Tidak sedikit orang yang mendambakan penghasilan pasif (passive income) tiap bulan tanpa harus terlibat aktif tiap hari. Salah satu opsi yang belakangan makin dilirik adalah lewat DeFi, terutama dengan bermodal stablecoin.
Tapi apakah realistis bisa dapat Rp5–10 juta per bulan dari strategi ini? Jawabannya adalah bisa, tapi tidak instan. Yuk, kita cari tahu.
Strategi Passive Income Pakai Stablecoin yang Simpel dan Tidak Ribet
Strategi ini dasarnya simpel, kamu menyetor stablecoin seperti USDT atau USDC ke dalam platform DeFi, lalu dana itu dikelola dalam vault atau liquidity pool. Imbal hasilnya berasal dari aktivitas peminjaman, biaya swap dan insentif protokol.
Vault di dunia DeFi itu pada dasarnya adalah “brankas pintar” yang secara otomatis mengelola aset kripto kamu agar menghasilkan cuan.
Kamu tidak perlu khawatir lagi soal fluktuasi harga seperti Bitcoin, karena aset yang dipakai adalah stablecoin yang nilainya relatif tetap terhadap dolar AS.
Vault seperti Beefy, Yearn, Morpho dan Pendle menjadi tujuan favorit untuk strategi ini karena menyediakan sistem auto-compound. Artinya, imbal hasil yang kamu dapatkan akan otomatis diinvestasikan ulang untuk menghasilkan bunga berbunga, tanpa perlu kamu klik-klik tiap hari.
Ringkasnya di titik ini, strategi ini menggunakan stablecoin seperti USDT, USDC, atau DAI untuk mendapatkan passive income melalui protokol DeFi (decentralized finance). Kamu menyetorkan stablecoin ke dalam vault atau liquidity pool di platform seperti Yearn, Morpho, Beefy, atau Pendle, dan platform itu akan mengelola aset kamu secara otomatis, umumnya dengan sistem auto-compounding (bunga berbunga).


Berapa Modal untuk Dapat Passive Income Rp5–10 Juta Per Bulan?
Kalau tujuannya adalah Rp5–10 juta per bulan, yang setara dengan sekitar US$312–625 dengan kurs saat ini, maka kamu dapat cuan tahunan sekitar US$3.750–7.500.
Dengan asumsi kamu menaruh dana di vault stablecoin dengan APY bersih 4-7 persen, maka untuk dapat Rp5 juta per bulan atau sekitar US$312, kamu butuh modal sekitar US$62.500 hingga US$75.000, atau setara dengan Rp1 miliar hingga Rp1,2 miliar. Sementara jika sasaranmu sebesar Rp10 juta per bulan atau US$625, kamu butuh modal sekitar Rp2 miliar hingga Rp2,4 miliar.
Itu angka bersih setelah memperhitungkan gas fee, biaya masuk atau keluar vault, serta sedikit fluktuasi APY. Dalam kondisi normal dan dengan penempatan dana di protokol yang aman, hasil ini relatif bisa dicapai tanpa perlu sering-sering dipantau.
Berikut adalah tabel skenario kebutuhan modal untuk berbagai target pendapatan pasif bersih per bulan, dengan asumsi APY bersih 4–7 persen per tahun, dalam bentuk vault stablecoin seperti di Beefy, Yearn, Morpho, atau Pendle. Kurs yang digunakan: US$1 = Rp16.000.
APY bersih adalah setelah memperhitungkan biaya transaksi, gas fee, dan fluktuasi kecil. Angka modal disajikan dalam dua skenario: optimistis (7 persen APY) dan konservatif (4 persen APY). Semua hasil dihitung sebagai bersih tahunan, artinya penghasilan sudah dalam bentuk yang bisa dicairkan tiap bulan bila dibutuhkan.
Dalam skenario auto-compound, modal akan tumbuh lebih cepat bila hasilnya tidak langsung dicairkan. Tabel itu menunjukkan bahwa DeFi stablecoin farming bisa menjadi mesin penghasilan pasif jangka panjang—fleksibel untuk pemula hingga yang ingin membangun portofolio miliaran rupiah.
