Dimaz Ankaa Wijaya, Ph.D, peneliti di Deakin Blockchain Innovation Lab, Australia mengatakan bahwa blockchain Bitcoin sebenarnya berpotensi tinggi untuk dibajak menggunakan teknik 51 percent attack. Teknik ini menguasai kekuatan komputasi jaringan hingga lebih dari separuhnya.
Hal itu disampaikan Dimaz dalam webinar blockchain #5 yang digelar oleh Blockchainmedia.id dan Chainsightnews.com petang tadi melalui GoogleMeet.
Menurut Dimaz, dengan terkonsentrasinya tambang Bitcoin di Tiongkok lebih dari 65 persen dan 50 persen dari itu berada di Provinsi Sichuan, jikalau mereka mau, mereka bisa saja membajaknya menggunakan teknik itu.
“Iya, secara kekuatan komputasi potensinya sangat besar, masalahnya mereka enggan melakukannya itu. Bisa jadi karena masalah biaya, yakni sekitar US$700 ribu (Rp11 miliar) per jam. Angka itu sangat teoritis, karena bisa lebih tinggi, karena hash rate-nya sangat tinggi, sekitar 133 ribu Petahash per detik (1 peta=10 pangkat 15),” kata Dimaz mengacu data dari Crypto51.app per 15 Agustus 2020.
Lagipula, lanjut Dimaz, melakukan serangan semacam itu justru memperburuk ekosistem blockchain dan aset kripto secara umum, sebab nama besar Bitcoin jadi taruhan.
Di atas itu semua, menurutnya, biaya menyerang blockchain Bitcoin memang terbilang sangat besar, yang mencerminkan keunggulan sistem Bitcoin dibandingkan dengan blockchain lain.
“Contoh 51 percent attack ‘termurah’ adalah terhadap blockchain Ethereum Classic yang terjadi ada akhir Juli dan Agustus 2020 lalu. Lebih dari separuh sistem blockchain itu dikuasai oleh satu entitas. Saya perkirakan itu biayanya hanya U$5.982 (Rp89,2 juta) per jam. Sedangkan terhadap blockchain Bitcoin lebih dari Rp11 miliar per jam. Sangat jauh berbeda. Meskipun satu entitas sanggup secara biaya, tetap perlu koordinasi yang masif dan terstruktur. Jadi, tidaklah semudah yang dibayangkan.
Ancaman Komputer Kuantum
Dimaz tidak menampik adanya ancaman teknologi komputer kuantum di masa depan yang bisa dengan mudah membajak blockchain Bitcoin dengan teknik serupa.
“Jikalau hari ini kekuatan komputer kuantum sudah sangat mumpuni, di atas kertas, blockchain Bitcoin amat mudah diserang. Masalahnya komputer kuantum tercanggih saat ini belum mampu menyamai kekuatan komputasi jaringan peer-to-peer Bitcoin. Akan tetapi, ya di masa depan, ketika komputer kuantum mencapai puncak tertingginya, maka blockchain Bitcoin sejatinya harus beradaptasi. Jadi, bukan tidak mungkin sejumlah aspek komputer kuantum bisa diterapkan pada blockchain Bitcoin itu sendiri agar ia tetap eksis,” pungkasnya. [red]