Contoh Header Banner Blockchainmedia

CEO Abra: Ini Reli Bitcoin yang Paling Dibenci Orang

Di tengah gejolak makroekonomi dan perdebatan soal regulasi, reli Bitcoin terbaru justru terasa lebih sepi dibanding momen-momen besar sebelumnya. Tidak ada lonjakan pencarian Google yang mencolok, media pun hanya menyebutkan sesekali.

Namun, justru itulah yang membuatnya menarik. Menurut CEO dan Pendiri Abra, Bill Barhydt, ini adalah reli Bitcoin paling dibenci yang pernah ia lihat.

Barhydt menjelaskan dalam perbincangan dengan Anthony Pompliano di kanal YouTube-nya bahwa permintaan saat ini justru datang dari kalangan institusi dan korporasi.

Sementara investor ritel, yang biasanya menjadi pemicu euforia besar, belum benar-benar ikut bermain. Ia juga menyebutkan bahwa tingkat leverage pada kontrak berjangka perpetual saat ini masih jauh di bawah rata-rata, yang menandakan bahwa ritel belum masuk secara agresif.

Tarik Ulur Faktor Makro dan Taruhan pada Bitcoin

Tarif impor yang diumumkan, dan dibatalkan, berulang kali oleh pemerintah AS menjadi salah satu penyebab volatilitas jangka pendek. Namun, dalam pandangan jangka panjang, Barhydt melihat Bitcoin sebagai respons alami terhadap kondisi sistem keuangan global yang terus digerogoti oleh inflasi dan pencetakan uang.

“Kalau kamu zoom out, kelihatan sekali Bitcoin sedang menyedot likuiditas,” ujarnya.

Di sisi lain, dia menyebutkan bahwa banyak orang terlalu fokus pada fluktuasi harga harian tanpa memahami dasar dari teori jaringan dan nilai yang tumbuh dari adopsi secara luas.

“Ada rumus nyata untuk menilai nilai sebuah jaringan,” tegasnya.

Perusahaan dan Leverage: Pedang Bermata Dua

Salah satu tema besar dalam pembahasan adalah strategi perusahaan yang memasukkan Bitcoin ke dalam neraca mereka. Ini sering kali dilihat sebagai strategi “Hail Mary” yang bisa mendongkrak harga saham.

Namun demikian, Barhydt memperingatkan bahwa banyak perusahaan menggunakan leverage berlebihan yang justru bisa menjadi bom waktu jika nilai dolar AS tiba-tiba stabil atau bahkan menguat.

“Kalau devaluasi dolar AS melambat, sementara leverage terus bertambah, kita bisa lihat penurunan Bitcoin 15 sampai 25 persen dalam waktu singkat,” jelas Barhydt.

Ia juga menyinggung risiko jika perusahaan-perusahaan seperti Strategy berhenti membeli Bitcoin, yang bisa memicu penyesuaian harga saham dan premi NAV mereka.

Selain itu, meskipun kondisi regulasi di AS mulai membaik, masih banyak tantangan. Barhydt menyebut perlunya “sandbox” regulasi agar startup tidak harus mengeluarkan biaya tak masuk akal hanya untuk memulai.

Ia juga mengkritik kemungkinan dominasi bank besar dalam penerbitan stablecoin yang diberi izin untuk menawarkan imbal hasil, sementara pemain lain tidak.

“Saya lebih khawatir soal regulasi yang membatasi pendatang baru ketimbang aturan stablecoin,” tegas Barhydt.

Meski masa depan keuangan tampak akan mengarah pada sistem yang lebih terbuka dan desentralistik, tidak berarti semuanya akan berubah total dalam waktu dekat. Dunia kemungkinan akan bergerak menuju keseimbangan antara sistem sentralistik dan desentralisasi, dan di sinilah Bitcoin bisa menjadi jangkar utama.

Namun, seperti biasa, yang menentukan bukan hanya teknologi, tapi juga manusia yang menggunakannya. Dan untuk sekarang, Bitcoin sepertinya masih berjalan sesuai jalurnya, dengan atau tanpa euforia massal.

“Bitcoin itu baik-baik saja. Yang perlu berubah itu persepsi orang, bukan teknologinya,” ujar Barhydt. [st]

Terkini

Warta Korporat

Terkait