Lawrence Samantha CEO NOBI, perusahaan penyedia jasa staking aset kripto di Indonesia, menyambut baik skema staking ETH di Ethereum 2.0, karena pengguna bisa mendapatkan passive income secara rutin.
“Menurut saya, Ethereum 2.0 yang kelak bersistem Proof-of-Stake (PoS) amatlah baik. Ia tak hanya lebih hemat biaya, karena node validator cukup menyewa komputer cloud sendiri ataupun bisa menggunakan layanan staking pool,” kata Lawrence dalam wawancara khusus beberapa waktu lalu, terkait perkembangan terkini Ethereum menuju sistem PoS dari Proof-of-Work (PoW).
Tahap pertama (phase 0) Ethereum 2.0 (Beacon Chain) dipastikan sesuai jadwal, yakni dimulai pada 1 Desember 2020 mendatang, ketika 24 November 2020 lalu sebanyak 586.848 ETH sudah terakumulasi di deposit contract.
Prinsip utama Ethereum 2.0 adalah menjadikan aset kripto ETH sebagai jaminan alias collateral dalam memverifikasi dan memvalidasi setiap transaksi. Peran itu disebut dengan node validator.
Nah, setiap node validator wajib memiliki 32 ETH (Rp235 juta dengan kurs saat ini) dan ter-lock di wallet. Node validator pun berhak mendapatkan imbalan atas jasanya itu, berupa ETH.
“Namun demikian, Anda tidak perlu memiliki sebanyak 32 ETH agar bisa mendapatkan imbalan itu. Katakanlah Anda hanya punya 1 ETH (Rp8,5 jutaan), Anda bisa bergabung di layanan staking pool tertentu yang mewakili satu atau beberapa node validator,” ungkap Lawrence, yang kelak merilis layanan staking ETH di NOBI, jika Ethereum 2.0 kelak “lancar jaya” sepenuhnya.
Menurut Lawrence, imbalan ETH yang diperoleh berbanding terbalik dengan jumlah ETH yang terkumpul di deposit contract itu. Semakin banyak ETH yang terkumpul, maka semakin sedikit pula persentasi imbalan ETH yang didapatkan oleh node validator/staker.
Lawrence mencontohkan, dengan saat ini lebih dari 740 ribu ETH yang ada di deposit contract Ethereum 2.0, maka imbalan tahunannya adalah 18,2 persen. Jikalau terus bertambah, misalnya lebih dari 3 juta ETH, maka imbalan tahunannya adalah 9 persen.
“Berdasarkan kalkulator khusus yang disediakan oleh pihak Ethereum, imbalan tahunan terkecil adalah 4,9 hingga 10 persen dengan maksimal ETH yang terkumpul di deposit contract adalah 10 juta ETH,” sebut Lawrence.
Ia juga menegaskan bahwa untuk menjadi node validator secara tunggal sangat merepotkan, karena selain harus punya modal minimal 32 ETH, harus banyak menyetel beraneka aturan di komputer cloud yang digunakan. Belum lagi menghitung biaya sewanya, ketika diperlukan meningkatkan data storage-nya.
“Solusinya adalah menggunakan layanan staking oleh pihak ketiga. Anda cukup menyetorkan sejumlah ETH (tak harus 32 ETH), Anda tinggal mendulang imbalan ETH-saja. Tidak perlu repot-repot mengawasi komputer cloud sendiri. Secara sederhana ini ibarat menabung deposito di bank dan Anda mendapatkan pemasukan secara pasif,” jelasnya. [red]