Tiga raksasa asal China yang selama ini mendominasi pasar perangkat Bitcoin mining—Bitmain, Canaan, dan MicroBT—dilaporkan mulai memindahkan sebagian operasi produksinya ke AS. Langkah ini diambil sebagai upaya menghindari tarif yang diberlakukan pemerintahan Trump terhadap produk asal Tiongkok.
Menurut laporan Reuters pada Rabu (18/6), keputusan ini merupakan respons terhadap kebijakan Amerika Serikat yang memberlakukan tarif impor sebesar 30 persen untuk produk asal China. Padahal, China saat ini menguasai lebih dari 90 persen produksi perangkat penambangan Bitcoin.
Bitmain menjadi yang pertama memulai perakitan alat Bitcoin mining di wilayah AS, hanya beberapa minggu setelah Trump memenangkan pemilihan presiden. Canaan kemudian menyusul dengan mendirikan lini produksi percobaan di AS.
“Tujuannya adalah untuk menekan biaya, baik bagi kami maupun pelanggan. Kami harus menjajaki semua kemungkinan yang ada,” ujar Leo Wang, Wakil Presiden Pengembangan Bisnis Canaan.
Tak mau tertinggal, MicroBT—pemain terbesar ketiga di industri mining juga mengumumkan strategi “lokalisasi” di AS, sebagai bagian dari komitmen membangun rantai pasok baru yang lebih tahan terhadap tekanan geopolitik.
Mengungkap Kebenaran di Balik Dominasi Tiongkok dalam Bitcoin Mining
Perang Dagang Memicu Perubahan Besar di Industri Kripto
Langkah ketiga raksasa tersebut bukan sekadar respons jangka pendek terhadap tarif, tetapi mencerminkan pergeseran struktural dalam rantai pasok industri Bitcoin mining. Guang Yang, CTO Conflux Network, menyebut bahwa perang dagang AS-China telah memicu perubahan mendasar dalam industri kripto.
“Perang dagang AS–China memicu perubahan yang bersifat struktural, bukan sekadar permukaan, dalam rantai pasok Bitcoin. Ini melampaui isu tarif semata. Ini adalah pergeseran strategis menuju sumber hardware yang secara politis dapat diterima,” tegasnya.
Dari perspektif Amerika Serikat, perpindahan ini justru dipandang sebagai peluang besar yang dapat dimanfaatkan. Sanjay Gupta, Kepala Strategi di Auradine, menyoroti ketimpangan yang selama ini terjadi:
“Lebih dari 30 persen aktivitas penambangan Bitcoin dunia berlangsung di Amerika Utara, tapi lebih dari 90 persen perangkat kerasnya dibuat di China. Ini ketidakseimbangan besar antara permintaan dan suplai secara geografis.”
Dominasi tiga perusahaan asal China tersebut sangatlah besar. Menurut laporan Frost & Sullivan, mereka menguasai 95,4 persen dari total hashrate Bitcoin mining yang dipasarkan secara global pada tahun 2023. Oleh karena itu, langkah mereka untuk membangun basis produksi di AS bisa menjadi titik awal reposisi geopolitik dalam industri ini.
AS Kian Agresif Rebut Dominasi Bitcoin Mining
Semakin banyak produsen alat penambangan Bitcoin yang memindahkan produksinya ke Amerika Serikat, membuka peluang bagi AS untuk mengejar dominasi China. Saat ini, selisih produksi antara keduanya berkisar 15 persen. Jika adopsi terus meningkat, permintaan perangkat Bitcoin mining pun diprediksi akan melonjak tajam.
AS Kian Kuat dalam Bitcoin Mining, tapi Tiongkok Tetap Mendominasi
AS kini tak lagi hanya menjadi pasar, tetapi mulai membangun kapasitas sebagai produsen teknologi kripto. Relokasi pabrik oleh perusahaan raksasa asal China mempercepat transisi ini, menjadikan AS sebagai bagian penting dalam rantai pasok global.
Dalam situasi geopolitik yang tidak menentu, langkah ini menjadi strategi jangka panjang. AS tengah membentuk ekosistem produksi yang dianggap lebih “secara politis dapat diterima,” dan ini berpotensi mengubah peta kekuatan industri penambangan Bitcoin. [dp]