Chainlink resmi meluncurkan fitur “Payment Abstraction” di jaringan utamanya. Inovasi ini memungkinkan pengguna membayar layanan Chainlink menggunakan berbagai aset kripto yang mereka miliki, seperti stablecoin dan token gas.
Menariknya, semua pembayaran itu kemudian secara otomatis dikonversi menjadi koin LINK, yang merupakan koin utilitas utama dalam ekosistem Chainlink. Tujuan dari peluncuran ini adalah untuk menyederhanakan proses pembayaran sekaligus mendorong adopsi teknologi Chainlink secara lebih luas.
Fitur Anyar Chainlink: Bebas Bayar Tanpa Harus Punya LINK
Sebelum fitur ini tersedia, pengguna harus memiliki LINK terlebih dahulu untuk bisa membayar layanan yang disediakan oleh jaringan Chainlink. Tentu saja, hal ini menjadi kendala tersendiri, terutama bagi mereka yang tidak terbiasa menggunakan LINK sebagai alat bayar.
Kini, pengalaman itu berubah total. Misalnya, seseorang bisa membayar biaya layanan dengan stablecoin seperti USDC atau token gas seperti ETH, dan sistem Chainlink akan mengurus sisanya, mulai dari konsolidasi token, konversi ke LINK, hingga distribusi ke pihak yang berhak.
Di Balik Layar Proses Pembayaran
Proses di balik layar ini melibatkan beberapa teknologi utama dari Chainlink. Token yang dibayarkan oleh pengguna akan terlebih dahulu dikonsolidasikan melalui protokol interoperabilitas lintas jaringan milik mereka, yaitu CCIP Chainlink.
Setelah dikonsolidasikan ke satu blockchain, token tersebut kemudian dikonversi menjadi LINK menggunakan layanan Automation, data dari Price Feeds, dan bursa terdesentralisasi seperti Uniswap.
Hasil akhirnya, LINK yang telah terkumpul akan disimpan di dalam kontrak pintar khusus dan kemudian didistribusikan kepada operator node dan para staker.
Dimulai dari Smart Value Recapture (SVR)
Fitur Payment Abstraction ini kali pertama diterapkan pada konversi biaya yang dihasilkan oleh layanan Smart Value Recapture (SVR). SVR merupakan solusi oracle yang membantu aplikasi DeFi untuk menangkap nilai dari aktivitas maksimal yang tidak merugikan, atau biasa dikenal sebagai MEV (Maximal Extractable Value).
Biaya MEV yang tertangkap kemudian dibagi antara aplikasi DeFi yang mengintegrasikan Chainlink dan ekosistem Chainlink itu sendiri. Salah satu mitra pertama yang menerapkan skema ini adalah Aave.
Dalam kerjasama tersebut, biaya akan dibagi selama enam bulan ke depan dengan komposisi 65 persen untuk komunitas Aave dan 35 persen untuk pihak Chainlink.
Kemudahan yang Dorong Adopsi
Peluncuran ini bukan hanya soal efisiensi, tapi juga menyangkut kenyamanan pengguna. Dengan membebaskan pengguna dari keharusan memiliki LINK secara langsung, Chainlink membuka pintu bagi lebih banyak integrasi dan adopsi.
Pengguna dapat membayar dengan aset yang sudah mereka miliki tanpa harus memikirkan pertukaran token secara manual.
Bagi banyak pengguna, pengalaman ini seperti menggunakan dompet digital yang bisa menerima semua jenis mata uang dan otomatis mengonversinya ke satu format—tanpa perlu repot menukar di tempat lain.
Siap-Siap untuk Fitur Klaim Token BUILD
Dari sisi teknis, tim Chainlink juga menyampaikan kabar menarik lainnya. Mereka mengonfirmasi bahwa fase pertama dari mekanisme klaim token untuk program Chainlink Build telah rampung dari sisi pengkodean dan dijadwalkan akan diluncurkan dalam waktu dekat.
“Mekanisme ini akan membuat token BUILD dapat diklaim oleh peserta ekosistem Chainlink, termasuk para staker,” ujar tim Chainlink dalam postingan terbarunya.
Harga LINK Bergerak Stabil
Sementara itu, harga LINK di pasar kripto juga menunjukkan pergerakan yang menarik. Saat ini, LINK diperdagangkan di kisaran US$13,62. Dalam 24 jam terakhir, harga sempat menyentuh angka tertinggi US$13,74 dan sempat turun hingga US$12,98.
Perubahan harian LINK berada di angka 0,33 atau sekitar 0,02483 persen. Meski pergerakannya tidak terlalu liar, angka-angka ini tetap menjadi perhatian para investor yang aktif memantau dinamika pasar.
Secara keseluruhan, langkah Chainlink ini menandai babak baru dalam evolusi pembayaran di dunia Web3. Mereka tidak hanya menghadirkan solusi teknis yang efisien, tetapi juga menjawab tantangan nyata yang sering dihadapi pengguna sehari-hari, yaitu repotnya urusan token saat ingin memanfaatkan layanan berbasis blockchain.
Bagi sebagian orang, ini mungkin terasa seperti saat pertama kali dompet digital bisa menerima berbagai metode pembayaran tanpa harus tanya dulu, “Bisa pakai ini enggak?” [st]