Desentralisasi pada blockchain dianggap mempersulit tumbuh kembang NFT (Non-Fungible Token). Hal ini disampaikan oleh Dimaz Ankaa Wijaya, peneliti blockchain di Deakin University, Australia.
“Blockchain mengglorifikasi asas desentralisasi. Namun, ada kalanya desentralisasi tak banyak membantu. Inilah yang terjadi pada NFT. Setiap orang bisa membuat smart contract NFT,” kata Dimaz menggambarkan begitu masifnya jumlah NFT saat ini.
Ia menyebut, demikian pula setiap orang juga bisa membuat platform jual-beli NFT. Dengan tiadanya sistem registry aset digital, maka seseorang (yang barangkali tak terlalu terkenal) bisa menjual satu gambar pada banyak platform NFT sekaligus!
“Ini artinya, tiada jaminan bahwa NFT yang dibeli merupakan satu-satunya token atas aset digital tersebut! Secara teknologi, tak ada yang bisa menjamin bahwa hanya ada satu NFT untuk satu aset digital. Untuk hal ini, bahkan OpenSea tidak melakukan verifikasi apapun dan menyerahkan sepenuhnya pada pembeli,” sebutnya.
Dimaz juga menekankan, persoalan ini makin mempersulit isu yang menimpa NFT lainnya, di mana aset yang tersimpan dalam media eksternal menghilang secara tiba-tiba, dan pada akhirnya menghilangkan nilai dari token tersebut.
“Amy Castor, seperti dikutip dari The Verge, bahkan curiga dengan penjualan NFT tertinggi di dunia sebesar US$69 juta dari Beeple kepada Metakovan. Penjualan ini, menurut Amy, bertujuan untuk mendanai pump-and-dump token B.20. Dalam blog-nya, ia mencium bau tak sedap atas transaksi fantastis ini, dan mencurigai bahwa mungkin transfer dana sebesar itu bahkan tak pernah terjadi,” sebut Dimaz di blog-nya belum lama ini.
Dimaz memang tidak menunjukkan bukti, soal dugaan tidak ada transaksi jumbo yang dimaksud.
Kesimpulan NFT, Layak Koleksi atau Tidak?
NFT yang sedang hype ini mungkin memicu orang untuk segera terjun membeli gambar seni digital, yang barangkali berharap untuk dijual kembali dengan harga lebih tinggi.
“Namun dengan sederet persoalan, baik dari sisi pengelolaan maupun teknologi, bagi saya, platform NFT sebagai pendukung seni digital masih harus membuktikan diri sebagai use-case yang baik dalam pemanfaatan teknologi blockchain. Biasanya, waktulah yang akan menjawab,” pungkas Dimaz. [red]
Disclaimer: Seluruh konten yang diterbitkan di Blockchainmedia.id, baik berupa artikel berita, analisis, opini, wawancara, liputan khusus, artikel berbayar (paid content), maupun artikel bersponsor (sponsored content), disediakan semata-mata untuk tujuan informasi dan edukasi publik mengenai teknologi blockchain, aset kripto, dan sektor terkait. Meskipun kami berupaya memastikan akurasi dan relevansi setiap konten, kami tidak memberikan jaminan atas kelengkapan, ketepatan waktu, atau keandalan data dan pendapat yang dimuat. Konten bersifat informatif dan tidak dapat dianggap sebagai nasihat investasi, rekomendasi perdagangan, atau saran hukum dalam bentuk apa pun. Setiap keputusan finansial yang diambil berdasarkan informasi dari situs ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pembaca. Blockchainmedia.id tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung, kehilangan data, atau kerusakan lain yang timbul akibat penggunaan informasi di situs ini. Pembaca sangat disarankan untuk melakukan verifikasi mandiri, riset tambahan, dan berkonsultasi dengan penasihat keuangan profesional sebelum mengambil keputusan yang melibatkan risiko keuangan.