Citigroup Ramal Pasokan Stablecoin Bisa Tembus US$1,6 Triliun 2030

Dalam laporan terbarunya, Citigroup memperkirakan bahwa total pasokan stablecoin dapat meroket hingga mencapai US$1,6 triliun pada tahun 2030 dalam skenario dasar.

Namun, dalam skenario yang lebih optimistis, angka itu bahkan bisa melesat hingga US$3,7 triliun. Bayangkan, dari nilai sekitar US$240 milyar saat ini, stablecoin diprediksi akan mengukir pertumbuhan luar biasa hanya dalam hitungan beberapa tahun ke depan.

Faktor Pendukung Pertumbuhan Pasokan Stablecoin

Prediksi ini tentu bukan sekadar angan-angan. Ada sejumlah faktor nyata yang mendorong perkembangan stablecoin. Salah satu pendorong utama adalah kejelasan regulasi, terutama di AS. Dengan hadirnya kerangka hukum yang lebih jelas dan mendukung, kepercayaan terhadap penggunaan stablecoin pun diprediksi akan meningkat tajam.

Di sisi lain, adopsi dari lembaga keuangan dan sektor publik menjadi katalis lain yang tak kalah penting.

Semakin banyak institusi yang melihat stablecoin sebagai solusi efisien untuk transaksi pembayaran dan pengelolaan kas, menggantikan metode tradisional yang lebih lamban. Seolah-olah, dunia keuangan menemukan “jalan tol” baru yang lebih cepat dan praktis lewat teknologi blockchain.

Lebih lanjut lagi, efisiensi transaksi menggunakan blockchain dibandingkan sistem tradisional menawarkan daya tarik tersendiri. Di tengah dunia yang semakin menuntut kecepatan dan transparansi, stablecoin hadir layaknya kendaraan balap di jalanan yang biasanya macet.

Dominasi Dolar AS dan Peran Bank

Citigroup juga menyoroti bahwa mayoritas stablecoin akan tetap didominasi oleh dolar AS, mempertahankan sekitar 90 persen pangsa pasar. Ini bukan kabar mengejutkan, mengingat posisi dolar AS sebagai mata uang global masih belum tergoyahkan hingga kini.

Namun demikian, pertumbuhan stablecoin tidak hanya berdampak pada pengguna individu saja. Bank-bank tradisional pun diprediksi akan ikut terdorong untuk beradaptasi.

Citigroup mencatat bahwa perbankan bisa tetap relevan dengan menawarkan layanan kustodian, membantu pembelian aset cadangan untuk stablecoin, bahkan mengembangkan produk-produk baru berbasis stablecoin. Seolah-olah, bank-bank besar dihadapkan pada pilihan, beradaptasi atau tertinggal.

“Kami memperkirakan bank akan mengadopsi peran baru, termasuk sebagai kustodian aset stablecoin dan pengelola likuiditas berbasis blockchain,” ujar tim riset Citigroup dalam laporannya.

Ancaman Jika Regulasi Mandek

Namun, seperti dalam banyak hal di dunia finansial, pertumbuhan ini bukannya tanpa syarat.

Jika regulasi stablecoin tak segera diperjelas atau malah mengalami kemunduran, Citigroup memperingatkan bahwa pasar stablecoin bisa saja mandek di kisaran US$500 milyar saja. Sebuah angka yang, meski tetap besar, tentu jauh dari potensi maksimal yang bisa dicapai.

Situasi ini juga selaras dengan proyeksi lembaga lain seperti Standard Chartered, yang sebelumnya memperkirakan pasokan stablecoin bisa mencapai US$2 triliun pada 2028, seiring dengan disahkannya legislasi baru seperti GENIUS Act di AS.

Undang-undang tersebut bertujuan untuk mengukuhkan posisi stablecoin dalam sistem keuangan dengan regulasi yang lebih ramah dan mendukung.

Melihat semua prediksi ini, ada satu pertanyaan yang menggantung di benak banyak orang, apakah stablecoin benar-benar akan menjadi tulang punggung baru keuangan digital, atau justru akan menghadapi hambatan besar di persimpangan regulasi dan adopsi?

Dengan adopsi institusional yang kian meningkat, efisiensi blockchain yang makin terasa, serta dorongan dari regulasi yang lebih terbuka, jalan menuju angka US$2 triliun tampaknya semakin terbuka lebar.

Meski demikian, dunia keuangan selalu penuh kejutan, dan bagaimana cerita stablecoin ini berakhir, kita semua masih harus menunggu dan melihatnya. [st]

Terkini

Warta Korporat

Terkait