Bursa kripto KuCoin yang dikelola oleh PEKEN Global Limited kini diwajibkan membayar denda sebesar US$297 juta (sekitar Rp4,8 triliun) setelah diduga terlibat dalam memfasilitasi transaksi ilegal.
Menurut pengumuman resminya pada 27 Januari 2025, PEKEN dinyatakan bersalah atas tuduhan mengoperasikan bisnis pengiriman uang yang berkaitan dengan cryptocurrency tanpa lisensi di AS.
“KuCoin, salah satu crypto exchange terbesar di dunia, mengaku bersalah hari ini atas satu tuduhan mengoperasikan bisnis pengiriman uang tanpa lisensi,” sebagaimana tercantum pada pengumuman tersebut.
KuCoin, yang beroperasi sejak 2017 dan memiliki lebih dari 30 juta pengguna, gagal memenuhi kewajiban hukum AS untuk mencegah pencucian uang dan pendanaan teroris, meskipun menjadi salah satu bursa kripto terbesar di dunia.
Menurut dakwaan Danielle Sassoon, Jaksa Amerika Serikat untuk Distrik Selatan New York, KuCoin gagal menerapkan sistem Anti-Money Laundering (AML) dan Know-Your-Customer (KYC) yang memadai, yang menyebabkan platform tersebut digunakan untuk transaksi kripto ilegal.
“Selama bertahun-tahun, KuCoin menghindari penerapan kebijakan anti-money laundering yang diperlukan untuk mengidentifikasi pelaku kriminal dan mencegah transaksi ilegal. Akibatnya, KuCoin digunakan untuk memfasilitasi transaksi mencurigakan senilai miliaran dolar dan untuk mentransmisikan hasil yang berpotensi kriminal, termasuk hasil dari pasar gelap dan malware, ransomware, serta skema penipuan,” jelas Sassoon.
Crypto exchange tersebut juga tidak melaporkan transaksi yang mencurigakan kepada jaringan pengawasan keuangan AS, Financial Crimes Enforcement Network (FinCEN), yang menjadi kewajiban bagi bisnis pengiriman uang seperti bursa kripto.
Pada tahun 2024, KuCoin melayani sekitar 1,5 juta pengguna terdaftar di AS dan menghasilkan sekitar US$184,5 juta dari biaya transaksi. Meskipun memiliki kehadiran yang signifikan di pasar kripto Amerika Serikat, perusahaan ini gagal menerapkan prosedur KYC yang diwajibkan oleh hukum.
Hingga Juli 2023, KuCoin tidak mewajibkan pengguna untuk memberikan informasi identitas mereka. Baru pada Agustus 2023, bursa kripto mulai memberlakukan sistem KYC bagi pengguna baru dan mereka yang ingin melanjutkan penggunaan layanan di platform tersebut.
Selain denda sebesar US$297 juta, PEKEN juga setuju untuk menghentikan operasi KuCoin di pasar AS setidaknya selama dua tahun ke depan, akibat pelanggaran terhadap peraturan yang berlaku.
Tidak hanya itu saja, menurut dakwaan tersebut, dua pendiri crypto exchange tersebut juga akan mundur dari posisi manajerial dan operasional platform tersebut.
“Chun Gan, juga dikenal sebagai “Michael,” dan Ke Tang, juga dikenal sebagai “Eric,” yang didakwa bersama dengan PEKEN pada Maret 2024, tidak akan lagi memiliki peran apapun dalam manajemen atau operasi KuCoin,” seperti dijelaskan dalam pengumuman tersebut.
Kedua pendiri setuju menyerahkan dana US$2,7 juta yang diperoleh dari operasi KuCoin di AS. PEKEN juga diwajibkan membayar denda sebesar US$184,5 juta dan US$112,9 juta, serta membayar total senilai US$297 juta (sekitar Rp4,8 triliun) kepada pengadilan.
Meskipun KuCoin mengaku bersalah, crypto exchange tersebut berkomitmen untuk memperbaiki sistemnya dan beroperasi sesuai dengan peraturan yang berlaku di masa depan. Penegakan hukum ini menegaskan pentingnya kepatuhan terhadap regulasi internasional dalam industri kripto yang saat ini semakin berkembang.
Kasus ini juga mengingatkan investor untuk memilih bursa kripto yang mematuhi standar keamanan dan regulasi yang ketat. Hal ini penting untuk melindungi transaksi mereka dari potensi risiko kejahatan yang merugikan. [dp]