirnya jatuh 77 persen pada 2002.

Lonjakan itu dipicu euforia internet, di mana pada 1999 saja terdapat 457 IPO berbasis internet. Merger AOL dan Time Warner yang akhirnya dianggap gagal menjadi simbol puncak mania kala itu.

Kini, situasi serupa tampak berulang di sektor AI. Sejak ChatGPT diluncurkan pada November 2022, Nasdaq sudah naik lebih dari 130 persen. Nvidia, yang awalnya terkenal dengan chip gaming, berubah menjadi pusat perhatian Wall Street berkat lonjakan permintaan GPU untuk AI. Harga saham perusahaan itu bahkan meledak lebih dari 1.200 persen.

BACA JUGA:  Crypto.com dan Exodus Bermitra untuk Layanan Kustodi Institusional

Menurut data CB Insights, terdapat 498 unicorn AI dengan valuasi gabungan mencapai US$2,7 triliun, dan sekitar 100 di antaranya baru berdiri pada 2023.

“Ini adalah perusahaan-perusahaan yang masih bayi,” ujar Davis, menegaskan bahwa arus modal masih deras mengalir.

Antara Optimisme dan Tanda Bahaya

Meski banyak kesamaan dengan masa dotcom, perbedaan besar terlihat pada kemampuan menghasilkan pendapatan. Jika dulu muncul perusahaan internet yang cepat bangkrut, banyak perusahaan AI saat ini sudah mencetak laba besar. Namun demikian, sejumlah pihak tetap memberi peringatan.

Deutsche Bank, misalnya, menilai ledakan belanja modal AI berskala ratusan miliar dolar AS saat ini belum tentu berkelanjutan. Bahkan laporan Bain & Company menyebutkan bahwa AI menghadapi dilema “telur dan ayam,” kebutuhan daya komputasi semakin besar, tetapi pendapatan belum tentu bisa menopang.

Di sisi lain, grafik jangka panjang indeks S&P 500 masih memperlihatkan tren kenaikan. Data Decode JAR menunjukkan level puncak tren berada di kisaran 7.500 poin atau sekitar 12 persen dari posisi saat ini. Hal ini menandakan pasar belum benar-benar berada di wilayah gelembung.

BACA JUGA:  Berita Aset Digital Minggu Ini: BNB ATH, DOGE ETF, hingga Stablecoin

Perlombaan AI: Lebih dari Sekadar Bisnis

Selain urusan saham, Davis menekankan bahwa perlombaan AI kini menyerupai perlombaan antariksa era Perang Dingin. Bedanya, kali ini korporasi besar yang menjadi pemain utama, bukan hanya negara. Google, Meta, Microsoft, hingga perusahaan Tiongkok terjun habis-habisan dengan belanja modal triliunan dolar AS.

OpenAI bahkan menyebut bahwa AGI (Artificial General Intelligence) akan menjadi teknologi paling kuat yang pernah diciptakan manusia.

“AGI akan menjadi teknologi paling kuat yang pernah ditemukan umat manusia,” ujar CEO OpenAI, Sam Altman.

Komentar ini menggarisbawahi taruhan besar yang dipertaruhkan: siapa yang lebih dulu mencapai AGI berpotensi mengendalikan masa depan.

Pemerintah pun tidak tinggal diam. AS, misalnya, mendukung beberapa perusahaan dengan investasi strategis, termasuk ke Intel. Menurut Davis, dalam lima tahun mendatang, total belanja AI bisa mencapai US$4 triliun, mulai dari pembangunan pusat data hingga pengembangan chip generasi baru.

BACA JUGA:  Dorongan Baru Pasar Kripto: Solana, The Fed dan M2 Jadi Kunci

Implikasi Langsung untuk Kripto

Yang membuat diskusi ini relevan bagi dunia kripto adalah keterkaitan erat antara sentimen teknologi dan aset berisiko. JPMorgan memperkirakan pasar saham masih berpotensi naik 50 persen lagi jika alokasi investor kembali ke level era dotcom.

Jika itu terjadi, Davis menilai kripto bisa merespons lebih liar dengan potensi kenaikan 5 kali hingga 10 kali lipat untuk aset utama seperti Bitcoin atau Ethereum.

Meski peluang itu terbuka, ia juga mengingatkan bahwa akhir cerita tidak akan indah bagi semua pihak. Krisis pekerjaan akibat otomatisasi AI bisa memangkas laba perusahaan dan membuat banyak startup AI lenyap. Hanya sedikit pemain besar yang akan bertahan dan mendominasi.

Pada akhirnya, Davis menutup analisisnya dengan refleksi soal aset masa depan ketika inflasi fiat terus dipicu bank sentral.

“Ketika AGI benar-benar hadir, mata uang apa yang menurut Anda akan relevan? Itu adalah Bitcoin,” ujarnya menegaskan. [st]


Disclaimer: Konten di Blockchainmedia.id hanya bersifat informatif, bukan nasihat investasi atau hukum. Segala keputusan finansial sepenuhnya tanggung jawab pembaca.

Terkini

Warta Korporat

Terkait