Bitcoin berpotensi menuju target US$66.000 dengan dorongan dari data CPI AS terbaru. Analisis teknikal dan ketegangan geopolitik juga memengaruhi pasar. Investor diingatkan untuk terus memantau perkembangan.
Bitcoin menunjukkan pergerakan positif menjelang rilis data Consumer Price Index (CPI) AS. Menurut Panji Yudha, analis dari Ajaib Kripto dalam keterangannya Rabu (9/10/2024), meskipun pekan lalu ada tekanan geopolitik, Bitcoin berhasil melakukan rebound dari support US$60.000 dan mencapai resistance US$64.000 pada Senin, 7 Oktober 2024.
Pada hari Rabu, 9 Oktober 2024, pukul 09.30 WIB, harga Bitcoin tercatat di US$62.300, turun sekitar 0,40 persen dalam 24 jam terakhir. Namun, potensi kenaikan tetap ada setelah menyentuh level MA-100 di sekitar US$61.000, dengan target selanjutnya menuju US$66.000.
Ketegangan geopolitik, terutama di Timur Tengah, berdampak negatif pada perdagangan ETF Bitcoin di Amerika Serikat selama pekan lalu. Laporan menunjukkan terjadi aliran keluar bersih sebesar US$300 juta dari ETF Spot Bitcoin pada periode 30 September hingga 4 Oktober 2024. Namun, di awal pekan ini, aliran masuk kembali mencapai US$235 juta, mencerminkan minat yang terus ada dari investor.
Data CPI AS Pekan Ini Sangat Penting untuk Bitcoin
“Data CPI AS yang akan dirilis minggu ini pada 10 Oktober 2024, sangat penting bagi Bitcoin. Jika data inflasi menunjukkan penurunan, itu bisa memperkuat spekulasi tentang penurunan suku bunga lebih lanjut. Ini akan menjadi sinyal positif untuk pasar kripto,” sebutnya.
Pada Agustus lalu misalnya, tingkat tahunan CPI tercatat di 2,5 persen, sedikit turun dari 2,9 persen pada bulan sebelumnya. Sementara itu, Core CPI, yang tidak termasuk komponen makanan dan energi, tetap stabil di 3,2 persen secara tahunan. Bulan ini, data CPI AS untuk September diproyeksikan turun menjadi 2,30 persen, sementara Core CPI diperkirakan akan menurun menjadi 3,11 persen. Penurunan ini diharapkan dapat memberikan gambaran yang lebih jelas tentang tren inflasi dan dampaknya terhadap kebijakan moneter ke depan.
ETF Bitcoin Kini Menguasai 925.266 BTC Senilai Rp923,52 Triliun
Selain data CPI AS, laporan Indeks Harga Produsen (PPI) AS yang akan dirilis pada hari Jumat, 11 Oktober 2024, juga akan menjadi fokus perhatian. Diperkirakan PPI akan turun menjadi 1,60 persen secara tahunan, yang memberikan gambaran tentang biaya produksi. Panji menambahkan bahwa kenaikan PPI bisa meningkatkan tekanan inflasi, yang pada gilirannya bisa mempengaruhi biaya penambangan Bitcoin dan harga di pasar.
Lebih lanjut, Panji menjelaskan pasar Bitcoin sangat sensitif terhadap kebijakan The Fed, terutama terkait dengan inflasi. Jika inflasi melemah, ada peluang besar bahwa suku bunga akan turun lebih lanjut, yang akan mendukung kenaikan harga Bitcoin. Sebaliknya, jika data ketenagakerjaan kuat, kemungkinan besar suku bunga akan tetap tinggi.
Dengan rilis data CPI AS dan PPI yang semakin dekat, serta ketegangan geopolitik yang terus berlanjut, investor diingatkan untuk tetap waspada terhadap berbagai faktor yang memengaruhi pasar.
“Minggu ini akan sangat menentukan arah pergerakan Bitcoin, baik dari sisi teknikal maupun fundamental. data CPI AS dan keputusan kebijakan The Fed akan menjadi faktor kunci dalam menentukan sentimen pasar ke depan,” ujar Panji Yudha.
Dilansir dari Trading Economics, CPI AS diproyeksikan akan terus naik, akan mencapai 313,80 poin pada akhir kuartal ini. Pada September 2025 angka itu diprediksi terkerek menjadi 322,04 poin.
Data CPI AS yang semakin naik menunjukkan adanya peningkatan inflasi, yang berpotensi memengaruhi kebijakan suku bunga The Fed. Ketika inflasi meningkat, daya beli masyarakat menurun, dan harga barang serta jasa cenderung naik. Untuk mengendalikan inflasi, The Fed biasanya akan mempertimbangkan untuk menaikkan suku bunga.
Kenaikan suku bunga bertujuan memperlambat laju ekonomi dengan meningkatkan biaya pinjaman, baik bagi konsumen maupun bisnis. Dengan biaya pinjaman yang lebih tinggi, konsumsi dan investasi cenderung menurun, yang pada akhirnya dapat mengurangi tekanan inflasi.
Sebaliknya, jika inflasi rendah atau menurun, The Fed bisa saja mempertimbangkan untuk menurunkan suku bunga guna mendorong pertumbuhan ekonomi. Ini akan membuat pinjaman lebih murah, meningkatkan konsumsi dan investasi, serta membantu menaikkan inflasi ke tingkat yang diinginkan.
Jadi, ketika data CPI terus naik, The Fed akan lebih cenderung untuk menaikkan suku bunga guna menjaga stabilitas harga dan menghindari inflasi yang berlebihan.
Namun data proyeksi menunjukkan inflasi AS akan relatif rendah daripada sebelumnya. Trading Economics menyebutkan pasar mengantisipasi penurunan inflasi menjadi 2 persen pada Maret 2025 (sesuai dengan sasaran The Fed sebelumnya) dan pada September menjadi 2,3 persen, kendati data CPI AS diperkirakan akan terus naik.
Sementara itu per Rabu petang, pasar berharap The Fed akan memangkas suku bunga lagi, kali ini sebesar 25 bps pada FOMC berikutnya.
Di tengah ketidakpastian global, Bitcoin terus menarik perhatian sebagai aset yang sensitif terhadap perubahan inflasi dan kebijakan suku bunga. Penurunan inflasi bisa memperkuat prospek kenaikan harga Bitcoin, sementara tekanan dari data ekonomi lainnya dapat memberikan tantangan tersendiri bagi pasar kripto. [ps]