Calon Presiden Korea Selatan, Hong Joon-pyo, tidak main-main dalam menyusun agenda kampanyenya.
Di tengah persaingan politik yang semakin sengit menjelang pemilu 3 Juni 2025, Hong justru mencuri perhatian publik dengan janji yang tidak biasa dengan berkomitmen akan mencabut berbagai regulasi yang menghambat perkembangan kripto di negeri ginseng.
Langkah ini disebutnya terinspirasi dari pendekatan deregulasi yang sempat diambil pemerintahan Donald Trump di AS.
“Untuk mengembangkan blockchain dan aset virtual sebagai satu industri, saya akan mencabut regulasi seperti yang dilakukan pemerintahan Trump di AS, dan saya akan memperkenalkan teknologi blockchain ke sektor publik dan layanan administratif serta mengembangkan aset virtual sebagai satu industri,” ujar Hong, dilansir dari Naver.
Ambisi Besar Hong: Bukan Sekadar Kripto
Namun, janji Hong tak berhenti di soal aset virtual. Ia juga menjanjikan investasi besar-besaran ke sektor teknologi lain yang dianggap strategis, seperti kecerdasan buatan dan teknologi kuantum.
Target anggarannya mencapai 50 triliun won selama lima tahun ke depan, angka yang cukup untuk membuat siapapun mengernyitkan dahi, namun sekaligus membayangkan peluang besar bagi masa depan negara tersebut.
Di sisi lain, Hong memang punya alasan kuat mengapa ia membidik sektor ini. Populasi pengguna kripto di Korea Selatan saat ini diperkirakan mencapai lebih dari 15 juta orang, mayoritas dari mereka adalah kalangan muda yang cukup vokal di media sosial maupun ruang publik.
Dengan janji deregulasi ini, Hong jelas ingin menarik simpati dari segmen pemilih muda, yang selama ini dianggap kurang mendapat perhatian dalam kebijakan ekonomi digital.
Korea Selatan Menjadi Tuan Rumah Blockchain Asia?
Lebih lanjut lagi, Hong melihat blockchain bukan sekadar tren sesaat. Ia menyebut bahwa teknologi ini akan menjadi tulang punggung berbagai sistem publik di masa depan. Dari sistem administrasi pemerintahan hingga layanan logistik dan keuangan, semuanya bisa disederhanakan dan dibuat lebih transparan dengan blockchain.
Jika Korea Selatan berhasil memposisikan dirinya lebih awal, bukan tak mungkin negara ini bisa menjadi pusat blockchain terbesar di Asia, bahkan menggeser dominasi Tiongkok atau Singapura.
Namun demikian, janji Hong tentu bukan tanpa tantangan. Dunia kripto memang menjanjikan, tetapi juga penuh risiko. Skandal penipuan seperti kasus PlusToken yang merugikan jutaan investor di Tiongkok sempat membuat banyak negara waspada.
Bahkan di Korea Selatan sendiri, otoritas keuangan seperti Financial Services Commission (FSC) baru-baru ini mengumumkan rencana pelonggaran aturan untuk investasi institusional di kripto, prosesnya pun dilakukan dalam dua tahap, dimulai April 2025. Artinya, perubahan tetap harus dilakukan secara hati-hati.
Gaya Trump, Tapi di Asia
Janji Hong yang mengacu pada kebijakan Presiden Trump di AS memang terdengar berani, bahkan mungkin kontroversial bagi sebagian kalangan. Tapi jika dilihat dari sudut pandang pasar dan teknologi, pendekatan ini bisa jadi masuk akal.
Pemerintahan Trump memang dikenal mendorong pelonggaran regulasi untuk memacu pertumbuhan ekonomi, dan hasilnya cukup terasa di sektor teknologi serta aset digital.
Kini pertanyaannya, apakah pendekatan serupa akan berhasil jika diterapkan di Korea Selatan? Ataukah justru membuka pintu bagi spekulasi dan risiko keamanan yang lebih besar?
Warga Korea Selatan tampaknya harus memilih antara tetap berada di jalur konservatif atau mengambil lompatan besar ke masa depan ekonomi digital.
Hong Joon-pyo sendiri tampak percaya diri. Selain mengusung visi “Republik Ketujuh” lewat reformasi konstitusi, ia juga ingin membentuk citra Korea Selatan sebagai negara maju yang tak hanya mengekor tren global, tetapi juga memimpin di garis depan inovasi.
Dan di tengah segala janji itu, blockchain dan kripto tampaknya jadi salah satu kunci utamanya.
Meskipun belum bisa dipastikan apakah janji-janji ini akan diwujudkan jika ia terpilih, setidaknya Hong telah berhasil mengangkat satu isu yang selama ini hanya dibicarakan di kalangan komunitas teknologi.
Kini, nasib blockchain dan kripto ada di tangan pemilih, mereka yang akan menentukan apakah arah deregulasi ini sebuah visi masa depan atau sekadar strategi kampanye semata. [st]