Circle, perusahaan di balik stablecoin USDC, telah resmi meluncurkan Circle Payments Network (CPN) ke jaringan utama alias mainnet-nya.
Bukan sekadar pengumuman startup teknologi biasa, ini bisa dibilang seperti membuka jalan tol digital yang langsung menghubungkan pelaku ekonomi dari berbagai belahan dunia, tanpa perlu antri di gerbang tol biasa.
CPN dikembangkan untuk mengatasi hambatan dalam sistem pembayaran lintas negara yang selama ini masih terjebak dalam birokrasi lambat, biaya tinggi dan kurang transparan.
Jika selama ini pengiriman uang antarnegara bisa memakan waktu berhari-hari dan mengunci dana dalam sistem perantara, maka CPN menjanjikan penyelesaian real-time berbasis blockchain publik, dengan USDC sebagai bahan bakarnya.
CPN Circle Menjawab Masalah Lama dalam Dunia Pembayaran Global
Bayangkan Anda mengirim uang ke rekan bisnis di Jepang. Di sistem tradisional, Anda bisa saja menunggu 2-3 hari kerja, menghadapi potongan biaya tak terduga, dan menerima laporan keuangan yang sulit dimengerti.
Circle mencoba mengubah semua itu. Dengan CPN, pembayaran tidak hanya bisa terjadi dalam hitungan detik, tapi juga dapat dipantau secara transparan oleh kedua belah pihak melalui API dan webhook yang mereka sediakan.
Di sisi lain, tantangan yang mereka hadapi pun bukan sembarangan. Industri pembayaran lintas batas menyentuh angka US$190 triliun secara global, namun masih bergantung pada jaringan bank yang saling terhubung secara manual dan tidak seragam.
Hal ini membuat proses menjadi mahal dan membosankan. Circle hadir dengan pendekatan berbeda, yakni mempercepat transaksi dengan teknologi, tanpa mengorbankan aspek regulasi dan keamanan.
Bukan Sekadar Cepat, Tapi Juga Cerdas
Yang membuat CPN menonjol bukan hanya kecepatannya. Protokol ini memungkinkan pembayaran yang dapat diprogram. Artinya, perusahaan bisa mengatur pembayaran berkala, payroll massal, hingga konsolidasi dana lintas entitas tanpa intervensi manual.
Bayangkan perusahaan multinasional yang ingin memindahkan dana dari anak usaha di Filipina ke kantor pusat di AS. Dengan CPN, hal tersebut bisa dilakukan otomatis dan dalam waktu nyaris seketika.
Lebih lanjut lagi, mereka tidak bekerja sendirian. Beberapa mitra awal dalam peluncuran ini termasuk Alfred Pay dari kawasan Amerika Latin dan Tazapay yang berbasis di Asia. Keduanya kini sudah menjalankan pembayaran stablecoin lintas wilayah dengan sistem CPN.
Tak hanya itu, Circle juga menggandeng ConduitPay dan RedotPay untuk memperluas jangkauan mereka ke lebih banyak sektor bisnis dan geografis.
Rencana Ekspansi yang Sudah Mengintip
Meski baru diluncurkan, Circle tampaknya tidak ingin hanya berhenti di beberapa negara. Mereka telah membocorkan bahwa ekspansi ke kawasan seperti Nigeria, India, Kolombia, Vietnam, Inggris, Uni Eropa, hingga Argentina sudah masuk dalam radar 2025.
Jika semua ini berjalan mulus, bukan tidak mungkin kita akan melihat revolusi dalam cara bisnis internasional melakukan transaksi sehari-hari.
Namun demikian, pertanyaan yang tak kalah penting adalah, bagaimana dengan regulasi? Circle tampaknya cukup percaya diri.
Mereka membangun protokol ini dengan mempertimbangkan kepatuhan terhadap aturan global, seperti Travel Rule yang sering jadi batu sandungan utama dalam pengiriman uang lintas negara. Jadi, walau bergerak cepat, mereka tetap berupaya tidak menabrak pagar hukum yang ada.
Peluang dan Pertanyaan untuk Indonesia
Melihat perkembangan ini, tidak bisa tidak muncul pertanyaan, apakah institusi di Indonesia akan ikut dalam arus perubahan ini?
Dengan pasar remitansi yang besar dan ekosistem fintech yang sedang menggeliat, CPN bisa jadi pintu masuk baru bagi startup dan bank lokal untuk menjangkau mitra global dengan lebih gesit dan murah.
Di sisi lain, lembaga seperti Bank Indonesia atau OJK bisa mulai menakar apakah model seperti CPN bisa diadaptasi atau bahkan diintegrasikan dengan proyek-proyek nasional seperti BI-FAST atau QRIS lintas negara.
Mungkin saat ini terdengar seperti teknologi masa depan, tapi bukankah dulu kita juga merasa aneh saat harus bayar pakai kode QR? [st]