Keunggulan dan Risiko yang Perlu Diingat
Dari sisi kenyamanan, jelas menguntungkan. Kamu tidak perlu jual beli token, tidak perlu pantau grafik tiap jam, bahkan tidak perlu farming secara manual. Cukup setor, pilih vault yang aman, lalu biarkan sistem bekerja. Kalau kamu disiplin dan membiarkan imbal hasilnya dikumpulkan, bunga berbunga bisa membuat modal tumbuh secara alami.
Keuntungan lainnya adalah tidak ada risiko harga jatuh seperti saat kamu pegang token kripto biasa. Risiko utamanya hanya terletak pada kegagalan kontrak pintar atau depeg stablecoin, tapi ini bisa diminimalkan dengan cara diversifikasi ke beberapa stablecoin seperti USDT, USDC dan DAI serta memakai platform besar yang sudah diaudit.
Tapi ingatlah bahwa angka APY itu adalah angka rata-rata dan setiap waktu dapat berubah. Perubahan APY ini bisa terjadi dalam hitungan hari, bahkan jam. Sebuah vault yang hari ini menawarkan APY 6 persen, bisa turun menjadi 3 persen seminggu kemudian, atau sebaliknya melonjak ke 9 persen karena dorongan aktivitas tertentu. Hal ini wajar dan mencerminkan mekanisme pasar terbuka di ekosistem DeFi.
Salah satu faktor utama yang membuat APY berubah adalah perimbangan antara penawaran dan permintaan dalam protokol lending. Misalnya, di platform seperti Aave atau Morpho, jika banyak orang ingin meminjam stablecoin, maka suku bunga pinjaman akan naik, yang berarti APY untuk para pemberi pinjaman juga ikut naik. Namun, jika terlalu banyak likuiditas masuk dan hanya sedikit peminjam, maka bunga yang diterima pemberi pinjaman menjadi kecil karena hasil dibagi lebih banyak peserta.
Selain itu, APY juga sangat dipengaruhi oleh volume dan aktivitas transaksi. Di protokol seperti Pendle atau Curve, imbal hasil yang dibagikan berasal dari biaya transaksi. Artinya, ketika pasar ramai dan terjadi banyak pertukaran, maka pendapatan meningkat dan APY pun naik. Sebaliknya, saat pasar lesu dan sepi transaksi, APY akan turun karena arus pendapatan protokol berkurang.
Faktor lainnya datang dari program insentif yang ditawarkan oleh protokol. Banyak platform DeFi yang memberikan imbalan tambahan dalam bentuk native token mereka sebagai dorongan agar pengguna menyediakan likuiditas. Saat program insentif sedang berlangsung, APY bisa tampak sangat tinggi. Tapi begitu program berakhir, atau harga token turun drastis, nilai APY yang diterima pun bisa menyusut tajam.
Bisakah Mulai Kalau Modal Masih Minim?
Nah, ini pertanyaan paling umum. Misalnya kamu baru punya Rp10 juta. Apakah bisa mulai? Jawabannya, bisa banget. Tapi imbal hasilnya belum akan terasa besar. Sebagai gambaran, dengan APY 4-7 persen, dana Rp10 juta akan tumbuh sekitar Rp450 ribu dalam setahun, atau sekitar Rp40 ribuan per bulan.
Bukan jumlah yang bikin hidup berubah, tapi bisa jadi awal membangun mesin pasif yang akan terus membesar. Langkah realistik yang bisa kamu lakukan adalah menyisihkan hasil aktif dari gaji, freelance, atau usaha untuk diubah ke stablecoin.
Lalu gunakan jaringan yang gas fee-nya murah seperti BNB Chain atau Arbitrum. Manfaatkan platform auto-compound agar tidak perlu repot, dan reinvest hasilnya setiap bulan agar efek compound terasa dalam jangka panjang.
Misalnya kamu konsisten menambah modal Rp2–3 juta tiap bulan dari penghasilan aktif, maka dalam dua sampai tiga tahun kamu bisa bangun modal Rp50–100 juta, cukup untuk menghasilkan passive income sekitar Rp250 ribu sampai Rp500 ribu per bulan, itu sudah lumayan membantu biaya hidup harian dari stablecoin.
