Keunggulan teknologi blockchain semakin disadari oleh sejumlah institusi keuangan dan investasi besar. Setelah Bank Sentral Kanada, Singapura dan Thailand mengumumkan kesuksesannya menggunakan blockchain untuk pengiriman dana secara efisien, beberapa hari lalu, Bursa Efek Swiss, SIX berniat membuat token digital berbasis blockchain. Token digital itu nantinya digunakan untuk mempermudah emiten melakukan IPO (Initial Public Offering).
“Kami berencana membuat bursa perdagangan digital, di mana pengguna dapat menggunakan sebuah token digital internal dan layanan IDO (Initial Digital Offering) pada tahun 2020 nanti. Uji coba akan diselenggarakan pada musim panas tahun ini. Kami telah bermitra dengan sejumlah perusahaan yang ingin melakukan tokenisasi terhadap produknya, seperti sektor properti dan lain sebagainya. IDO ini kelak berstandar sama dengan IPO. Jikalau sukses, sistem IDO (menggunakan token digital berbasis blockchain) bisa jadi menggantikan sistem tradisional yang kita pakai saat ini,” kata Thomas Zeeb, Kepala Bursa Efek SIX.
Pada Februari 2019 lalu, Pemerintah Thailand juga mengizinkan pemanfaatan teknologi blockchain dalam perdagangan di bursa efek di Negeri Gajah Putih itu. Berlaku pada tahun ini juga, kelak perdagangan saham dapat menggunakan token digital atau kripto yang dikenal selama ini. Pihak lain mengenalnya sebagai Security Token Offering alias STO. Alasan utamanya adalah demi efisiensi proses perdagangan.
Dilansir dari BangkokPost, Jumat (22/2), “lampu hijau” itu menyala, setelah Majelis Legislatif Nasional Thailand menyetujui untuk mengubah undang-undang bursa efek dan sekuritas. Sebelumnya, pada 8 Februari 2019, majelis sudah menerima permohonan perubahan itu.
Selanjutnya Komisi Bursa dan Sekuritas Thailand (SEC) akan mengeluarkan rincian aturan mainnya dalam beberapa bulan mendatang. Aturan itu kelak akan mengubah pola perdagangan elektronik bursa efek Thailand, yang memungkinkan penggunaan token digital berbasis blockchain.
“Namun demikian, ini akan bergantung pada jenis saham atau obligasi yang terasosiasi dengan token yang diterbitkan,” kata Pariya Techamuanvivit, Direktur Komunikasi SEC Thailand.
Mekanisme dasar
Kendati belum ada informasi terperinci soal konsep baru itu. Setidaknya ada sejumlah kemungkinan yang bisa diterapkan. Secara teknis, blockchain yang digunakan nantinya akan mengenkripsi saham-saham yang bakal diperdagangkan menjadi bentuk digital yang direpresentasikan dalam bentuk token. Dengan begitu, proses transaksi saham bakal jauh lebih mudah dan sederhana, lantaran hanya perlu ditransfer secara elektronik melalui daftar pemegang saham yang sebelumnya telah terdistribusi di jaringan pribadi berbasis blockchain.
Setidaknya, murahnya aktifitas transaksi saham secara digital dalam blockchain bisa dilihat dari skema transaksinya yang menghubungkan secara langsung pembeli saham dengan pemilik saham sebelumnya. Dengan demikian, tidak akan ada lagi kegiatan konsultasi dengan securities consultant (SC) dan juga pialang (broker), yang dalam sistem perdagangan konvensional berperan sebagai perantara transaksi.
Tak hanya itu, posisi lembaga kliring (clearinghouse) dan lembaga kustodian mungkin juga tak akan lagi dibutuhkan atau perannya berkurang. Dalam kata lain, beberapa peran tersebut di atas bakal “lenyap” seiring dengan dilakukannya transaksi saham melalui blockchain. Transaksi pun berjalan secara otomatis dan langsung, sesuai dengan smart contract yang dituliskan. [Coindesk.com/vins]