IKLAN

Chainalysis: Kejahatan Terkait Bitcoin Cs Akan Tertekan

Chainalysis, perusahaan pengkaji blockchain-aset kripto, yang kerap membantu regulator AS mengungkap kejahatan siber, mengatakan bahwa jumlah kejahatan terkait Bitcoin Cs akan tertekan.

Pernyataan itu disampaikan Chainalysis dalam laporan terbarunya, 16 Februari 2021, “The 2021 Crypto Crime Report”.

Terkait itu, Chainalysis mengatakan, karena dalam sistem moneter blockchain di mana setiap transaksi dicatat pada buku besar publik (public ledger) yang tidak dapat diubah (permanent), mengapa lembaga keuangan tidak mengkaji informasi itu secara agresif?Padahal itu sangat ampuh untuk memastikan blockchain lebih aman digunakan dalam bisnis.

“Bursa aset kripto misalnya, bisa bekerjasama dengan lembaga keuangan publik dan regulator untuk melakukan hal serupa. Dengan mereka lebih mematuhi peraturan, maka jumlah tindak kejahatan terkait aset kripto bisa ditekan,” sebut Chainalysis.

Perusahaan yang pernah membantu Amerika Serikat melacak dan menyita Bitcoin hasil pencucian uang senilai US$1 milyar itu juga yakin, dalam jangka panjang, jika bursa aset kripto bersedia bekerjasama, maka semakin sulit bagi penjahat dunia siber untuk mengubah aset kripto mereka menjadi uang tunai.

Ini Penampakan Bitcoin US$1 Miliar Sitaan Pemerintah AS

Berdasarkan kajian Chainalysis itu, aset kripto memang masih diminati oleh pelaku kejahatan untuk melancarkan aksinya. Namun, sepanjang tahun 2020, jumlahnya justru semakin sedikit, dibandingkan tahun 2019.

BACA JUGA  MicroStrategy Serok Bitcoin Lagi, Setara Rp354 Miliar

Dalam grafik disebutkan, tindak kriminal terkait aset kripto pada tahun 2019 bernilai lebih US$20 juta, sedangkan pada tahun 2020 hanya US$10 juta.

Nilai pada tahun lalu memang masih besar dibandingkan pada tahun 2017 dan 2018, yakni masing-masing US$8 juta dan US$6 juta.

Berdasarkan kategori, modus ransomware paling banyak digunakan sepanjang tahun 2020, naik menjadi 311 persen dibandingkan tahun sebelumnya.

Pada tahun 2019, pelaku kejahatan “lebih doyan” menggunakan modus “scam” yakni penipuan berbasis aset kripto, di antaranya dengan meminta Bitcoin dari calon korban dengan terlebih dahulu meminta kiriman Bitcoin dengan jumlah tertentu.

Peretas Minta Bitcoin Rp115 Miliar Setelah Ransomware Jangkiti Perusahaan Listrik Pakistan

Yang menarik, penggunaan aset kripto di pasar gelap di Internet alias darknet market, justrus menurun drastis pada tahun 2020, hanya 29 persen. Sedangkan pada tahun 2019 mencapai 71 persen.

BACA JUGA  Wamenkop Bocorkan Rencana Investasi Bitcoin Ala Indonesia

Namun demikian, Chainalysis percaya, bahwa akan banyak kemajuan teknologi di dunia blockchain dan aset kripto yang kian menyulitkan penegak hukum untuk melacaknya.

“Namun kami yakin, berkat kerjasama antara regulator, investor institusional bisa menghadapi tantangan itu,” sebut Chainalysis. [red]


Disclaimer: Seluruh konten yang diterbitkan di Blockchainmedia.id, baik berupa artikel berita, analisis, opini, wawancara, liputan khusus, artikel berbayar (paid content), maupun artikel bersponsor (sponsored content), disediakan semata-mata untuk tujuan informasi dan edukasi publik mengenai teknologi blockchain, aset kripto, dan sektor terkait. Meskipun kami berupaya memastikan akurasi dan relevansi setiap konten, kami tidak memberikan jaminan atas kelengkapan, ketepatan waktu, atau keandalan data dan pendapat yang dimuat. Konten bersifat informatif dan tidak dapat dianggap sebagai nasihat investasi, rekomendasi perdagangan, atau saran hukum dalam bentuk apa pun. Setiap keputusan finansial yang diambil berdasarkan informasi dari situs ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pembaca. Blockchainmedia.id tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung, kehilangan data, atau kerusakan lain yang timbul akibat penggunaan informasi di situs ini. Pembaca sangat disarankan untuk melakukan verifikasi mandiri, riset tambahan, dan berkonsultasi dengan penasihat keuangan profesional sebelum mengambil keputusan yang melibatkan risiko keuangan.

Terkini

Warta Korporat

Terkait