Beberapa jam terakhir telah menjadi mimpi buruk bagi banyak investor kripto. Crypto market yang selama ini tampak tenang tiba-tiba berubah menjadi arena panik massal.
Dalam waktu 24 jam, harga berbagai aset digital anjlok tajam tanpa peringatan, membuat banyak trader kelimpungan dan bertanya-tanya, apa yang sebenarnya terjadi dan apa langkah berikutnya?
Menurut analisis terbaru dari analis popular Ja Maartun di kanal Youtube-nya, kondisi seperti ini bukan sekadar fluktuasi biasa. Ia menggambarkannya sebagai “sell-off brutal” yang datang seperti badai, menyapu posisi leverage dan mengguncang psikologi pelaku pasar secara bersamaan.
Efek Domino di Balik Kepanikan
Data yang dibagikan Ja Maartun menunjukkan, lebih dari 41.585 BTC telah dipindahkan ke bursa dalam kondisi rugi hanya dalam sehari.
Itu berarti, puluhan ribu pemegang BTC rela menanggung kerugian demi segera keluar dari pasar yang penuh ketidakpastian. Fenomena ini dikenal dengan istilah capitulation, titik di mana rasa takut mengalahkan logika investasi.
Namun, kepanikan ini tidak muncul tanpa sebab. Ja Maartun menjelaskan bahwa pemicu utamanya adalah leverage cascade, yaitu efek berantai dari posisi perdagangan yang menggunakan pinjaman dana berlebihan.
Ketika harga turun sekitar 16 persen dalam sehari, trader dengan leverage lebih dari 6 kali langsung tersapu habis karena likuidasi otomatis dari bursa.
“Begitu satu posisi jatuh, efeknya berantai. Harga makin rendah, lalu memicu likuidasi berikutnya,” ujar analis tersebut, menjelaskan bagaimana pasar kripto bisa ambruk hanya dalam hitungan jam.
Pola Historis Pasca Ambruknya Crypto Market
Meski tampak mengerikan, sejarah menunjukkan bahwa setiap kejatuhan besar di crypto market memiliki pola yang mirip. Dalam 30 hari pasca crash besar, pasar biasanya memasuki fase stabilisasi. Harga bergerak mendatar, volatilitas menurun dan pelaku pasar perlahan menata ulang strategi mereka.
Ja Maartun menyebut fase ini sebagai periode tenang setelah badai, di mana pasar mencoba menemukan keseimbangannya kembali.
“Biasanya butuh waktu sekitar sebulan sampai crypto market mulai membentuk tren baru,” ungkapnya.
Dengan kata lain, sekarang bukan waktunya untuk heroik atau buru-buru masuk kembali.
Hindari “Revenge Trading”
Di sisi lain, nasihat terpenting dari Ja Maartun adalah untuk tidak melakukan revenge trading, upaya membalas kerugian dengan memasuki posisi baru terlalu cepat. Dalam situasi pasar yang masih labil dan order book tipis, aksi semacam itu justru seperti berjudi di tengah badai.
“Trading saat ini bukan benar-benar trading, ini murni perjudian,” ujar Ja Maartun.
Ia menambahkan bahwa kondisi emosional yang belum stabil justru bisa memperparah kerugian. Rasa marah, frustasi dan keinginan cepat menebus kekalahan sering kali membuat investor mengambil keputusan yang tidak rasional.
Kesabaran Adalah Senjata Terbaik
Menurut Ja Maartun, justru dalam masa-masa brutal seperti ini, kesabaran menjadi keunggulan terbesar. Pasar perlu waktu untuk “bernapas,” membuang kelebihan leverage, dan menciptakan fondasi yang lebih sehat.
“Crash seperti ini tidak hanya menghancurkan, tapi juga membersihkan. Mereka menciptakan struktur yang lebih kuat untuk masa depan,” ujarnya.
Dengan kata lain, jatuhnya crypto market bukan akhir dari segalanya, melainkan proses alami yang dibutuhkan untuk membentuk pasar yang lebih matang. Setelah sistem kembali seimbang, peluang baru akan muncul, bukan untuk mereka yang tergesa-gesa, tetapi bagi mereka yang sabar menunggu momen tepat.
Dalam penutupan videonya, Ja Maartun menyampaikan pesan sederhana namun relevan bagi seluruh pelaku pasar, yakni lupakan kerugian kemarin dan fokus pada masa depan. Ia mengingatkan bahwa setiap siklus kejatuhan selalu diikuti oleh peluang baru.
“Kunci utamanya adalah disiplin, kesabaran dan kesiapan,” ujarnya. [st]
Disclaimer: Konten di Blockchainmedia.id hanya bersifat informatif, bukan nasihat investasi atau hukum. Segala keputusan finansial sepenuhnya tanggung jawab pembaca.