Kalau tujuannya benar-benar passive income bulanan, kamu bisa cairkan hasilnya tiap bulan. Tapi jika masih tahap membangun, lebih baik biarkan imbal hasilnya dikumpulkan.
Dalam sistem auto-compound, semakin lama kamu biarkan, semakin besar efek compounding bekerja untukmu. Tapi tentu semua kembali ke kebutuhan pribadi. Kalau kamu memang butuh tambahan dana Rp500 ribu sebulan untuk menutup biaya listrik atau makan, tidak ada salahnya mengambil sebagian hasil tiap bulan.
Namun, tentu saja ada risiko. Tidak ada sistem yang benar-benar bebas risiko. Beberapa hal yang wajib diperhatikan antara lain risiko kontrak pintar, meskipun jarang, tetap ada kemungkinan bug atau serangan. Risiko depeg stablecoin juga nyata, seperti saat USDC sempat kehilangan patokannya saat krisis perbankan di AS.
Risiko vault migrasi atau dihentikan pun bisa terjadi sehingga kamu tetap perlu cek platform minimal sebulan sekali. Risiko imbal hasil turun juga tidak bisa diabaikan karena APY bisa berubah, terutama jika arus masuk sangat besar atau strategi lama sudah tidak relevan.
Namun risiko-risiko ini bisa ditekan kalau kamu menggunakan wallet khusus farming, diversifikasi stablecoin, pilih platform dengan audit dan reputasi baik, serta tidak terlalu percaya diri menaruh semua dana di satu tempat.
Jadi, sangat realistis untuk mendapatkan passive income Rp5–10 juta per bulan dari stablecoin farming, asalkan kamu punya modal antara Rp1 miliar sampai Rp2,4 miliar dan benar-benar fokus di strategi yang aman. Tanpa leverage, tanpa spekulasi harga dan tanpa stres memantau harga token setiap hari.
Kalau modal kamu di bawah itu, bisa banget mulai dari sekarang, karena yang terpenting adalah membangun kebiasaan dan memahami cara kerja sistemnya. Banyak orang yang membangun passive income justru bukan dari cuan besar langsung, tapi dari konsistensi kecil yang dikumpulkan perlahan.
Dan siapa tahu, di tengah perjalanan, kamu jadi makin paham dan berani mencoba strategi tambahan yang hasilnya lebih tinggi, tentu setelah paham betul risikonya. Jadi daripada menunggu punya Rp1 miliar dulu, lebih baik mulai dari yang kamu punya sekarang. Biarkan waktu dan bunga berbunga yang bekerja untukmu.
Ringkasnya cara dapat passive income dengan cara ini adalah kamu cukup menyetor stablecoin seperti USDT, USDC, atau DAI ke dalam vault di platform DeFi—contohnya seperti yUSDC di Yearn atau vault Curve thUSD/DAI/USDC/USDT di Beefy. Setelah itu, sistem akan bekerja otomatis untukmu.
Dana yang kamu setor akan dikelola dengan strategi seperti lending (dipinjamkan kepada pengguna lain), farming (menyediakan likuiditas), dan juga memperoleh insentif dari protokol DeFi itu sendiri. Hasilnya? Kamu tetap menerima imbal balik dalam bentuk stablecoin juga—baik secara langsung atau melalui konversi dari reward token yang kemudian ditukar kembali ke stablecoin.
Semua hasil tersebut akan langsung dikumpulkan dan di-reinvest secara otomatis, bahkan bisa terjadi setiap hari atau bahkan tiap jam, tergantung mekanisme platform-nya. Ini yang disebut sistem auto-compounding, yang memungkinkan bunga berbunga berjalan tanpa perlu kamu repot mengelola secara manual. Kapan pun kamu ingin mengambil dana, termasuk hasilnya, semuanya bisa ditarik dengan mudah.
Namun, penting diingat bahwa angka APY yang terlihat hari ini bisa berubah dengan cepat. Perubahan bisa terjadi dalam hitungan hari, bahkan jam, tergantung aktivitas pasar, insentif protokol, dan kondisi likuiditas. Karena itu, meski strategi ini tergolong stabil dan pasif, tetap penting untuk memahami bahwa hasilnya dinamis dan dipengaruhi oleh banyak faktor yang terus bergerak di balik layar. [st]